Hampir 1.000 Pendaki Terjebak Badai Salju di Perkemahan di Lereng Gunung Everest

2 weeks ago 31

Liputan6.com, Jakarta - Situasi antara hidup dan mati kini dihadapi hampir 1.000 pendaki yang terjebak badai salju saat berkemah di lereng Gunung Everest. Mengutip BBC, media Tiongkok melaporkan bahwa hujan salju lebat mulai turun di wilayah tersebut pada Jumat malam, 3 Oktober 2025, dan dengan cepat meningkat di sisi timur Gunung Everest.

Area yang berada di ketinggian sekitar 16.000 kaki itu populer di kalangan pendaki, pendaki gunung, dan wisatawan. Badai salju tersebut akhirnya membuat jalan menuju perkemahan wisata terblokir, dan ratusan penduduk setempat serta tim penyelamat, termasuk tim Penyelamat Langit Biru Tibet, dikerahkan ke daerah tersebut untuk membersihkan salju yang menghalangi jalur pendakian.

Perusahaan Pariwisata Kabupaten Tingri memberi tahu pengunjung tentang badai tersebut melalui WeChat, lapor media tersebut. Karena hujan salju lebat berlanjut hingga Sabtu, 4 Oktober 2025, perusahaan tersebut mengumumkan akan menangguhkan penjualan tiket dan akses masuk ke Kawasan Pemandangan Everest mulai malam itu.

Media berita Tiongkok melaporkan bahwa hingga Minggu, 5 Oktober, sekitar 350 pendaki telah diangkut dengan selamat ke kota pegunungan kecil di dekatnya, Qudang, dan tim penyelamat telah menghubungi orang-orang yang tersisa di perkemahan, menurut Reuters.

Negara Tetangga Juga Alami Bencana

Tim Penyelamat Blue Sky mengatakan mereka menerima satu panggilan bantuan setelah beberapa tenda runtuh akibat salju tebal, dan media berita Tiongkok melaporkan bahwa beberapa pendaki menderita hipotermia, menurut BBC. Reuteurs juga melaporkan belum jelas apakah para pendaki di dekat sisi utara Everest yang berada di Tibet, ikut terdampak.

Wilayah tersebut menghadapi cuaca buruk selama akhir pekan, karena negara tetangga Nepal dilanda hujan lebat dan banjir yang mengakibatkan tanah longsor mematikan dan banjir bandang yang menewaskan sedikitnya 47 orang, lapor media tersebut. Sementara, Hindustan Times melaporkan bahwa sedikitnya 23 orang tewas dalam bencana tanah longsor di Darjeeling, Benggala Barat, India, pada Minggu, 5 Oktober 2025.

Dikutip Senin (6/10/2025), bencana itu disebut salah satu bencana terburuk di wilayah tersebut sejak 2015. Beberapa desa terputus total, rumah-rumah tersapu, jalan-jalan terblokir, dan jaringan komunikasi terputus, menyebabkan ratusan wisatawan terlantar di tengah kehancuran yang meluas di Darjeeling.

Pendakian Ekstrem di Gunung Everest

Meskipun menarik ribuan wisatawan setiap tahun, Gunung Everest dikenal sebagai jalur pendakian yang sangat berbahaya. Lebih dari 400 orang tewas saat mencoba mencapai puncak gunung, akibat longsor, jatuh, paparan sinar matahari, radang dingin, atau masalah kesehatan lainnya yang berkaitan dengan kondisi ekstrem.

Tahun lalu, dua pendaki dilaporkan hilang dan kini diyakini tewas setelah sebuah punggung bukit runtuh saat mereka mencoba mendaki puncak gunung. BBC melaporkan bahwa pendaki asal Inggris Daniel Paterson (39) dan pemandu gunung Nepal Pas Tenji Sherpa (23) sedang mendaki bersama rombongan beranggotakan 15 orang ketika tebing runtuh, menyeret mereka menuruni lereng gunung.

Beragamnya insiden mendorong pemerintah Nepal merancang undang-undang baru yang akan mengatur izin pendakian Gunung Everest hanya diberikan kepada pendaki berpengalaman. Pendaki itu harus menyodorkan bukti setidaknya telah mendaki satu puncak setinggi 7.000 meter di negara tersebut.

Biaya Izin Pendakian Everest Naik

Media tersebut menyebutkan bahwa undang-undang baru itu disusun bertujuan untuk mengurangi kepadatan dan meningkatkan keselamatan secara menyeluruh di puncak yang terkenal di dunia itu. Jumlah pendaki yang terus meningkat di gunung ini telah menyebabkan antrean panjang, terutama yang berkelok-kelok melalui Zona Kematian yang terkenal - area di bawah puncak dengan oksigen alami yang tidak mencukupi untuk bertahan hidup.

Selain pengetatan aturan pendakian, Nepal juga memberlakukan tarif baru selama musim pendakian, yakni USD 15 ribu (sekitar Rp244 juta), naik 36 persen dari biaya sebelumnya sebesar USD 11.000 atau sekitar Rp178 juta. Kenaikan serupa juga berlaku untuk pendakian di luar musim puncak.

Pada periode September hingga November, biaya izin akan menjadi USD 7.500 berkisar Rp121 juta, sementara selama Desember hingga Februari, pendaki harus membayar USD 3.750 sekitar Rp60,9 juta.

"Biaya izin (permit fees) belum diperbarui sejak lama," ujar Narayan Prasad Regmi, Direktur Jenderal Departemen Pariwisata Nepal, seperti dikutip dari laman BBC, Jumat, 24 Januari 2025. "Kami telah memperbaruinya sekarang."

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |