Liputan6.com, Jakarta - Balai Penegakan Hukum Kehutanan Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabalnusra) Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengungkap praktik perdagangan satwa dilindungi yang dilakukan melalui media sosial.
Dalam operasi gabungan bersama Balai KSDA Jawa Tengah dan Polres Brebes, seorang pelaku berinisial RG (23) ditangkap di rumahnya yang berlokasi di Dusun Kebogadung, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Sabtu, 19 Juli 2025, merujuk rilis pada Lifestyle Liputan6.com, baru-baru ini.
RG dituduh aktif mempromosikan dan menjual satwa-satwa dilindungi melalui akun TikTok dan Facebook-nya. Saat ditangkap, petugas mengamankan satu ekor elang jawa (Nisaetus bartelsi)─yang dijuga dikenal sebagai burung garuda, satu ekor elang brontok (Nisaetus cirrhatus), satu ekor alap-alap layang (Falco cenchroides), dan sembilan ekor anakan elang tikus (Elanus caeruleus).
Saat ini, RG telah ditahan di Rutan Polres Brebes untuk menjalani proses penyidikan lebih lanjut. Perdagangan satwa liar kini menyasar ruang digital, seperti TikTok dan Facebook. Modus ini dinilai sebagai bentuk baru dari kejahatan konservasi.
Media Sosial Jadi Sarana Baru Kejahatan Konservasi
"Perdagangan satwa melalui media sosial, seperti TikTok, merupakan bentuk evolusi dari modus kejahatan konservasi. Para pelaku tidak lagi bergerak secara konvensional, melainkan membentuk jaringan tersembunyi yang menyasar pasar digital," sebut Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Jabalnusra, Aswin Bangun, dalam keterangannya.
Ia menyambung, "Ini membutuhkan pendekatan penegakan hukum yang tidak hanya teknis-taktis, tapi juga adaptif terhadap perkembangan teknologi."
RG dijerat dengan berbagai pasal hukum, yaitu Pasal 40A Ayat (1) huruf d Jo. Pasal 21 ayat (2) huruf a, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2024, serta PP No. 7 Tahun 1999 dan Permen LHK No. P.106 Tahun 2018. Ancaman hukumannya mencakup pidana penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.
Penangkapan ini merupakan langkah awal untuk menghentikan perdagangan ilegal satwa dari sumbernya, sekaligus memberi peringatan keras bagi pelaku yang menyalahgunakan platform digital untuk kejahatan konservasi.
Elang Jawa Jadi Simbol Negara
Salah satu barang bukti yang disita dari tangan RG adalah Elang Jawa (Nisaetus bartelsi), satwa endemik Indonesia yang dijuluki burung garuda. Status elang jawa sangat dilindungi karena populasinya terancam punah. Satwa ini termasuk dalam Appendix I CITES dan kategori Kritis (Critically Endangered), menurut IUCN.
Kepala Balai KSDA Jawa Tengah, Darmanto, menegaskan bahwa elang jawa tidak hanya penting secara ekologis, tapi juga simbolik. "Elang Jawa bukan hanya spesies yang dilindungi secara hukum, tapi juga memiliki nilai simbolis sebagai identitas nasional yang tercermin dalam lambang negara: burung garuda."
"Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya pengawasan dan edukasi berkelanjutan pada masyarakat agar pemeliharaan dan perdagangan satwa tidak dilakukan secara ilegal," ujarnya.
Darmanto juga mengapresiasi kerja tim gabungan. "Koordinasi lintas lembaga yang seperti ini jadi fondasi penting dalam menjamin keselamatan spesies langka yang terancam punah," tambahnya. Komitmen menjaga keanekaragaman hayati tidak bisa dijalankan sendiri, tapi butuh keterlibatan semua pihak.
Perkuat Penegakan Hukum Lingkungan
Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Jabalnusra, Aswin Bangun, menegaskan bahwa penangkapan pelaku perdagangan satwa liar dilindungi merupakan bagian dari mandat nasional dalam melindungi keanekaragaman hayati Indonesia.
"Kami menjalankan mandat penuh untuk menindak tegas kejahatan terhadap keanekaragaman hayati sesuai visi kedaulatan sumber daya alam dan penegakan hukum yang kuat," ungkap dia.
Aswin juga memastikan bahwa penegakan hukum akan terus diperkuat, terutama terhadap spesies prioritas. "Kami menjalankan mandat penuh untuk menindak tegas kejahatan terhadap keanekaragaman hayati, khususnya terhadap spesies prioritas, seperti elang jawa, sesuai visi kedaulatan sumber daya alam dan penegakan hukum yang kuat," tambahnya.
Kementerian Kehutanan juga mengimbau masyarakat untuk tidak terlibat dalam kepemilikan atau perdagangan satwa yang dilindungi. Kolaborasi lintas sektor jadi kunci penting dalam menjaga kelestarian spesies langka agar terhindar dari ancaman kepunahan.