Museum Agung Mesir Dibuka Penuh di Dekat Piramida Giza, Dibangun Selama 2 Dekade dengan Biaya Rp16,7 Triliun

Liputan6.com, Jakarta - Setelah dinanti selama dua dekade, Museum Agung Mesir (GEM) akhirnya resmi dibuka di dekat Piramida Giza yang terkenal dengan upacara meriah pada Sabtu, 1 November 2025. Museum tersebut dibangun selama lebih dari dua dekade dengan biaya USD1 miliar (sekitar Rp16,7 triliun), sebagian besar merupakan pinjaman dari Jepang.

Oleh pejabat setempat, museum itu digadang-gadang sebagai museum terbesar di dunia yang didedikasikan untuk satu peradaban. "Kita sedang menulis babak baru sejarah masa kini dan masa depan dalam kisah bangsa kuno ini," ujar Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi pada acara pembukaan, dikutip dari ABC News, Kamis (6/11/2025).

Museum tersebut dibuka sebagian tahun lalu, tapi pembukaan resminya baru berlangsung akhir pekan lalu. Peresmiannya dimeriahkan dengan pertunjukan cahaya dan musik yang memukau di luar museum, dengan layar-layar besar yang menampilkan monumen-monumen kuno Mesir.

Para penari dengan kostum firaun yang penuh hiasan—dimahkotai hiasan kepala emas dan memegang tongkat kerajaan—tampil diiringi orkestra internasional, sementara kembang api dan drone yang menggambarkan dewa-dewa kuno menerangi langit. Pemerintah Mesir menetapkan hari libur umum, menerbitkan koin emas dan perak peringatan, serta mencetak perangko khusus untuk memperingati peristiwa tersebut.

Sementara, acara itu ditonton sejumlah pejabat tinggi dari sekitar 80 negara, di antaranya Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier, Perdana Menteri Belanda Dick Schoof, Raja Spanyol Felipe VI, dan Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis. Turut hadir pula Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Menteri Kebudayaan Arab Saudi Badr bin Abdullah, dan para putra mahkota Oman dan Bahrain.

Dengan luas hampir 24.000 meter persegi ruang pameran permanen—kira-kira seukuran empat lapangan sepak bola—Museum Agung Mesir menyimpan sekitar 57.000 artefak. Fasilitas ini juga mencakup museum anak-anak dan apa yang digambarkan oleh para pejabat sebagai pusat konservasi terbesar di Timur Tengah.

Di dalamnya juga berisi koleksi lengkap harta karun emas Raja Tutankhamun yang teah lama dinantikan. Lebih dari 5.000 artefak milik "Raja Muda" -- termasuk topeng pemakaman emasnya yang ikonis -- akan dipamerkan secara utuh untuk pertama kalinya sejak makam tersebut ditemukan pada 1922.

Sebelumnya, koleksi itu dipamerkan di Museum Mesir yang sempit dan berusia seabad di pusat kota Kairo. Beberapa benda bahkan masih terkunci di gudang.

Setelah upacara tersebut, Sisi ditampilkan di televisi saat mengajak para tamu berkeliling aula Raja Tutankhamun yang luas dan terang benderang, yang diungkap di TV untuk pertama kalinya.

"Yang membedakan ini bukan hanya koleksi lengkapnya, tetapi bagaimana ia disajikan -- sebagai narasi kehidupan dan pemerintahan raja, bukan sebagai objek yang berdiri sendiri, dan tanpa gangguan visual," ujar Direktur Museum Ahmed Ghoneim.

Museum ini menggunakan teknik tampilan modern, termasuk augmented reality dan mixed reality, simulasi digital, dan penceritaan imersif, dengan AI yang akan segera diintegrasikan. Tujuannya adalah untuk memperkenalkan kembali Mesir kuno dengan cara yang dinamis dan menarik.

"Ini merupakan pernyataan kekuatan lunak Mesir dan kemampuannya untuk memanfaatkan sejarah dan budaya guna meningkatkan reputasi globalnya," tambah Ghoneim.

Di antara sorotan lainnya adalah pameran perahu surya Firaun Khufu, yang ditemukan terkubur di dekat Piramida Agung pada 1954. Perahu kayu itu kembar dengan yang pertama berusia 4.600 tahun dengan panjang 42 meter, kini dipamerkan. Perahu kembar kedua akan direstorasi dan direkonstruksi dari hampir 1.700 potongan kayu di hadapan pengunjung selama tiga tahun ke depan.

Pengunjung yang memasuki museum akan disambut patung Raja Ramses II berusia 3.200 tahun dan setinggi 11 meter, yang berdiri selama beberapa dekade di Lapangan Ramses di pusat Kairo sebelum dipindahkan ke rumah barunya di dekat museum pada 2006.

Dari atrium pusat, Tangga Agung—sebuah tangga setinggi enam lantai yang dipenuhi sekitar 60 artefak monumental termasuk patung, sarkofagus, kolom, dan stela—berpuncak pada pemandangan tiga piramida Giza yang terkenal. Ke-12 galeri utama menelusuri sejarah Mesir dari prasejarah hingga era Yunani-Romawi, mengeksplorasi tema-tema masyarakat, kerajaan, dan kepercayaan.

"Desain museum ini dirancang untuk berdialog dengan skala dan presisi matematis piramida," kata Roisin Heneghan, salah satu pendiri Heneghan Peng Architects, firma Irlandia di balik desain tersebut.

Ia menerangkan bahwa geometri ruang dirancang agar selaras dengan posisi piramida, dengan dindingnya memancar keluar untuk bertemu dengan masing-masing dari ketiga piramida dan atapnya miring ke atas pada sudut tertentu untuk bertemu dengan titik tertingginya.

"Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah banyak artefak ini akan ditampilkan bersama, jadi penting bahwa desainnya bekerja untuk memperkuat hubungan ini dengan tempat tersebut dan menghormati sejarah Mesir kuno yang kaya," ujarnya kepada ABC News.

Para pengembang meletakkan batu pertama untuk museum ini pada 2002, tetapi konstruksinya baru dimulai pada 2005. Pekerjaan kemudian terhambat oleh Arab Spring pada 2011 dan baru dilanjutkan sepenuhnya pada 2016.

Proyek ini merupakan inti dari strategi Mesir untuk meningkatkan sektor pariwisata vitalnya yang menjadi sumber utama devisa. Pemerintah bertujuan untuk menggandakan jumlah wisatawan dari rekor 15,7 juta pada 2024 menjadi 30 juta pada 2030.

"GEM diperkirakan akan menarik lima juta pengunjung setiap tahunnya," kata Menteri Pariwisata dan Purbakala Mesir, Sherif Fathy. Pameran akan terus bertambah seiring waktu.

Di Indonesia, museum dan cagar budaya kini terus dibenahi agar bisa menarik lebih banyak pengunjung. Minat kunjungan pun mulai meningkat, terutama ke Museum Nasional Indonesia yang mencetak rekor pengunjung 12.735 orang dalam satu hari, pada Sabtu, 28 Desember 2024).

"Rekor pengunjung Museum Nasional hari ini (28 Desember) mencapai 12.735 orang menunjukkan tingginya minat masyarakat mempelajari sejarah dan memahami asal-usul manusia," ujar Menteri Kebudayaan Fadli Zon dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 29 Desember 2024, dikutip dari Antara.