Dilema Luna Maya soal Brand Kosmetiknya, Ingin Pakai Kemasan Ramah Lingkungan tapi Masih Mahal

3 weeks ago 29

Liputan6.com, Jakarta - Tak hanya aktif di dunia hiburan, Luna Maya juga dikenal sebagai pebisnis yang salah satunya bergerak di bidang kecantikan. Jenama Nama Beauty yang didirikannya sejak 2019 itu belakangan ini membawa dilema dalam hidupnya. Penyebabnya karena kemasan produk kosmetik.

Berbicara di salah satu sesi talkshow Langkah Membumi Ecoground 2025, Minggu, 9 November 2025, Luna mengaku menghadapi dilema. Di satu sisi, ia ingin produknya menggunakan kemasan yang lebih ramah lingkungan, tetapi di sisi lain, hal itu berimbas pada harga jual produk yang tidak semua konsumen mampu mengaksesnya.

"Saya dilematis sebenarnya, saya punya usaha yang berkontribusi terhadap sampah. Pengennya, cari packaging yang menambah sampah atau gunakan dari hasil recycle atau apapun itu, tapi, mengganti packaging itu biayanya mahal sekali. Kalau skincare mahal, konsumen enggak mau beli," kata Luna. "Jadi bingung kita, ini masih seperti telur sama ayam," sambungnya.

Ia mengaku bersama timnya sudah mulai menjajaki penggunaan kemasan-kemasan yang lebih ramah lingkungan. Lewat beberapa pertemuan, ia mendapati kemasan yang 60 persen bahannya adalah hasil daur ulang. Hanya saja, setelah dihitung-hitung, harga kemasan itu belum masuk bujet produksi produknya.

Menurut dia, situasi saat ini belum mendukung sepenuhnya perubahan yang lebih ramah lingkungan, walau langkah penggunaan kemasan yang lebih bertanggung jawab sudah dimulai. "Dengan harga segini aja, orang teriak-teriak," keluhnya."Kemampuan pasar belum mendukung." 

Kontribusi Kecil Jenama Kosmetik Luna Maya

Meski begitu, Luna dan perusahaannya tak ingin berpangku tangan. Ia mengaku sudah mulai merintis jalan dengan menampung sampah kemasan produk kecantikan berbagai merek di tokonya.

"Saya ada toko di PIM, bisa buang di situ, gratis, dan kita ambil waste-nya. Itu bagian dari komitmen kami, langkah kecil untuk kontribusi terhadap lingkungan," kata Luna.

Di sisi lain, ia mendorong publik agar lebih sadar pentingnya memilih produk kecantikan dengan tidak sekadar berpatokan pada harga yang murah. "Mungkin perusahaan yang tidak menerapkan sustainability atau keberlangsungan bisa ditinggalkan, supaya mereka perusahaan menuju ke arah sana," imbuhnya.

Ia juga berharap pemerintah mengatasi masalah infrastruktur persampahan yang menghambat efektivitas pemilahan sampah yang dilakukan masyarakat. "Pemerintah ini butuh viral dulu, berisik dulu, baru ada perubahan... Jadi kalau kita kompak, serempak semuanya, meminta sesuatu yang urgent. Bukan hanya seribu orang, pasti ada solusinya," ucap Luna.

Pilah Sampah dari Rumah

Di rumahnya, Luna mengaku mendisiplinkan diri memilah sampah dan menggunakan jasa pengolahan sampah profesional untuk tindak lanjutnya. Itu dilakukan agar upayanya tidak jadi sia-sia. Pasalnya, layanan pengangkutan sampah konvensional masih kerap membuang sampah rumah tangga langsung ke TPA.

Kesadarannya akan masalah sampah dan lingkungan secara umum berkat didikan ibunya yang lama tinggal di Jerman. Karena itu, jika ia punya anak suatu sat nanti, dia akan mengajarkan hal tersebut kepada anaknya sejak dini. Pasalnya, ia ingin anaknya tinggal di lingkungan yang baik dan sehat.

"Itu harus dimulai dari rumah. Karena itu, saya apresiasi ibu-ibu yang bawa anak-anaknya ke sini (acara Langkah Membumi Ecoground) karena kalau dari kecil, lebih gampang nyerapnya," ujar Luna.

Beda cerita bila mengajarkan perubahan gaya hidup lebih ramah lingkungan pada orang dewasa. Mereka akan lebih sulit berubah, kecuali ada hal luar biasa berdampak pada mereka.

"Kalau enggak kena, enggak akan ada actionnya. Informasi ini membuat tidak menarik kecuali banjir sudah setinggi dada atau terkena longsor. Tapi, semestinya kita enggak nunggu banjir dulu, longsor dulu, baru semua berubah ya," ucapnya.

Proyek Waste to Energy

Sementara itu, mengutip kanal Bisnis Liputan6.com, PT Danantara Investment Management (Persero) (PT DIM) akan mulai melakukan tender proyek waste to energy (WtE), atau sulap sampah jadi listrik di tujuh kota/kabupaten pada 6 November 2025. Managing Director Investment Danantara Stefanus Ade mengatakan, tender ini jadi lelang batch pertama untuk proyek waste to energy.

Total akan ada 33 kota untuk proyek tersebut. "Mudah-mudahan 7-7 sudah siap, atau kalau enggak ya kita mulai dengan berapapun yang menurut kita memang lahannya sudah siap dan sampahnya memang cukup," ujarnya dalam sesi temu media di Wisma Danantara, Jakarta, Senin, 3 November 2025.

Kepastian kesiapan masing-masingnya kota/kabupaten akan dikaji lebih lanjut sesuai dengan mekanisme yang berlaku pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2025 tentang Penanganan Sampah Perkotaan melalui Pengolahan Sampah menjadi Energi Terbarukan Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Setiap proyek bernilai investasi antara Rp 2,3-3,2 triliun, tergantung lokasi, kapasitas, dan teknologi yang digunakan.

Kapasitas pengolahan sampah menjadi listrik ini lebih dari 1.000 ton per hari. Dengan harapan, setiap proyek WtE akan menjadi fasilitas modern dengan sistem pengelolaan tertutup, efisien, dan ramah lingkungan.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |