Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) resmi meluncurkan Gerakan Aksi untuk Lingkungan dan Solusi Sampah alias GAUL'S. Gerakan ini menyasar anak muda sebagai penggerak utama dalam upaya pengelolaan sampah berkelanjutan.
Peluncuran kegiatan tersebut dilakukan di Danau Sunter, Jakarta Utara, bertepatan dengan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB). Lebih dari seribu peserta hadir, mulai dari Saka Kalpataru, pelajar sekolah Adiwiyata, Karang Taruna, pelaku usaha, hingga petugas kebersihan, merujuk rilis pada Lifestyle Liputan6.com, baru-baru ini.
Gerakan ini muncul dari keprihatinan atas memburuknya kondisi lingkungan, terutama krisis sampah yang belum bisa teratasi secara optimal. Saat ini, Indonesia memproduksi lebih dari 34 juta ton sampah per tahun, dan sekitar 40 persen di antaranya tidak dikelola dengan baik.
Di Jakarta saja, jumlah produksi sampah mencapai angka 3,17 juta ton per tahun. Inspektur Utama KLH, Winarto, menekankan bahwa angka-angka tersebut bukan hanya statistik semata, tapi juga pengingat bahwa kita sedang menghadapi darurat lingkungan yang sesungguhnya.
Sasar Generasi Muda
Berdasarkan data BPS tahun 2023, lebih dari 58 persen penduduk Jakarta berada dalam rentang usia 15–34 tahun. Artinya, ada lebih dari separuh penduduk yang merupakan generasi muda.
Maka itu, KLH melihat mereka sebagai agen perubahan paling potensial dan krusial. Secara general, GAUL'S mengajak anak muda untuk aktif memilah sampah, mengurangi plastik, serta mengubah gaya hidup sehari-hari jadi lebih bertanggung jawab.
Lewat kegiatan ini, peserta juga diedukasi dan diberi alat pendukung, seperti biopori, tong sampah pilah, dan sesi pelatihan lingkungan. Gerakan GAUL'S juga menyoroti isu eco-anxiety, yaitu rasa cemas anak muda terhadap masa depan lingkungan.
Alih-alih terjebak dalam kekhawatiran berlebih, mereka diajak mengubah kecemasan jadi energi aksi melalui program ini. "Jangan biarkan kekhawatiran membuat kalian merasa tidak berdaya. Alihkan rasa cemas itu menjadi kekuatan," kata Winarto saat menyampaikan pidato pembukaan.
Proklim Lestari Sunter Sebagai Model yang Relevan
Untuk menutup rangkaian kegiatan, KLH mengunjungi Program Kampung Iklim (Proklim) Lestari di RW 01 Sunter Jaya, Jakarta Utara. Lokasi ini dianggap sebagai contoh yang relevan karena berhasil menerapkan praktik mitigasi dan adaptasi iklim berbasis masyarakat.
Di sana, masyarakat sukses menjalankan berbagai inisiatif, seperti rumah edukasi komposter, bank sampah, serta industri roster ramah lingkungan. Semua produk tersebut hadir sebagai bentuk kolaborasi warga yang menunjukkan potensi komunitas dalam menjawab tantangan iklim secara nyata.
Menteri Lingkungan Hidup (MenLH), Hanif Faisol Nurofiq, dalam pidato tertulisnya menggarisbawahi pentingnya menghidupkan kembali nilai-nilai kearifan lokal dan prinsip "bersih itu sehat" dalam pengelolaan sampah. Ia juga menyampaikan bahwa budaya Betawi memiliki akar kuat dalam upaya menjaga lingkungan melalui aksi kolektif masyarakat.
Pendekatan ini perlu diberdayakan kembali sebagai fondasi gerakan lingkungan modern, serta perwujudan semangat kebersamaan sebagai landasan penting gerakan masa kini. Hal ini penting supaya kepedulian terhadap lingkungan dapat tercipta di kehidupan sehari-hari.
Langkah Menuju Masa Depan Hijau
Sebagai wajah masa depan, generasi muda bukan hanya dianggap sebagai peserta semata, tapi juga didorong mengambil peran utama dan memimpin aksi perubahan.
Dengan kebiasaan sederhana, seperti memilah sampah, membawa botol minum sendiri, dan tidak menyisakan sampah makanan, dampak kolektif bisa tercipta dengan sendirinya. Langkah kecil yang dilakukan banyak orang akan membawa hasil besar di masa mendatang.
Dengan perubahan yang dimulai dari kebiasaan sehari-hari yang sering dianggap sepele inilah yang dapat jadi langkah awal perjuangan.
"Anak muda hari ini adalah penentu wajah Indonesia di masa depan. Jika kita ingin 2045 menjadi masa kejayaan, perjuangannya harus dimulai dari sekarang, serta dari kebiasaan kecil yang membentuk dampak besar," tutup Winarto dalam pidatonya.