200an Pendaki Masih Terjebak Badai Salju di Lereng Gunung Everest, Tim Penyelamat Dikejar Waktu

1 week ago 26

Liputan6.com, Jakarta - Lebih dari 200 pendaki masih terjebak di lereng Gunung Everest setelah badai salju melanda perkemahan yang berada di Lereng Karma, lereng timur gunung itu di Tibet, China. Proses penyelamatan makin mendesak karena mereka sudah terjebak berjam-jam di bawah tumpukan salju di ketinggian 16.000 kaki di atas permukaan laut.

Badai salju mulai mengamuk di kawasan itu pada Jumat malam, 3 Oktober 2025, hingga Sabtu, 4 Oktober 2025. Cuaca ekstrem itu merobohkan tenda-tenda dan membuat para pendaki terkena hipotermia akibat suhu beku. 

Mengutip The Sun, media lokal awalnya melaporkan hampir 1.000 pendaki terdampar, tetapi media pemerintah China mengatakan pada Senin (6/10/2025), sekitar 200 pendaki masih terjebak, sedangkan 350 orang lainnya berhasil dievakuasi. Ratusan penduduk desa setempat dan petugas darurat pun dikerahkan untuk membersihkan tumpukan salju tebal akibat badai.

Pihak berwenang mengatakan 350 pendaki yang telah mereka selamatkan sejauh ini berada di Kota Qudang, China. Seorang pendaki yang berhasil dievakuasi mengatakan bahwa pemandu mereka mengatakan cuaca pada Oktober ini "tidak normal".

Ratusan pendaki terjebak badai salju di lereng timur Gunung Everest saat libur nasional China.

Cuaca Abnormal

Mereka mengatakan kepada Reuters, "Cuaca di pegunungan sangat basah dan dingin, dan hipotermia merupakan risiko yang nyata... Cuaca tahun ini tidak normal." Pemandu mengatakan dia belum pernah mengalami cuaca seperti itu pada Oktober. "Dan itu terjadi terlalu tiba-tiba."

Saksi lain mengatakan kepada BBC, "Kami semua adalah pendaki berpengalaman... Namun badai salju ini masih sangat sulit untuk dihadapi. Saya sangat beruntung bisa keluar."

Situasi penyelamatan juga diperumit oleh tingginya volume wisatawan mengingat saat itu bertepatan dengan liburan Golden Week di Tiongkok yang berlangsung selama sepekan terakhir. Rute yang kurang dikenal itu menawarkan jalur indah menuju kaki Gunung Everest dengan pemandangan yang menakjubkan dan populer di kalangan wisatawan.

1 Pendaki Meninggal Dunia

Akses ke Kawasan Pemandangan Everest telah ditangguhkan sejak Sabtu karena hujan salju yang lebat. Satu orang dilaporkan meninggal dunia akibat badai salju yang tiba-tiba melanda Provinsi Qinghai, Tiongkok. Media lokal melaporkan bahwa pendaki gunung tersebut meninggal dunia akibat hipotermia dan penyakit ketinggian pada Minggu, 5 Oktober 2025, di daerah Laohugou.

Tepat di seberang perbatasan Nepal, hujan lebat telah memicu tanah longsor dan banjir bandang. Badai memicu kekacauan, memblokir jalan dan menghanyutkan jembatan.

Ini bukan pertama kalinya para pendaki pemberani terjebak di Everest. Pada 2010, sekitar 2.000 wisatawan dan porter mereka menghabiskan lima hari terjebak di sebuah desa kecil di ketinggian lebih dari 9.000 kaki di lereng karena kondisi badai.

Sementara tahun lalu, dua pendaki dilaporkan hilang dan kini diyakini tewas setelah sebuah punggung bukit runtuh saat mereka mencoba mendaki puncak gunung. BBC melaporkan bahwa pendaki asal Inggris Daniel Paterson (39) dan pemandu gunung Nepal Pas Tenji Sherpa (23) sedang mendaki bersama rombongan beranggotakan 15 orang ketika tebing runtuh, menyeret mereka menuruni lereng gunung.

Nepal Perketat Izin Pendakian Everest

Meskipun menarik ribuan wisatawan setiap tahun, Gunung Everest dikenal sebagai jalur pendakian yang sangat berbahaya. Lebih dari 400 orang tewas saat mencoba mencapai puncak gunung, akibat longsor, jatuh, paparan sinar matahari, radang dingin, atau masalah kesehatan lainnya yang berkaitan dengan kondisi ekstrem.

Beragamnya insiden mendorong pemerintah Nepal merancang undang-undang baru yang akan mengatur izin pendakian Gunung Everest hanya diberikan kepada pendaki berpengalaman. Pendaki itu harus menyodorkan bukti setidaknya telah mendaki satu puncak setinggi 7.000 meter di negara tersebut.

Media tersebut menyebutkan bahwa undang-undang baru itu disusun bertujuan untuk mengurangi kepadatan dan meningkatkan keselamatan secara menyeluruh di puncak yang terkenal di dunia itu. Jumlah pendaki yang terus meningkat di gunung ini telah menyebabkan antrean panjang, terutama yang berkelok-kelok melalui Zona Kematian yang terkenal - area di bawah puncak dengan oksigen alami yang tidak mencukupi untuk bertahan hidup.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |