Temuan Mayat Orang Utan di Tapanuli Disorot Media Inggris, Pakar Cemaskan Populasinya yang Makin Terancam

6 days ago 4

Liputan6.com, Jakarta - Bencana banjir di Sumatera tak hanya meluluhlantakkan kehidupan masyarakat, tapi juga populasi hewan di alam liar. Salah satunya yang jadi sorotan adalah keberadaan orang utan Tapanuli di Sumatera. Bahkan kabar terakhir, ditemukan jasad hewan ini di lokasi kejadian bencana di Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. 

Diwartakan kanal Regional Liputan6.com, Minggu (14/12/2025), jasad hewan langka ini ditemukan pada 3 Desember 2025, tersangkut di antara gelondongan kayu di Desa Pulo Pakkat, Kecamatan Suka Bangun, di tengah pencarian korban banjir oleh tim SAR. Awalnya, bangkai orang utan yang telah membusuk tersebut sempat dikira jenazah manusia oleh regu penolong. 

"Yang terlihat hanya tangannya. Setelah saya cek, ada bulunya. Dari warna bulu dan ukuran jari, saya pastikan itu bangkai orang utan,” kata relawan SAR, Decky Chandrawan, pada Sabtu 13 Desember 2025.

Ia menambahkan bahwa berdasarkan pemeriksaan awal terhadap ukuran tubuh dan struktur rahang, Decky menduga bangkai tersebut adalah orang utan Tapanuli betina remaja. Primata yang hanya bisa ditemukan di ekosistem Batang Toru ini diduga kuat terbawa arus banjir dari hulu Sungai Garoga yang merupakan kawasan habitat aslinya.

Kondisi orang utan di lokasi yang terdampak banjir juga menarik perhatian media luar negeri. Salah satunya, BBC yang menurunkan artikel dari kesaksian relawan kemanusiaan di lokasi. 

Kerjasama riset orang utan antara Rutgers University, New Jersey dan Universitas Nasional, Jakarta, telah berlangsung sejak 2011. Ratusan mahasiswa melakukan riset di stasiun penelitian orang utan Tuanan, Kalimantan Tengah. Program akademis ini menja...

Hilangnya Orang Utan dari Batang Toru

Selain memuat soal penemuan jasad orang utan, dilaporkan pula bahwa primata itu belum juga terlihat di kawasan hutan di Batang Toru. Padahal, hewan ini diketahui sering berkeliaran di lokasi tersebut untuk mencari buah-buahan. 

Absennya hewan ini memantik sejumlah spekulasi, mulai dari mereka telah mengungsi ke tempat yang aman, atau yang ditakutkan, mereka menjadi korban banjir. BBC menyebutkan bahwa populasi orang utan Tapanuli hanya 800 ekor, membuat ancaman terhadap spesies langka ini begitu mengkhawatirkan. 

Hal ini juga disampaikan Profesor Erik Meijaard, direktur pelaksana Borneo Futures di Brunei, kepada BBC. Ia kini sedang mempelajari dampak bencana terhadap orang utan dengan bantuan citra satelit.

Kondisi Citra Satelit

Erik Meijaard menyebut bahwa terllihat 4.800 hektare hutan di lereng gunung terlihat hancur akibat tanah longsor. Namun mengingat sebagian citra satelit tertutup awan dalam pengamatan awal, ia memperkirakan luas kerusakan bisa jauh lebih besar, bahkan bisa mencapai 7.200 hektar.

"Area-area ini tampak seperti tanah kosong di citra satelit, padahal dua minggu lalu masih berupa hutan primer. Hancur total. Banyak petak seluas beberapa hektar yang benar-benar gundul. Pasti mengerikan sekali kondisi hutan saat itu," kata dia kepada BBC.

Ia melanjutkan, "Area yang hancur tersebut diperkirakan dihuni sekitar 35 orang utan, dan mengingat dahsyatnya kerusakan, bukan hal mengagetkan jika semuanya mati. Itu merupakan pukulan besar bagi populasi (hewan ini)." 

Profesor Mejjard juga mengaku telah melihat foto mayat orang utan mati yang ditemukan oleh relawan. "Yang membuat saya kaget, adalah semua daging di wajahnya telah terkoyak... Jika beberapa hektaer hutan longsor besar-besaran, bahkan orangutan yang kuat pun tak berdaya dan hanya akan hancur berkeping-keping," kata dia. 

Kebiasaan Orang Utan Saat Hujan Deras

Panut Hadisiswoyo, pendiri Pusat Informasi Orangutan yang fokus untuk konservasi primata di wilayah tersebut, juga angkat suara soal kematian orang utan dalam banjir tersebut. Menurutnya, kondisi bangkai tersebut menunjukkan kemungkinan besar sejumlah orang utan Tapanuli tak dapat melarikan diri karena derasnya air dan tanah longsor menyapu habitat mereka.

Serge Wich, profesor biologi primata di Universitas Liverpool John Moores, yang telah melakukan penelitian tentang orang utan Tapanuli, mengungkap kebiasaan hewan ini saat hujan deras. 

"Saat hujan deras, orangutan biasanya hanya duduk di pohon atau mengumpulkan ranting dan daun untuk digunakan sebagai payung, lalu menunggu hujan berhenti," kata dia.

Namun, hujan yang turun di Sumatera akhir bulan lalu, jauh berbeda dari yang pernah mereka hadapi. "Kali ini, saat hujan berhenti, sudah terlambat: sebagian habitat mereka - lereng lembah - telah hancur akibat tanah longsor, yang berarti pasti ada akibatnya bagi mereka," kata Serge Wich.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |