Liputan6.com, Jakarta - Praktik calo tiket tak dipungkiri masih berlangsung di layanan jasa penyeberangan kapal feri. Untuk itu, PT ASDP Indonesia mewajibkan seluruh calon penumpang kapal untuk mereservasi tiket penyeberangan secara online melalui aplikasi atau situs resmi Ferizy. Aplikasi tersebut pertama kali diterapkan pada 2020.
"Dengan sistem reservasi ini, seluruh transaksi tercatat dan terverifikasi. Ini bukan hanya meningkatkan efisiensi layanan, tapi juga melindungi pengguna jasa dari risiko transaksi ilegal seperti percaloan," kata Direktur Utama PT ASDP Indonesia Heru Widodo dalam keterangan tertulis yang diterima Lifestyle Liputan6.com, Jumat, 25 Juli 2025.
Ia menyatakan bahwa penerapan sistem tiket online semakin relevan pasca-insiden tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya milik operator swasta di Selat Bali pada 2 Juli 2025. Kecelakaan itu menewaskan 18 orang dan 17 orang lainnya masih hilang, dari total 65 penumpang yang tidak semuanya tercatat di manifest dengan benar.
Padahal, kata Heru, manifest merupakan dasar perlindungan hukum dan klaim asuransi penumpang dalam keadaan darurat. Maka itu, seluruh data penumpang wajib diisi dengan benar dan sesuai identitas asli.
Wajib Masukkan Data Diri yang Valid
Heru pun menekankan agar setiap calon penumpang memasukkan data sebenar-benarnya. Ia menerangkan bahwa sistem Ferizy sebagai platform resmi penjualan tiket feri, hanya mencatat data sesuai yang disampaikan pengguna jasa.
Jika data yang disampaikan tidak akurat atau bahkan fiktif, penumpang berisiko tidak tercatat dalam manifest. "Dan kehilangan hak atas asuransi," sambung Heru.
Calon penumpang juga kembali diingatkan untuk tidak membeli tiket via calo atau pihak tidak resmi. Lagi-lagi risikonya adalah tidak tercatat dalam manifet yang akan merugikan konsumen di kemudian hari.
"Tanggung jawab akhir atas keakuratan data penumpang dan kendaraan tetap berada pada operator kapal dan penumpang yang bersangkutan," kata dia.
Di sisi lain, ASDP juga memperkuat kolaborasi dengan aparat kepolisian, KSOP, dan otoritas pelabuhan dalam memperketat pengawasan praktik percaloan. Langkah ini penting untuk menjaga ketertiban di pelabuhan dan memastikan semua pengguna jasa dilayani secara adil dan profesional.
Penutupan Operasi Pencarian Korban KMP Tunu Pratama Jaya
Sementara itu, mengutip kanal Regional Liputan6.com, pperasi pencarian dan pertolongan (SAR) korban tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya resmi ditutup pada Senin sore, 21 Juli 2025, setelah berlangsung selama 20 hari. Keputusan itu diumukan Kepala Kantor SAR Surabaya, Nanang Sigit dalam konferensi pers virtual dari Surabaya yang diikuti unsur SAR di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi.
"Untuk operasi SAR kami tutup karena tidak ada lagi tanda- tanda penemuan korban. Keputusan ini diambil sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku," ujar Nanang.
Operasi SAR pencarian korban KMP Tunu Pratama Jaya sempat dikendalikan oleh Basarnas Pusat hingga 14 Juli 2025, sejak Rabu malam, 2 Juli 2025. Setelah itu, tangung jawab pencarian dilimpahkan ke wilayah dan berlangsung selama sepekan hingga akhirnya ditutup.
Total 49 korban berhasil ditemukan, terdiri dari 30 orang selamat dan 19 lainnya meninggal dunia. Dari jumlah korban meninggal dunia tersebut, empat jenazah masih belum teridentifikasi.
"Menurut data manifest, jumlah penumpang dan kru kapal tercatat 65 orang. Dengan demikian, masih ada 16 orang yang hilang," kata Nanang.
Manifest Penumpang Simpang-siur
Terkait kejelasan manifest penumpang yang menjadi pertanyaan sejumlah pihak, Kepala Pelaksana BPBD Banyuwangi, Danang Hartanto menyatakan, "Soal jumlah penumpang harus ada kejelasan. Ini sangat penting agar korban yang dinyatakan hilang dan tak tercatat dalam manifest, bisa dipastikan menerima hak-haknya termasuk santunan."
Menanggapi pertanyaan tersebut Kepala Kantor SAR Surabaya menegaskan bahwa data yang diterima selama pencarian sepenuhnya mengacu pada manifest resmi kapal. Ia menyarankan agar langsung bertanya kepada pihak ASDP Ketapang dan PT Raputra Jaya selaku operator dan pihak pemilik KMP Tunu Pratama Jaya.
General Manager PT ASDP Ketapang, Banyuwangi Yannes Kurniawan menanggapinya dengan mengatakan bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, tanggung jawab pencatatan manifest berada di tangan nahkoda kapal. "Dalam Pasal 19 jelas disebutkan bahwa data penumpang dan kendaraan menjadi tangung jawab nahkoda," kata Yannes.
Sampai saat ini, Nahkoda KMP Tunu Pratama Jaya menjadi salah satu korban yang belum ditemukan. Dengan begitu, masalah kejelasan manifest akhirnya menggantung.