Liputan6.com, Jakarta - Pacu Jalur yang merupakan lomba mendayung perahu kayu tradisional di Riau yang belakangan menjadi tren aura farming viral di media sosial. Pacu Jalur juga melejitkan nama Rayyan Arkan Dikha, bocah berusia 11 tahun yang aksinya sebagai penari haluan telah mengantarkannya menjadi viral hingga ke luar negeri.
Gerakannya yang khas, enerjik, dan spontan saat berdiri di ujung haluan perahu Pacu Jalur membuat banyak orang terpesona. Tak sedikit yang ikut memparodikan tariannya di media sosial, bahkan, hingga ke mancanegara dan disebut aura farming.
Viralnya Pacu Jalur ikut menyeret warganet Malaysia yang tiba-tiba mengklaim sebagai budaya mereka. Hal itu membuat riuh jagat maya. Mengulik sejarahnya, tradisi ini disebut sudah eksis sejak abad ke-17, dan jadi kebanggaan masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, melansir situs web Pemerintah Kota Jalur, Rabu (9/7/2025).
Pacu Jalur bahkan sudah terdaftar sebagai warisan budaya takbenda nasional. Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon juga memastikan bahwa tradisi Pacu Jalur di Kabupaten Kuansing Provinsi Riau, sudah terdaftar sebagai warisan budaya takbenda nasional.
Menyiapkan Segala Persyaratan Sebelum ke UNESCO
"Kementerian Kebudayaan sudah mencatatkan itu sebagai warisan budaya takbenda nasional, jadi namanya WBTB Indonesia, jadi sudah lama, itu dari tahun 2015," terangnya dalam jumpa pers di kantor Kementerian Kebudayaan (Kemenbud), Jakarta, Rabu (9/7/2025).
Dengan viralnya Pacu Jalur, Kemenbud berencana untuk mengajukan budaya Riau itu sebagai Warisan Budaya TakBenda dunia ke UNESCO. Meski begiitu pengajuannya belum bisa dalam waktu dekat karena antreannya cukup panjang.
"Buat diajuan ke UNESCO memang tidak bisa cepat kita harus menunggu antrean karena setiap negara kan dibatasi pengajuannya. Tapi tida apa, kita siapkan dulu segala persyaratan yang harus dipenuhi secara komprehensif," jelas Fadli Zon. Menbud juga mengemukakan bahwa tarian yang ditampilkan oleh anggota tim Pacu Jalur saat perahu melaju sangat ekspresif dan atraktif.
"Kalau menurut saya, itu organik ya, ekspresif, menyesuaikan dengan irama dari pacu itu sekaligus melakukan suatu gerakan atraktif. Atraksi seperti yang dilakukan adik kita Dikha ini sulit. Itu kan sulit, di ujung perahu, jadi keseimbangan sangat penting," katanya.
Mempromosikan Kekayaan Budaya Nusantara
Menbud Fadli Zon mengapresiasi pihak-pihak yang ikut mempromosikan kekayaan budaya Nusantara kepada masyarakat dunia melalui berbagai platform, termasuk lewat media sosial. Bupati Kuansing Suhardiman Amby yang hadir dalam kesempatan tersebut mengapresiasi sambutan dan dukungan dari Kemenbud.
Dia berharap, usulan dari Indonesia lewat Kemenbud bisa membawa Pacu Jalur yang sekarang menjadi WBTB Indonesia bisa semakin dikenal dunia yang nanti akan berdampak luas dalam peningkatan ekonomi dan budaya masyarakat Kuansing. Suhardiman pun berharap festival pacu jalur di tahun ini pada Agustus nanti akan menarik banyak perhatian dan makin diminati wisatawan.
Tahun lalu, pacu jalur dihelat pada 21─25 Agustus 2024, dengan partisipasi 225 peserta jalur. Juara 1 mendapatkan Rp70 juta, Juara 2 Rp60 juta, Juara 3 Rp50 juta, Juara 4 Rp40 juta, dan Juara 5 Rp30 juta. Kemudian, juara 6 Rp20 juta dan Juara 7 hingga 15 masing-masing Rp10 juta. Selain itu, ada kontribusi jalur sebesar Rp1 juta per jalur, dengan total dana Rp215 juta.
Sejarah Festival Pacu Jalur
Festival Pacu Jalur sudah digelar sejak masa kolonial Belanda untuk memeriahkan perayaan adat sejak 1890 dan secara spesifik digunakan untuk memperingati hari lahir Ratu Wilhelmina pada 31 Agustus. Setelah kemerdekaan, festival ini berkembang untuk merayakan HUT RI dan sempat diselenggarakan untuk memperingati hari-hari besar umat Islam, seperti Maulid Nabi, Idulfitri, maupun Tahun Baru Islam.
Melansir Media Center Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau, Sabtu, 5 Juli 2025, atraksi ini dimulai dengan letupan meriam karbit sebanyak tiga kali, yang berfungsi sebagai aba-aba bagi peserta, mengingat luasnya arena dan riuhnya ribuan penonton. Setiap jalur yang berlomba diawaki beberapa peran penting: tukang concang (pemberi aba-aba), tukang pinggang (juru mudi), tukang tari, dan tukang onjay.
Setelah meriam karbit diletupkan, mereka berlomba menerobos arus Sungai Kuantan menuju garis finis. Setiap jalur, yang biasanya dibuat sepanjang kurang lebih 40 meter, membutuhkan biaya hingga Rp100 juta per unit, yang didanai secara swadaya oleh masyarakat Kuansing, menunjukkan semangat gotong royong yang kuat. Setiap perahu akan didayung 50─60 orang, tergantung panjangnya.