Kolaborasi Spesial Element dan Karin.Kemayu, Saat Musik dan Sastra Berkawin Mengangkat Isu Anak Berkebutuhan Khusus

Liputan6.com, Jakarta - Kolaborasi antar-musisi sudah biasa, tapi apa jadinya bila kolaborasi dijalin antara musisi dan penulis novel? Hal itu terwujud dalam 'perkawinan' nada dan sastra di bawah payung 'proyek lintas media' yang dirilis pada Senin, 10 November 2025. Pelakunya adalah grup band Element dan penulis novel Karin.Kemayu.

Terobosan unik di industri kreatif Indonesia itu mengusung tujuan besar bersama, yakni menjadi 'media untuk meliterasi masyarakat', khususnya terkait isu anak berkebutuhan khusus. "Novel nih sesuatu yang baru yang mungkin belum pernah kita lakuin selama berkarya. Mungkin biasanya kita dengan film, ini suatu langkah baru aja... dan ada pesan di dalamnya," ujar Didi Riyadi, drummer Element dalam jumpa pers di Jakarta.

Dengan menyajikan musik yang bukan hanya sekadar nada dan lirik, tetapi sebuah media yang "ada pesan di dalamnya", Element berharap dapat berkontribusi pada isu sosial yang diangkat Karin.Kemayu. Sang penulis berencana membuat trilogi Bukan Sekadar Cinta yang didukung dua lagu soundtrack, salah satunya berjudul Cinta Tak Terbatas yang dibawakan Element.

Dalam proses kreatif, Didi mengungkapkan bahwa ia hanya membuat notasi, sementara liriknya digarap Kemayu. Hal yang sama berlaku pula untuk lagu Teman Hidup yang dilantunkan Vitalia.

"Dia (Kemayu) punya pemikiran sendiri bahwa karyanya dia tuh kayaknya enggak cocok kalau dibawakan sama mungkin yang usianya masih muda dan kebetulan karena saya sepantaran dan saya memang seorang ibu bahkan saya punya cucu sekarang," tutur Vitalia. "Sekaligus ini adalah menjadi kayak pintu buat saya untuk masuk lagi ke industri musik Indonesia."

Novel fiksi Bukan Sekedar Cinta adalah karya pertama dari rencana trilogi, berisi 683 halaman setelah melalui proses penyuntingan dari draf awal yang mencapai 900 halaman. Karin selaku penulis memerlukan satu tahun untuk menuntaskannya.

Tema novelnya didasarkan pada pengalaman hidupnya sebagai ibu dari anak laki-laki berkebutuhan khusus berusia 21 tahun bernama Dito. Sementara, novel itu diangkat dari kacamata seorang ibu tunggal dengan segala problematika kehidupannya.

Novel itu mengisahkan pertemuan cinta sejati antara anak neurodivergent dengan laki-laki yang "bukan ayahnya". Kemayu menyebut peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan perilaku dan pola hidup anak autis dalam novel adalah "nyata", sementara tokoh-tokoh lainnya adalah fiktif.

"Aku pengin bilang kalau true love is not only by blood. Yang dia punya hanya frekuensi ketulusan," kata Kemayu.

Pesan utama yang ingin disampaikannya lewat karya tersebut adalah pentingnya peran ayah dalam pertumbuhan 'anak biru' - istilah yang dipilihnya untuk mewakili dan melambangkan anak-anak spesial di dunia. Menurut Kemayu, anak biru membutuhkan sosok yang "lebih kuat" untuk mengatasi "badai" atau tantrum, kekuatan yang bukan hanya fisik, tetapi juga kekuatan cinta, kasih, dan kesabaran.

Tantangan terbesar dalam menulis novel ini adalah "kejujuran". Kemayu harus berani mengakui kelemahannya, bahwa ia tidak bisa meng-handle anak ini sendiri sebagai seorang ibu tunggal. 

"Aku harus jujur mengakui kelemahan aku kan. Padahal di luar sana semua ibu tunggal bilang I'm strong, I can do it myself. Tapi aku harus akuin enggak bisa," tutur Kemayu.

Kisah Kemayu menghadirkan empati dari Element lantaran sebagian besar anggotanya memiliki kedekatan personal dengan isu anak berkebutuhan khusus. Element menyatakan mereka sangat peduli dan setuju mendukung proyek yang membantu sosialisasi bahwa anak-anak biru adalah "bagian dari kehidupan" dan tidak boleh dibeda-bedakan.

Ferdi Element, misalnya, bersama istrinya mendirikan Baraka Foundation tiga tahun lalu, sebuah yayasan yang menggalang dana secara pribadi untuk merawat anak spesial, yang namanya diambil dari nama keponakan mereka. Yayasan itu dilatari pemikiran Ferdi untuk menjaga anak-anak spesial jika orangtua mereka tidak ada.

Anggota lain, Adit, sejak kecil menemani adiknya, Arya, juga anggota Element, karena didiagnosa mengidap Asperger, salah satu strata kebutuhan khusus. Adit menceritakan bahwa Arya saat SD hanya memiliki satu teman karena sulit berinteraksi, dan ia harus menciptakan "lingkungan yang membuat dia nyaman" agar Arya bisa berkembang. 

Proyek lintas media ini tidak hanya menghasilkan novel dan lagu, tetapi juga visualisasi yang unik untuk menyampaikan pesan universal lagu Cinta Tak Berbatas. Element merilis music video storytelling yang dapat disaksikan di YouTube. 

Walaupun lirik lagu Element secara garis besar adalah tentang "love is everything", video klip ini dibuat untuk mengimplementasikan antara novel dan soundtrack, memastikan penonton Element memahami bahwa lagu ini bercerita tentang dunia Anak Biru. Video klip tersebut disajikan dalam bentuk komik yang divisualisasikan.

Proses pembuatannya melibatkan dua gadis Gen Z berusia 19 tahun, Victoria dan Karin. Element menekankan bahwa visualisasi ini bukan menggunakan Artificial Intelligence (AI) atau teknologi sejenis, melainkan "gambar tangan" menggunakan pensil. 

Sketsa kasar digambar dengan tangan dan pensil, kemudian didigitalisasi dan digerakkan. Proses ilustrasinya memakan waktu sekitar dua bulan. Untuk membuat pergerakan visualisasi yang koheren, Victoria dan Karin harus bekerja sama membuat "ratusan lebih" layer animasi.

"Awalnya, kita gambar dengan tangan secara manual, setelah itu baru di animasi dibuat bergerak gitu menggunakan gambar digital," ucap Victoria.

Selain format fisik novel dan musik, proyek ini juga tersedia dalam bentuk audiobook. Versi audiobook ini sudah ada satu bagian yang dapat didengarkan melalui platform Spotify yang menargetkan mereka yang mager membaca buku.