3 Kekecewaan GIPI terhadap UU Kepariwisataan, Soroti soal Pungutan dari Wisman (Bagian II)

4 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta - Kritik Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) terhadap Undang-Undang Kepariwisataan (UU Kepariwisataan) berlanjut. Setelah sebelumnya mengkritisi soal hilangnya pasal pembentukan GIPI, mereka juga menyoroti pendanaan pariwisata. Pihaknya mengusulkan konsep Badan Layanan Umum (BLU) Pariwisata dengan membuat pungutan dari wisatawan mancanegara (wisman).

"Pada umumnya, pungutan pajak dari sektor pariwisata, seperti pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan, sangat kecil kontribusinya untuk dianggarkan kembali guna pengembangan kepariwisataan di daerah, khususnya dalam membantu menjalankan program industri pariwisata dalam mengembangkan pasar dan produk wisata."

"Pungutan dari VISA dan PPN (khusus dari sektor pariwisata Indonesia), yang seharusnya dapat digunakan dalam pengembangan pariwisata, juga sulit untuk disisihkan demi kepentingan industri pariwisata dalam pengembangan pasar dan produk wisata," tambahnya.

Menanggapi itu, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menjelaskan, menurut Peraturan Pemerintah (PP) No 23 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, dalam Pasal 1 Ayat 1 tertulis, "Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut BLU, adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberi pelayanan pada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas."

Kemenpar juga mengoreksi pernyataan GIPI, "Dalam UU Kepariwisataan yang ditetapkan pada 2 Oktober 2025, ternyata konsep pungutan dari wisatawan mancanegara usulan GIPI diambil oleh pemerintah," menulis, "Perlu kami tegaskan bahwa konsep pungutan wisatawan mancanegara merupakan usulan DPR RI."

Usulan Tourism Board dalam UU Kepariwisataan

GIPI menulis, "Pemerintah tidak bisa hanya menikmati pendapatan berupa devisa, pajak, dan PNBP dari sektor pariwisata tanpa membantu industri pariwisata untuk terus mengembangkan pasarnya, karena dampak langsung peredaran uang ke masyarakat dari sektor pariwisata sangat besar kontribusinya di berbagai daerah."

"Kontribusi pemerintah terhadap pengembangan sektor pariwisata di berbagai negara sangat besar. Misalnya, di antara negara-negara ASEAN, terdapat dukungan pemerintahnya terhadap program Tourism Board di masing-masing negara dalam pengembangan destinasi dan pasar."

Itu ditanggapi Kemenpar dengan menulis, "Kami sampaikan bahwa pemerintah, dalam hal ini Kemenpar, selalu memfasilitasi industri pariwisata melalui kebijakan, seperti PPh 21 DTP untuk Pekerja di sektor terkait pariwisata dengan gaji di bawah 10 juta rupiah."

"Juga, Program Magang Lulusan Perguruan Tinggi selama 6 bulan, termasuk untuk lulusan baru (D1-D4 dan S1) yang akan bekerja di sektor pariwisata," imbuhnya.

UU Kepariwisataan dan Anggaran Pemasaran

Kemenpar menyambung, "Anggaran pemasaran Kementerian Pariwisata digunakan untuk mempromosikan destinasi pariwisata dan memfasilitasi industri pariwisata dalam mempromosikan produk pariwisata. Lalu, memfasilitasi sertifikasi dan pelatihan berbasis kompetensi untuk tenaga kerja pariwisata."

"Dukungan untuk meningkatkan promosi dan standar usaha pariwisata. Hal ini tercerminkan dalam berbagai kegiatan atau program Kementerian Pariwisata untuk industri pariwisata/pelaku usaha," klaim pihaknya.

Di poin ketiga, GIPI membahas usaha pariwisata. "Usaha Pariwisata dalam BAB IV Pasal 14 UU Nomor 10/2009 tentang Kepariwisataan tidak ada perubahan, padahal ada beberapa usulan dari industri pariwisata yang sangat penting."

Pertama, Manajemen Usaha Pariwisata yang belum mengakomodir jenis usaha operator, seperti operator hotel dan restoran, yang pada akhirnya digabungkan ke Jasa Konsultan Pariwisata. "Jasa Konsultan Pariwisata seharusnya bukan kelompok yang tepat, karena konsultan tidak terlibat dalam operasional usaha."

Kesimpulan UU Kepariwisataan

GIPI melanjutkan, "Untuk poin pertama, hal ini sudah selalu disampaikan usulannya oleh Pelaku Usaha Pariwisata, baik ke pemerintah melalui Kementeriuan Pariwisata maupun dalam mendengar pendapat dalam penyusunan Amandemen UU No.10/2009 tentang Kepariwisataan."

"Faktanya, usulan penambahan jenis usaha Manajemen Usaha Pariwisata sudah disepakati untuk ditambahkan dalam perubahan Kualifikasi Baku Lapangan Usaha (KBLI) tahun 2025," imbuh asosiasi tersebut.

"Kesimpulan dari penetapan Undang-Undang tentang Kepariwisataan bahwa pariwisata belum sepenuhnya menjadikan program prioritas bagi pemerintah dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia saat banyak negara yang sudah mulai fokus dalam pengembangan pariwisata guna meningkatkan devisa negara," tandas pihaknya.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |