Liputan6.com, Jakarta - Dampak perubahan iklim kian terasa dari hari ke hari. Salju dan gletser di Pegunungan Alpen Prancis misalnya, mencair lebih cepat akibat gelombang panas Juni 2025. Kekurangan air pun membayangi tepat sebelum musim pendakian turis musim panas dimulai.
"Semuanya telah mengering," kata Noemie Dagan, yang merawat suaka margasatwa Selle, yang terletak di ketinggian 2.673 meter di Ecrins, pegunungan yang diapit oleh dua puncak megah, mengutip AFP, Rabu (23/7/2025).
Lapangan salju yang biasanya memasok air ke chaletnya yang berkapasitas 60 tempat tidur kini "terlihat seperti yang kita perkirakan akan terjadi pada akhir Juli atau awal Agustus", ujarnya. "Kita hampir sebulan lebih awal dalam hal pencairan salju."
Suaka margasatwa pegunungan itu tidak memiliki tangki air, mereka bergantung sepenuhnya pada air yang mengalir dari gunung. Jika airnya habis, tempat penampungan tersebut harus ditutup. Itu pernah terjadi pada pertengahan Agustus 2023 dan kemungkinan terjadi lagi sangat besar.
Solusi cadangan Dagan untuk menghindari skenario seperti itu termasuk pipa plastik sepanjang satu kilometer yang dipasang dengan susah payah untuk menampung air dari gletser terdekat di dekat Pic de la Grave. Namun, lereng tempat pipa itu dipasang curam, tidak stabil, dan rentan terhadap badai yang semakin dahsyat yang merusak pegunungan tersebut.
Dampaknya Lebih Parah di Pegunungan Alpen
Selama 15 tahun bekerja di sektor itu, Dagan telah menyaksikan "metamorfosis" pegunungan dan gletser yang menjadi "menara air kami". "Pada dasarnya, kami adalah penjaga yang telah melihat apa yang akan terjadi," ujarnya.
Thomas Boillot, seorang pemandu gunung setempat, mengaku 'sama sekali tidak pernah terlintas dalam pikiran' bahwa suatu hari nanti melihat masalah pasokan air yang memengaruhi tempat perlindungan gunung. Namun, kasus-kasus seperti itu telah meningkat dan ia memprediksi akan lebih banyak lagi terjadi.
Beberapa padang salju yang dulu dianggap abadi kini mencair di musim panas, curah hujan semakin berkurang, dan gletser berubah bentuk saat mencair - faktor-faktor yang berpadu mengganggu pasokan air untuk chalet. "Dulu air datang melalui gravitasi dari cadangan salju dan es yang lebih tinggi, tetapi di masa mendatang air tersebut harus dipompa dari bawah," ujarnya.
Para ilmuwan mengatakan bahwa dampak perubahan iklim di Pegunungan Alpen hampir dua kali lebih parah daripada di seluruh dunia. Mereka memperingatkan bahwa hanya sisa-sisa gletser saat ini yang kemungkinan masih ada pada 2100 -- jika gletser tersebut belum hilang sepenuhnya pada saat itu.
Dampak Brutal Gelombang Panas
Cuaca tahun ini juga berbahaya bagi 1.400 gletser di negara tetangga Swiss, di mana pihak berwenang melaporkan bahwa salju dan es yang terakumulasi telah mencair lima hingga enam minggu lebih awal dari biasanya. "Brutal" adalah istilah yang digunakan Xavier Cailhol, seorang mahasiswa PhD ilmu lingkungan dan pemandu gunung, untuk menggambarkan dampak gelombang panas yang ia saksikan dalam perjalanannya baru-baru ini ke pegunungan Mont Blanc, gunung tertinggi di Eropa Barat.
"Saya mulai bermain ski di Mont Blanc pada bulan Juni dengan salju bubuk setebal 40 sentimeter. Saya akhirnya sampai di gletser yang benar-benar gundul, bahkan setinggi Puncak Midi, di ketinggian 3.700 meter," ujarnya.
Lapisan salju membantu melindungi es di bawahnya dengan memantulkan sinar matahari, ujarnya. "Di atas ketinggian 3.200 meter, kondisinya lebih kering daripada yang pernah kami lihat sebelumnya," katanya. "Ini cukup mengkhawatirkan untuk sisa musim panas."
Contohnya adalah percepatan pencairan Gletser Bossons, lidah es raksasa yang menghadap ke lembah sebelum Chamonix. Pencairan ini dimulai dengan "petak kerikil" yang membesar, dan "sebenarnya mempercepat pencairan di lokasi tersebut" karena warnanya yang gelap menyerap lebih banyak panas. "Itu sebuah simbol," kata Cailhol.
Resor Ski Jadi Trek Sepeda Gunung
Pencairan gletser dan salju juga pengaruhi bisnis resor-resor ski di wilayah Alpen, Austria. Seiring mencairnya salju, mereka mengalihkan fokus target kunjungan dari para pemain ski ke pengendara sepeda gunung.
Leogang-Saalbach adalah salah satu dari banyak resor Alpen yang mengandalkan aktivitas cuaca hangat karena meningkatnya suhu dan berkurangnya salju. Pengendara sepeda gunung dari seluruh Eropa berbondong-bondong ke wilayah Salzburg di Austria barat untuk berlomba menuruni lereng curam.
"Sungguh luar biasa. Gunung dan lereng seperti itu, kami tidak memilikinya di Estonia," kata Jonas Ritson, pengendara sepeda gunung berusia 51 tahun tentang negara asalnya sebelum memulai jalur menurun, dikutip dari AFP, Minggu, 21 Juli 2024.
Sejak pandemi, signifikansi musim panas bagi perekonomian 'sedikit melebihi' musim dingin di negara tersebut, kata Oliver Fritz, ekonom senior di Institut Penelitian Ekonomi Austria (WIFO). Biasanya, musim panas dan musim dingin menyumbang sekitar setengah pendapatan tahunan industri pariwisata.
Namun setelah pandemi, Fritz menilai persentasenya didominasi mengarah pada musim panas, dengan musim hangat pada 2023 menghasilkan lebih dari setengah dari 29,5 miliar euro (sekitar Rp521 triliun) yang dihasilkan sektor pariwisata. Pasalnya, durasi musim dingin makin pendek.