3 Tren Pariwisata Global yang Diantisipasi Indonesia pada 2026, Gen Z dan Milenial Jadi Patokan

1 month ago 40

Liputan6.com, Jakarta - Pariwisata masih menjadi sektor yang seksi. Segala tren dan perubahannya menarik perhatian para pemangku kepentingan untuk diantisipasi lewat strategi dan aksi nyata. Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana menyatakan bahwa ada tiga tren pariwisata global yang fundamental yang dapat mengubah lanskap dan membawa peluang bagi pariwisata Indonesia di masa depan, terutama pada 2026.

Ketiga tren itu meliputi pergeseran sumber wisatawan, perubahan demografi, dan perubahan pola pemilihan destinasi. Terkait pola sumber wisatawan, Widi mengungkapkan jika sebelumnya pasar didominasi oleh wisatawan asal Amerika Utara, Eropa Barat, dan Asia Timur,  kini proporsinya semakin beragam.

"Negara-negara dari Amerika Selatan, Asia Selatan, dan Timur Tengah diperkirakan akan masuk ke dalam 15 besar pasar outbound pada tahun 2040," ucap Widi saat memberikan keynote speech dalam acara Indonesia Tourism Outlook (ITO) 2026 di Jakarta, Rabu, 29 Oktober 2025.

Terkait perubahan demografi, Menpar menyebut Gen Z dan milenial kini menjadi motor baru pertumbuhan pariwisata dunia dengan minat berwisata paling tinggi. Menjangkau mereka tidak bisa lagi dengan cara konvensional karena kedua generasi lebih banyak mengandalkan media sosial, bahkan generatif AI untuk merancang perjalanan dan mencari inspirasi.

Sementara dari sisi alasan berwisata, para Gen Z dan milenial semakin mengutamakan pengalaman berwisata. "52 persen Gen Z rela mengeluarkan uang lebih untuk pengalaman berwisata jauh lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya, misalnya baby boomers," ujarnya.

Promosi 1

Perjalanan Intraregional Makin Diminati

Sementara dari sisi perubahan pola pemilihan destinasi, Menpar mengungkapkan bahwa destinasi wisata yang sebelumnya bukan top of mind atau sekadar detour, kini justru semakin diminati. Itu karena wisatawan mencari pengalaman baru di destinasi yang unik.

"Perjalanan intraregional juga akan semakin diminati. Di Asia Tenggara, diperkirakan akan meningkat dari 24 persen pada 2023 menjadi 30 persen pada 2030," sebutnya.

Menurut Widi, temuan itu membuka peluang bagi Indonesia untuk mengemas ulang dan memperkaya produk wisata, menggabungkan destinasi populer dengan destinasi niche di sekitarnya, dan menciptakan paket wisata yang lebih otentik. Terlebih, Indonesia kaya akan keberagaman dengan destinasi yang berdekatan bisa menawarkan pesona berbeda, dari alam, budaya, dan kuliner.

"Misalnya, wisatawan ke Bali dapat menikmati pantai dan resort, sekaligus melanjutkan ke Banyuwangi untuk merasakan sisi lain Pulau Jawa," ujar Widi. "Berdekatan ini juga memungkinkan kita untuk memaksimalkan potensi wisata intraregional dengan mendorong mereka untuk tinggal lebih lama dan menjelajahi lebih banyak tempat di Indonesia."

Pacu Jalur Jadi Bukti Nyata

Perubahan tren pariwisata yang terjadi, khususnya yang dipicu oleh perilaku wisata Gen Z dan milenial, berdampak pada atraksi wisata lokal. Pacu jalur jadi bukti nyata.

Penyelenggaraan Pacu Jalur tahun ini sukses mendatangkan 1,6 juta pengunjung ke Kuantan Singingi, Riau, tempat pacu jalur dilaksanakan. Belum lagi puluhan juta impresi di media sosial karena didongkrak viralnya tren aura farming di media sosial.

Berkaca dari pengalaman itu, ia menekankan bahwa promosi pariwisata Indonesia yang memanfaatkan teknologi digital secara terarah dan berbasis pengalaman, efisien menjangkau pasar global. "Karena menyesuaikan dengan cara generasi muda mencari informasi dan menekankan pengalaman yang otentik," imbuhnya.

Di sisi lain, ia juga menekankan pentingnya agar menyesuaikan penawaran dengan minat yang relevan agar bisa menarik segmen wisatawan baru. Salah satunya dengan wisata ramah muslim yang menargetkan wisatawan Timur Tengah. Indonesia, kata dia, memiliki keunggulan kompetitif sebagai destinasi ramah muslim global.

Tren Wisata di Asia Pasifik

Dalam kesempatan yang sama, Vivin Harsanto, Executive Director, Head of Growth & Head of Strategic Consulting, JLL Indonesia menyoroti tentang tren pariwisata yang berkembang di Asia Pasifik. Berdasarkan hasil survei dengan 1000 responden Gen Z dan milenial, disimpulkan bahwa mereka meminati aktivitas yang berkaitan dengan alam, seperti kemping, trekking, dan diving.

Muncul pula minat wisata budaya dan heritage yang autentik. Di samping itu, wellness dan spa juga diminati sebagai daya tarik wisata. Berikutnya adalah wisata belanja dan disusul dengan wisata kuliner. "Mungkin kalau di Jakarta dibuat satu walking tour gastronomi Betawi, keliling mulai dari Petak Sembilan sampai Monas, misalnya," katanya.

Hanya saja, pengembangannya menghadapi tantangan. Utamanya adalah konektivitas. Calon wisatawan semakin memperhitungkan biaya perjalanan dengan membandingkan pengalaman yang bisa diperoleh dari destinasi-destinasi berbeda. "Itu sebetulnya menjadi comparison our tourism against Southeast Asia atau Asia Pasifik," kata Vivin.

Tantangan lain yang muncul adalah akses internet yang belum merata, terutama di daerah-daerah terpencil. Juga, ketergantungan pada uang tunai, khususnya jika berwisata ke daerah terpencil yang belum familiar dengan QRIS atau pembayaran digital lainnya.

Studi juga menemukan bahwa keterbatasan hiburan juga menjadi tantangan yang harus diatasi berikutnya. Selain, kualitas akomodasi yang perlu ditingkatkan, baik secara fisik maupun keterampilan para pekerja di bidang hospitality.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |