Liputan6.com, Jakarta - Dunia kuliner Indonesia mencatatkan prestasi gemilang di ajang internasional. Buku berjudul "The Evolution of Jakarta’s Street Food" berhasil meraih penghargaan ke-2 Terbaik di Dunia dalam kategori Street Food pada Gourmand World Cookbook Awards 2025.
Pengumuman ini disampaikan dalam acara bergengsi Cascais World Food Summit di Portugal. Karya kolaborasi antara empat penulis Stefu Santoso, Jureke, Anton Diaz, dan Rahmad Gunawan, yang diterbitkan oleh Red and White Publisher, bukan hanya memetakan perkembangan kuliner jalanan Jakarta, tetapi juga menghormati para pedagang kaki lima yang menjadi pahlawan kuliner sehari-hari.
Dalam rilis yang diterima Lifestyle Liputan6.com, Senin, 14 Juli 2025, pendiri Gourmand Awards, Edouard Cointreau menyebutnya sebagai 'dokumen budaya yang menghormati mereka yang memberi makan kota dari jalanan'. Para penulis buku ini memiliki keahlian beragam di bidang kuliner.
Stefu Santoso, seorang chef ternama, menyumbangkan wawasan kuliner yang mendalam. Jureke, direktur di Kikkoman Akufood Indonesia, membawa perspektif bisnis dan branding. Anton Diaz dan Rahmad Gunawan melengkapi dengan pengetahuan tentang sejarah dan budaya makanan, menciptakan narasi yang kaya dan menyeluruh.
Evolusi Street Food Jakarta
"Dengan mengungguli ratusan peserta, penghargaan ini kami persembahkan untuk para pedagang kaki lima dan pelaku pasar tradisional yang selama puluhan tahun memberi makan kota ini tanpa lelah,” terang Jureke mengenai bukunya yang meraih penghargaan pada tim Lifestyle Liputan6.com, Senin, 14 Juli 2025.
"Kami juga sangat bersyukur dan bangga akhirnya Jakarta dan street food Indonesia diakui secara global melalui karya ini. Penghargaan ini bisa jadi titik awal agar pelaku street food dan UMKM di indonesia mendapatkan perhatian lebih, bukan hanya di Jakarta tapi di seluruh dunia," sambungnya.
Jureke menambahkan, banyak buku tentang street food di dunia, tapi belum ada yang benar-benar serius mendokumentasikan evolusi street food Jakarta dari sudut pandang sejarah, bisnis, hingga kehidupan nyata para penjualnya. "Kami ingin Jakarta punya dokumentasi yang bisa dibanggakan, yang menghormati para pejuang di balik rasa-rasa yang kita cintai," ujarnya.
Cerita Hidup Para Pedagang Makanan
Jureke mengaku sering mendengar langsung cerita hidup para pedagang. Mereka yang datang sejak subuh, bekerja tanpa libur, membawa resep keluarga yang sering tak tercatat. Tapi walau lelah dan panas, wajah mereka tetap bahagia.
"Dalam buku ini, kami ingin menghadirkan sentuhan hati, rasa, dan pengamatan manusiawi. Karena street food bukan sekadar urusan rasa atau dagang. Tapi juga tentang perjuangan hidup, air mata, dan semangat yang tak pernah padam," tuturnya.
"Saya ingin anak-anak muda Indonesia mengerti bahwa tidak ada kesuksesan yang instan. Semua butuh proses, keringat, dan kesedihan. Tapi dari situ juga lahir ketangguhan dan keikhlasan," tambahnya.
Buku ini dikerjakan selama empat tahun dengan sejumlah proses kolaborasi dan memaparkan perkembangan makanan jalanan yang ada di Jakarta, dari masa lalu hingga sekarang. Buku ini mengajak pembaca menyelami evolusi kuliner jalanan Jakarta melalui cerita yang hidup dan ilustrasi yang memikat.
Kuliner Jalanan Beradaptasi dengan Zaman
Buku ini menunjukkan bagaimana kuliner jalanan beradaptasi dengan zaman, mulai dari jejak makanan jalanan sejak era kolonial hingga kehadiran platform digital seperti aplikasi pesan-antar, Wawancara mendalam dengan pedagang legendaris menghidupkan kisah di balik warung-warung sederhana, sementara studi kasus tentang usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mengungkap bagaimana beberapa di antaranya berkembang menjadi ikon nasional.
Mengenai informasi pedagang street food, Jureke mengatakan Anton Diaz yang sangat suka sejarah banyak memberikan masukan dan referensi. Informasi juga didapatkan dari lapangan seperti mengobrol, mencicipi dan mendengarkan cerita orang-orang di UMKM. Buku ini juga menawarkan panduan praktis untuk menjaga kualitas dan membangun merek, menjadikannya inspirasi bagi pelaku usaha kuliner.
Kuliner jalanan Jakarta, atau yang akrab disebut 'kaki lima', adalah cerminan identitas kota yang multikultural. Dipengaruhi oleh tradisi Tionghoa, Arab, India, dan Eropa, makanan seperti soto Betawi, kerak telor, atau nasi goreng tidak hanya memanjakan lidah tetapi juga menceritakan sejarah Jakarta.