Liputan6.com, Jakarta - Ragam kuliner maupun restoran Indonesia sudah acap kali wara-wiri di macam-macam daftar makanan dunia dari berbagai versi. Namun demikian, ada satu list yang belum tertembus sampai hari ini: Michelin Guide, yang kemudian memungkinkan adanya restoran Michelin Star di Indonesia, seperti negara-negara tetangga.
Terkait ini, pakar kuliner William Wongso menjelaskan bahwa biaya mendatangkan Michelin Guide "tidak sedikit." "Dana ini sebenarnya bisa dari sektor swasta, tapi besar sekali, siapa yang punya (dana sedemikian banyak)? Di negara-negara lain, dananya kebanyakan datang dari pemerintah," katanya melalui sambungan telepon pada Lifestyle Liputan6.com, Jumat, 30 Mei 2025.
Melansir New York Times, Sabtu (31/5/2025), harga yang dibayarkan untuk menghadirkan Michelin Guide bervariasi. Pada 2023, beberapa kota di Colorado, Amerika Serikat (AS), membayar antara 70 ribu sampai 100 dolar AS (sekitar Rp1,2 miliar─Rp1,6 miliar), di samping sumbangan negara bagian, agar dapat dimasukkan ke dalam panduan kuliner tersebut.
Apa Dampak Kehadiran Michelin Guide?
Sebuah lembaga menyumbang 100 ribu dolar AS per tahun selama tiga tahun untuk membawa Michelin Guide ke Colorado. Sementara itu, Visit California menghabiskan 600 ribu dolar AS pada 2019 agar panduan tersebut mencakup seluruh negara bagian.
William berkata, "Kalau ditanya dampaknya (Michelin Guide dan Michelin Star) apa, itu hanya mencakup segelintir market, karena kebanyakan restoran yang dinilai, market-nya menengah ke atas, meski ada juga tempat-tempat makan seperti di hawker center Singapura yang punya bintang Michelin."
Founder Indonesia Gastronomy Network, Vita Danau, mengamini bahwa membawa Michelin Guide ke Indonesia, bukanlah hal "simpel." "Kalau dilihat dari proporsi pelaku industri (kuliner), pelaku industri (restoran) high-end, boleh dikatakan tidak sampai 100 yang bagus kualitasnya," katanya melalui pesan suara, Jumat.
Ia menambahkan, "Akan sia-sia jika kita sudah bayar fee besar di depan, mendatangkan asesor dan segala macam, tiba-tiba hanya sedikit yang bisa dinilai, atau misalnya yang masuk (Michelin Guide) cuma dua. Itu sayang sekali, jadi sebaiknya memang (ekosistem industri kuliner di Indonesia) dipersiapkan."
Worth It atau Tidak?
Saat ditanya apakah upaya mendatangkan Michelin Guide ke Indonesia "sepadan," William menjawab, "Yes and no." "Worth it, karena Indonesia disebut, 'Oh ada Michelin.' No, karena dampaknya secara umum tidak terlalu besar (karena bisa saja restoran yang masuk Michelin Guide atau mendapat Michelin Star tidak terlalu banyak)."
Sepakat dengan Vita, urgensi berbenah di sektor kuliner dalam negeri lebih tinggi, menurut William. "Ada lambang Michelin itu nambah ongkos, karena operasionalnya harus optimal. Tidak hanya dari makanan, tapi juga pelayanan dan higienitas. Asesor Michelin di luar negeri bahkan menilai restoran mulai dari toiletnya. Kalau tidak (sesuai standar), ya, bisa dicopot bintang Michelinnya," sebut dia.
Saat ini, kata Vita, urgensi menghadirkan Michelin Guide belum ada di Indonesia. "Restoran Indonesia yang bagus-bagus sudah masuk 50 Best. 50 Best cukup legit dalam hal penilaian, karena kriterianya juga sangat tinggi. Jadi, branding itu tidak hanya mengandalkan Michelin Guide," ujar dia.
Makanan Restoran Michelin
Dengan begitu banyak kriteria penilaian, apakah makanan restoran Michelin Guide selalu enak? Ternyata tidak selalu demikian, menurut William. "Enak itu relatif, karena it neeeds money to buy label, but it needs skill to buy quality," kata dia.
"Banyak tempat makan dapat Michelin (Guide atau Star), tapi biasa-biasa saja (rasa makanannya), karena itu (label Michelin) branding. Ketika dicopot, apakah pelanggan masih bisa menilai kualitasnya?"
Bila nanti Michelin Guide hadir di Indonesia, kata Vita, pengunjung restoran dalam panduan bergengsi itu akan cenderung bergantung pada turis asing. "Daya beli lokal tidak setinggi itu, mengingat biasanya restoran high-end yang mendapat pengakuan Michelin," ujarnya. "Maka itu, Michelin Guide perlu didorong melalui pemasaran pariwisata."
"(Bila ingin membawa Michelin Guide ke Indonesia), sudah seharusnya kementerian-kementerian terkait tidak ngomong sendiri-sendiri, semuanya bersatu membuat strategi. Saya yakin kalau road map dibikin dan road to itu dilaksanakan dengan benar, 2029 kita sudah punya Michelin (Guide). Tapi sekarang kembali, apakah itu bisa dilaksanakan, terutama ketika kita bicara efisiensi?" tandasnya.