Dinyatakan Tewas di Gunung Everest, Pendaki Australia Ditemukan Hidup dengan Baju Seadanya

3 weeks ago 26

Liputan6.com, Jakarta - Gunung Everest, puncak tertinggi di dunia, kembali menjadi sorotan di media sosial. Banyak pengguna berbagi informasi tentang bahaya zona kematian, area di ketinggian ekstrem di mana pendaki seringkali hilang dan tidak pernah terlihat lagi.

Melansir People, Rabu, 12 November 2025, pada 25 Mei 2006, Lincoln Hall, seorang pendaki veteran berusia 50 tahun, berada dalam situasi hidup dan mati. Rekan-rekan pendakinya telah berusaha tanpa lelah selama berjam-jam untuk menghidupkannya kembali. Namun, di ketinggian 28.000 kaki, di tengah "zona kematian" yang tidak kenal ampun, upaya mereka sia-sia.

Hall tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Mengambil keputusan yang sangat sulit, mereka akhirnya meninggalkannya. Sesuai prosedur dalam situasi ekstrem seperti itu, mereka mengambil perlengkapan pentingnya, termasuk tabung oksigen dan perlengkapan lainnya, karena berasumsi ia telah meninggal.

Ia dibiarkan sendirian di punggung bukit sempit yang berbahaya, terekspos suhu beku yang ekstrem. Kabar kematiannya segera disampaikan ke base camp, dan keesokan paginya, pada 26 Mei 2025, keluarganya di rumah menerima berita tragis bahwa Hall telah meninggal di Everest. Bagi semua orang yang terlibat, kisah Lincoln Hall telah berakhir dengan tragis di gunung tertinggi di dunia itu.

Pagi hari setelah Hall dinyatakan meninggal, pendaki lain bernama Dan Mazur (45), bersama seorang pemandu Sherpa dan dua pendaki lainnya, sedang dalam perjalanan menuju puncak. Tiba-tiba, mereka menemukan pemandangan yang tidak biasa. Terlihat Lincoln Hall, yang seharusnya sudah mati, duduk sendirian.

Kondisi Pendaki Everest Saat Ditemukan Hidup di Zona Kematian

Kondisinya sangat mengenaskan. Dia tidak mengenakan sarung tangan, topi, dan kacamata pelindung. Resleting baju insulasi atau down suit-nya bahkan terbuka. Mazur, yang berbicara kepada PEOPLE pada saat itu, menceritakan keterkejutannya.

"Kami tiba-tiba menemukannya. Dia hanya duduk di sana di tepi punggungan, dengan tebing di satu sisi yang memiliki jurang sekitar 8.000 kaki. Lengannya keluar dari baju dalamnya, hanya mengenakan atasan fleece tipis. Dia tidak punya topi, tidak punya sarung tangan, dan tidak punya kacamata. Tidak ada oksigen. Dia tidak punya peralatan dan dia hanya duduk di sana ternganga," katanya.

Menurut Mazur, Hall ditinggalkan seperti itu lantaran dianggap sudah mati. "Saya dengar mereka seperti menusukkan jari ke matanya dan dia tidak bergerak. Mereka mengira dia sudah mati."

Tapi, kepadanya, Hall sadar berkata bahwa dia pasti terkejut melihatnya di tempat itu. "Saya berkata, 'Ya, sobat, saya sangat terkejut melihatmu'."

Penemuan Hall mengubah total rencana tim Mazur. Namun, mereka tidak ragu sedikit pun. "Bagaimana Anda bisa begitu saja melewati seseorang seperti itu?" kata Mazur. "Dia duduk, mengangkat tangannya, berbicara kepada kami. Jika Anda melewati seseorang seperti itu, Anda akan masuk neraka, kawan, Anda akan masuk neraka!"

Upaya Penyelamatan di Tengah Halusinasi

Prioritas pertama adalah menstabilkan Hall. Mazur mencoba membuatnya mengenakan kembali perlengkapannya, tetapi Hall yang mengalami hipoksia (kekurangan oksigen parah), terus menolaknya. 

"Jarinya tampak seperti lilin. Beku sampai setengahnya. Semuanya berlilin, kuning. Suhunya sekitar minus 20 atau minus 30. Tapi tidak ada angin," kenang Mazur. 

"Saya bilang, 'Ulurkan tanganmu, kawan. Ini sarung tanganmu? Ayo pakai sarung tangan itu, man. Oke, di mana topimu? Ayo pakai topimu. Resleting jaketmu.' Dia seperti anak berusia 3 tahun."

Kekurangan oksigen di otaknya membuat Hall berhalusinasi parah. "Dia sepertinya mengira sedang berada di atas kapal," kata Mazur. "Dia terus mengatakan hal-hal seperti, Perjalanan kapal yang aneh ya kita di sini, dan wow, kalian juga ikut dalam perjalanan kapal ini?"

Tim penyelamat segera mengamankan Hall dengan mengaitkan harness-nya ke pasak salju Sherpa, memberinya kudapan cokelat, air, dan oksigen dari tangki cadangan mereka. Perlahan, Hall mulai terlihat lebih sadar dan bisa bergerak.

Pengorbanan Puncak dan Pemulihan Penuh

Setelah kondisi Hall sedikit membaik, tim Mazur melihat ada logo di jaketnya. Mereka berhasil mengidentifikasi base camp-nya dan segera menghubungi mereka melalui radio untuk memberitahukan bahwa Lincoln Hall masih hidup. 

Berita ini mengejutkan semua orang di base camp yang mengira mereka telah kehilangannya. Namun, penyelamatan ini harus dibayar mahal oleh tim dan Mazur.  Mereka terpaksa membatalkan upaya mencapai puncak Everest.

"Empat jam yang telah kami hilangkan membuatnya berisiko untuk melanjutkan," jelas Mazur. "Badai datang di sore hari, dan kami telah menggunakan banyak oksigen hanya dengan duduk di sana."

Meski gagal mencapai puncak, Mazur merasa rendah hati atas pengalaman tersebut. "Saya merasa hormat pada gunung dan pada situasi tersebut. Terkadang Anda merasa sekecil satu inci. Sangat kecil. Seperti anda hanyalah kacang polong kecil." 

Sementara itu, Lincoln Hall berhasil turun dari gunung hidup-hidup. Dia akhirnya pulih sepenuhnya, meskipun harus dirawat secara intensif oleh dokter karena radang dingin (frostbite) yang parah dan pembengkakan otak akibat penyakit ketinggian.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |