Na Willa, Proyek Film Terbaru Visinema Usai Jumbo yang Diangkat dari Novel Peraih Penghargaan

3 weeks ago 32

Liputan6.com, Jakarta - Visinema Studios kembali menggarap proyek film terbaru seusai sukses besar dengan Jumbo. Berjudul Na Willa, film itu diadaptasi dari novel karya Reda Gautama yang meraih beragam penghargaan, termasuk diterbitkan secara internasional oleh penerbit asal Inggris, The Emma Press.

Sutradara dan penulis naskah Ryan Andriandhy didapuk menggawangi proyek live action yang disebutnya sebagai 'surat cinta untuk masa kecil kita'. Film Na Willa diharapkan bisa mengisi ruang kosong di sinema Indonesia dan menyediakan tontonan yang dapat dirayakan bersama oleh keluarga.

"Satu ruang kosong  di penonton Indonesia gitu yang belum terisi, yaitu ya ruang untuk kita, anak-anak kita dan anak-anak dalam diri kita gitu," tutur Ryan dalam jumpa pers di Jakarta, pada Rabu, 12 November 2025.

Film Na Willa akan mengajak penonton melihat dunia melalui kacamata seorang anak perempuan berusia 5 tahun, Na Willa. Kekuatan utama cerita ini terletak pada bagaimana penonton benar-benar masuk ke dunia anak-anak dan melihat sudut pandang Na Willa dalam menyikapi kejadian, baik di lingkungan pertemanan, di gang, maupun di dalam keluarganya sendiri.

Berbeda dari karyanya sebelumnya yang penuh imajinasi besar, Na willa merupakan perjalanan ke dalam, ajakan untuk merefleksi diri. Senada dengan Ryan, Anggia Kharisma kembali menjadi produser untuk proyek tersebutjuga menyebutkan bahwa film itu menjadi momen untuk 'merayakan setiap dari kita'.

Dinamika Kehangatan Mak dan Pak di Surabaya 60-an

Film itu berlatar era 1960an di Indonesia. "Era 1960-an ini bukan hanya menjadi sebuah setting, tapi di film ini aku mengajak semua itu melihat 1960 di Indonesia lewat Mata Nawila," kata Ryan.

Karakter Na Willa digambarkan sebagai anak yang sangat ingin tahu, ingin belajar, dan punya banyak pertanyaan yang sering kali acak. Ia menjalani hidupnya dengan sederhana namun tetap bahagia.

Penonton akan diperkenalkan dengan keluarga Na Willa, sebuah keluarga etnis campuran yang tinggal di Surabaya. Karakteristik keluarga ini setia pada penggambaran di buku dan bertujuan merayakan keberagaman di Indonesia.

Mak (Irma Rihi), yang berasal dari Sabu, Nusa Tenggara Timur (NTT), digambarkan sebagai sosok ibu dari Suku Timur yang terlihat tegas dan keras. "Di sini sosok ibu itu sosok yang tegas, kuat, dan punya pendirian kuat untuk anaknya yang mengajarkan dan melindungi dia dan mengajari dia untuk mengenal dunia luar yang lebih keras. Tapi tetap ada sisi lembutnya," ucap Irma.

Pak (Junior Liem), yang merupakan keturunan Tionghoa, berkarakter berlawanan. Pak digambarkan sebagai orang yang berwawasan tinggi, sangat menyayangi keluarganya, dan dikenal sebagai sosok yang soft spoken. 

"Pak ini karakternya dia itu orang yang berwawasan tinggi, besar, sangat sayang sama keluarganya dan juga sama Wila," tutur Junior.

Menjaga Na Willa Lewat Konsep Co-Creationship

Proses adaptasi novel Na Willa ke dalam bentuk audio visual dilakukan dengan komitmen yang luar biasa terhadap keaslian cerita. Keterlibatan penulis novel, Reda Gaudiamo, disebut tim produksi sebagai cocreationship, bukan sekadar hubungan yang mengoreksi naskah. Sinergi antara tim kreatif dan penulis mengalir sedemikian rupa sehingga rasanya seperti cerita itu sudah pernah dialami.

"Kita tuh bilangnya eh we're not having a relationship with Bureda tapi kita memiliki cocreationship dengan Bu Reda," tutur Anggia.

Keterlibatan Reda meluas hingga detail-detail kecil. Ia banyak menuntun tim mengenai keakuratan dialog dan detail dunia era 1960-an. Reda bahkan membagikan moodboard yang ia miliki saat menulis, sehingga rasa-rasanya sama dengan apa yang ada di kepala tim kreatif.

Reda sang penulis mengaku senang dengan proyek tersebut karena merasa Na Willa berada di tangan yang tepat. Apalagi, Ryan berjanji akan sangat menjaga Na Willa dan akan mengusahakan apa yang membuatnya jatuh cinta pada bukunya agar hadir di film. 

Literasi, Keberagaman, dan Benang Merah Lintas Generasi

Untuk memastikan pengembangan karakter dan dunianya tidak terlalu padat, Ryan memutuskan bahwa film ini hanya akan berfokus pada buku pertama. Selain Reda, Cecilia Hidayat, ilustrator buku aslinya, juga dilibatkan dalam proses produksi untuk mengejawantahkan imajinasi anak kecil yang kaya ke dalam dunia nyata.

Na Willa tidak hanya bertujuan menghibur, tetapi juga memperkuat literasi dan diskusi keluarga. Buku Na Willa diketahui sudah digunakan sebagai bahan bacaan wajib di beberapa sekolah, misalnya di Sekolah Kembang. 

"Mencari buku yang untuk dikembangkan jadi pembelajaran itu harus yang sederhana tapi juga punya kompleksitas di dalamnya," Inez, guru sekolah Kembang.

Guru-guru menggunakan konteks berlapis di dalam buku untuk mengembangkan pembelajaran. Sebagai contoh, adegan Na Willa berbelanja di Cik Min digunakan untuk belajar matematika. Selain itu, ketika Na Willa mendapatkan kata-kata yang tidak baik dari temannya, ini menjadi pembahasan tentang keragaman manusia.

"Waktu Na Willa dapat kata-kata tidak baik dari temannya gitu ya, itu jadi pembahasan tentang keragaman," tutur Inez. 

Film ini diharapkan dapat mempererat ikatan keluarga, membuat anggota keluarga dapat meluangkan waktu untuk berbincang. Film ini hadir sebagai momen yang bisa merekatkan keluarga di tengah kesibukan masing-masing.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |