Liputan6.com, Jakarta - Penelitian terbaru dari Universitas Pertanian Tokyo mengungkap kemampuan unik kucing lokal membedakan bau pemiliknya dengan orang asing. Studi ini menyoroti bahwa kucing menghabiskan lebih banyak waktu mengendus tabung berisi bau orang asing dibandingkan aroma pemiliknya.
Mengutip BBC, Kamis (29/5/2025), penelitian ini menambah pemahaman tentang bagaimana kucing menggunakan indra penciuman mereka yang tajam. Sebelumnya, kucing diketahui menggunakan penciuman untuk berkomunikasi dengan sesama kucing, tapi penelitian tentang kemampuan mereka membedakan bau manusia masih terbatas.
Penelitian sebelumnya tentang pengenalan manusia oleh kucing telah menunjukkan bahwa mereka dapat membedakan suara, menafsirkan tatapan seseorang untuk mencari makanan, dan mengubah perilaku sesuai keadaan emosional seseorang yang dikenali melalui baunya.
Dalam penelitian yang dipublikasikan pada Rabu, 28 Mei 2025, para peneliti memberikan tabung plastik berisi kapas bau pemiliknya, kapas bau orang berjenis kelamin sama dengan pemiliknya yang belum pernah mereka temui, atau kapas yang bersih pada 30 kucing.
Eksperimen Perilaku Kucing
Kapas tersebut telah digosok di bawah ketiak, di belakang telinga, dan di antara jari-jari kaki pemilik atau orang asing. "Kucing menghabiskan lebih banyak waktu mengendus bau orang yang tidak dikenal dibandingkan dengan bau pemiliknya atau tabung kosong, yang menunjukkan bahwa mereka dapat membedakan bau orang yang dikenal dan tidak dikenal," kata para peneliti.
Gagasan mengendus rangsangan yang tidak dikenal lebih lama telah ditunjukkan sebelumnya pada kucing, dengan anak kucing yang disapih mengendus kucing betina yang tidak dikenal lebih lama dibandingkan induknya. Namun, para peneliti memperingatkan, tidak dapat disimpulkan bahwa kucing dapat mengidentifikasi orang-orang tertentu seperti pemiliknya.
"Stimulus bau yang digunakan dalam penelitian ini hanya berasal dari orang yang dikenal dan tidak dikenal," kata salah satu penulis penelitian, Hidehiko Uchiyama.
"Eksperimen perilaku yang melibatkan kucing yang dihadapkan dengan beberapa rangsangan bau yang diketahui orang lain perlu dilakukan, dan kita perlu menemukan pola perilaku tertentu pada kucing yang muncul hanya sebagai respons terhadap bau pemiliknya."
Respons Kucing terhadap Bau
Serenella d'Ingeo, seorang peneliti di Universitas Bari yang tidak terlibat dalam penelitian ini, tapi telah mempelajari respons kucing terhadap bau manusia, juga mengatakan bahwa hasil penelitian menunjukkan kucing bereaksi secara berbeda terhadap bau yang dikenal dan tidak dikenal. Namun, kesimpulan tidak dapat diambil atas motivasi mereka.
"Kita tidak tahu bagaimana perasaan hewan tersebut selama mengendus ... Kita tidak tahu, misalnya, apakah hewan tersebut rileks atau tegang," katanya.
d'Ingeo menambahkan, pemberian sampel pada kucing oleh pemiliknya sendiri, yang secara alami menambahkan bau mereka ke lingkungan, dapat meningkatkan minat kucing terhadap bau yang tidak dikenal. "Dalam situasi tersebut, pemilik tidak hanya menunjukkan kehadiran visual, tapi juga bau mereka," katanya.
"Jadi tentu saja jika mereka mencium bau lain yang berbeda dari bau pribadi mereka, dengan cara tertentu mereka lebih menarik perhatian kucing."
Ilmuwan Pecahkan Misteri Gen Kucing Oranye
Penulis penelitian menyimpulkan bahwa "kucing menggunakan penciuman (bau) mereka untuk mengenali manusia." Mereka juga mencatat kucing menggosokkan wajah mereka ke tabung setelah mengendus─yang dilakukan kucing untuk menandai bau mereka pada sesuatu─yang menunjukkan bahwa mengendus mungkin merupakan perilaku eksplorasi yang mendahului penandaan bau.
Para peneliti memperingatkan bahwa hubungan ini perlu diselidiki lebih lanjut bersama teori apakah kucing dapat mengenali orang tertentu dari baunya. Sebelumnya, peneliti di Jepang juga menguak misteri di balik warna khas kucing oranye.
Ilmuwan dari Universitas Kyushu di Jepang dan Universitas Stanford di Amerika Serikat (AS) telah mempublikasikan temuan mereka yang mengungkap bagian kode genetik yang hilang pada kucing oranye. Mengutip BBC, 19 Mei 2025, penelitian ini menemukan bahwa gen ARHGAP36, yang berperan dalam memberi warna pada kulit, folikel rambut, dan mata, lebih aktif pada kucing oranye karena kehilangan bagian tertentu dari kode DNA-nya. Tanpa bagian DNA ini, aktivitas gen tersebut tidak ditekan, sehingga memproduksi pigmen lebih terang.