Pilot Maskapai Lithuania Palsukan Sertifikat untuk Jadi Kapten Pesawat, Lolos Terbangkan Ratusan Penumpang Sebelum Dipecat

Liputan6.com, Jakarta - Skandal terjadi di sebuah maskapai penerbangan Lithuania. Seorang kopilot dilaporkan memalsukan sertifikat agar memenuhi syarat untuk posisi kapten dan dia berhasil menerbangan ratusan penumpang di seluruh Eropa.

Pilot yang identitasnya tidak diungkapkan itu menjabat sebagai kapten untuk maskapai Avion Express dalam jangka waktu yang tidak didetailkan. Ia tampaknya tidak memiliki kualifikasi yang diperlukan dan hanya pernah bekerja sebagai kopilot maskapai Garuda Indonesia, lapor media Jerman, Aero Telegraph.

Avion Express, sebuah perusahaan "wet-lease" yang berspesialisasi dalam menyediakan pesawat dan awak penuh untuk maskapai lain, mengonfirmasi bahwa mereka mempekerjakan pilot tersebut, yang kemudian dipecat.

"Perusahaan baru-baru ini mengetahui informasi yang belum diverifikasi mengenai pengalaman profesionalnya. Investigasi internal segera diluncurkan dan saat ini sedang berlangsung," kata seorang juru bicara perusahaan kepada media tersebut, dikutip dari NY Post, Kamis (13/11/2025).

Maskapai tersebut menambahkan bahwa prosedur perekrutannya sejalan dengan peraturan penerbangan dan memastikan bahwa "keselamatan dan kepatuhan" adalah "prioritas tertinggi" perusahaan. Pria tersebut juga menerbangkan pesawat untuk maskapai Eropa Barat lainnya melalui Avion Express, termasuk Eurowings, yang berbasis di Jerman.

Eurowings mengonfirmasi bahwa mereka "sedang membahas masalah ini dengan para ahli keselamatan kami untuk pemeriksaan yang lebih rinci," lapor media tersebut.

Avion Express didirikan pada 2005 dan menyewakan penerbangan ke Eropa, Amerika Latin, dan Timur Tengah. Perusahaan ini merupakan bagian dari Avia Solutions Group, sebuah grup induk milik Lituania yang berkantor pusat di Irlandia. Armadanya terdiri dari 55 pesawat Airbus A320, yang dapat menampung hingga 180 penumpang, menurut situs web Airbus Aircraft.

Sementara, Eurowings adalah maskapai berbiaya rendah yang sering bermitra dengan maskapai lain, termasuk Avion Express. Perusahaan ini sebagian besar dimiliki oleh Lufthansa Group, yang memegang saham di beberapa maskapai lain, termasuk Australian Airlines, Swiss International Airlines, dan Brussels Airlines.

Kasus penipuan itu menarik perhatian media asing dan membandingkannya dengan penipu ulung Frank Abagnale yang telah memalsukan kredensial pramugari untuk mendapatkan tiket gratis. Namun, ia tidak pernah berani duduk di balik kendali.

Masih terkait dengan pilot bermasalah, maskapai Japan Airlines (JAL) memutuskan untuk menangguhkan para pilot berisiko tinggi dari tugasnya jika fungsi hati mereka terbukti buruk melebihi batas tertentu. Kebijakan itu berlaku mulai Selasa, 30 September 2025.

Itu bagian dari serangkaian langkah untuk mencegah terulangnya insiden terakhir pada Agustus 2025. Saat itu, seorang pilot mengaku sakit di jam-jam terakhir jelang waktu tugasnya hingga tidak dapat mengoperasikan penerbangan dari Hawaii ke Jepang.

Belakangan, pilot itu mengaku mengonsumsi alkohol pada malam sebelum ia bertugas. Insiden itu menyebabkan maskapai ditegur keran Kementerian Perhubungan Jepang. Perusahaan juga diwajibkan untuk melaporkan langkah-langkah keselamatan untuk menghindari terulangnya insiden tersebut.

Dengan serangkaian insiden serupa berulang, kredibilitas maskapai besar Jepang itu dipertaruhkan. Sejak itu, mengutip Kyodo News, Rabu, 1 Oktober 2025, enam pilot telah diskors dari penerbangan, menurut Japan Airlines (JAL). 

Dalam laporannya yang dirilis pada 30 September 2025, JAL mengatakan akan membentuk kerangka kerja konsultatif dengan pihak buruh untuk membahas cara terbaik menerapkan langkah-langkah efektif. Pasalnya, kebijakan mereka sebelumnya belum efektif mengatasi masalah yang sama.

Tim manajemen awalnya berupaya mewajibkan pilot untuk berjanji secara tertulis bahwa mereka akan menghindari masalah yang berkaitan dengan alkohol. Namun, rencana tersebut mendapat tentangan internal, menurut sumber yang mengetahui situasi tersebut.

Beberapa pilot mengatakan bahwa minum alkohol dalam batas yang diizinkan dapat membantu mereka rileks setelah penerbangan internasional yang panjang. Sementara yang lain, menganggap kebiasaan minum alkohol sebagai bagian dari cara mereka untuk mengatasi jadwal kerja yang padat ketika jumlah pilot tidak mencukupi untuk memenuhi permintaan perjalanan udara yang terus meningkat.