Membongkar Jaringan Pemburu Liar Bersenjata di Taman Nasional Gunung Merbabu yang Bunuh Kijang dan Rusa

2 weeks ago 29

Liputan6.com, Jakarta - Taman Nasional Gunung Merbabu yang merupakan kawasan konservasi tak sepenuhnya aman dari pemburu liar. Setidaknya tiga tersangka, berinisial AS (30), SS (44), dan S (61), tertangkap polisi hutan pada 12 Desember 2024.

Mereka ditangkap saat berada di dalam kawasan konservasi Merbabu dengan barang bukti dua ekor kijang (Muntiacus muntjak) yang telah mati beserta senjata yang digunakan. Penyelidikan berlanjut dengan penangkapan JW yang disebut sebagai pengendali lapangan/perantara senjata pada 24 Agustus 2025 di Kabupaten Semarang.

Saat ditangkap, petugas menemukan barang bukti satu pucuk snejata tipe PCP kaliber 5,3 mm yang disembunyikan. Berdasarkan rilis yang diterima Lifestyle Liputan6.com, perkara kasus perburuan liar di Gunung Merbabu itu kini dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang melalui surat P-21 tertanggal 21 Oktober 2025.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 40A ayat (1) huruf d jo Pasal 21 ayat (2) huruf a UU No. 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda hingga Rp5 miliar. Penerapan pasal ini menegaskan bahwa perburuan satwa liar di kawasan konservasi adalah kejahatan serius, bukan pelanggaran ringan.

"Satwa buru seperti kijang dan rusa punya fungsi ekologis sebagai penyeimbang populasi dan rantai pakan. Kalau satu mata rantai hilang karena perburuan, bentang ekosistem di Merbabu ikut terganggu," kata Kepala Balai Taman Nasional Gunung Merbabu Anggit Haryoso, Senin, 10 November 2025.

Pengusutan Asal-usul Senjata Api Ilegal di Kasus Perburuan Liar

Sementara, Kepala Balai Penegakan Hukum Kehutanan Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabalnusra), Aswin Bangun menyatakan dengan lengkapnya berkas perkara dan telah diserahkannya tersangka beserta barang bukti kepada jaksa, pihaknya ingin menegaskan bahwa penegakan hukum di kawasan konservasi tidak berhenti di penangkapan awal saja.

"Perburuan liar yang sudah memakai senjata dan masuk ke taman nasional harus selesai di pengadilan," katanya. 

Pihaknya juga berkoordinasi dengan Polri untuk mengusut asal-usul senjata yang dipakai dalam perburuan ini. Ia berpendapat penggunaan senjata api ilegal dalam kasus tersebut tidak bisa dipandang semata dari sisi konservasi, tapi juga dari aspek keamanan secara umum karena berpotensi digunakan untuk kejahatan serupa dan kejahatan kriminal lainnya.

"Kami bekerja sama dengan kepolisian untuk memastikan apakah ada jaringan peredaran senjata ilegal yang turut memperkuat praktik perburuan liar di kawasan konservasi," ucapnya.

Minta Hakim Beri Efek Jera

Aswin menyatakan berdasarkan arahan Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, serta kebijakan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dan Wakil Menteri Kehutanan Rohmat Marzuki, pihaknya memastikan bahwa setiap kejahatan di kawasan konservasi harus tuntas sampai penuntutan.

"Polanya jelas: pemburu lapangan ditindak, penyedia senjata ditelusuri, dan kalau ada pihak yang memesan atau menampung satwa, akan kami kejar. Ini bagian dari penegakan hukum berlapis agar kawasan konservasi seperti Merbabu benar-benar aman dan tidak jadi arena perburuan," katanya. 

"Kami berharap majelis hakim dapat menjatuhkan putusan yang tegas, proporsional dan berkeadilan agar dapat menimbulkan efek jera dan kasus perburuan di Taman Nasional Gunung Merbabu tidak berulang," imbuh dia.

Di sisi lain, Kepala Balai TN Gunung Merbabu akan meningkatkan patroli, memetakan titik rawan masuk pemburu, dan menggandeng masyarakat sekitar untuk pelaporan dini. "Kami akan meningkatkan patroli penjagaan sebagai bagian dari upaya menjaga integritas kawasan konservasi dan melindungi flora serta fauna yang menjadi kekayaan hayati bangsa Indonesia," ucap Anggit.

Praktik Perburuan Liar di TN Meru Betiri

Praktik perburuan liar juga terjadi di Taman Nasional Meru Betiri. Petugas gabungan dari Balai Penegakan Hukum Kehutanan (Gakkum) Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabalnusra) dan Balai Taman Nasional Meru Betiri menangkap pria berinisial SI pada Rabu, 11 Juni, 2025, sekitar pukul 14.11 WIB di kawasan hutan TN Meru Betiri. Dari tangannya, disita barang bukti berupa daging hasil buruan yang disimpan dalam kantong plastik putih.

Penangkapan bermula saat petugas Polisi Kehutanan (Polhut) Taman Nasional Meru Betiri berpatroli rutin di dalam kawasan hutan. Tim patroli mencurigai gerak-gerik seorang pengendara motor yang melintas di jalur tidak resmi dalam kawasan hutan sebelum akhirnya ditangkap

Tim patroli kemudian menyisir dan menemukan beberapa jerat aktif yang masih terpasang di jalur lintasan satwa, memperkuat dugaan bahwa area tersebut merupakan titik rawan aktivitas perburuan liar. Dari hasil pemeriksaan awal, petugas mengamankan sebanyak 53 kilogram daging satwa liar yang diduga kuat berasal dari hasil perburuan ilegal.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |