Liputan6.com, Jakarta - Menegaskan alarm darurat polusi plastik, Pemerintah Provinsi (Pemnprov) Bali mengeluarkan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 yang melarang produksi dan penjualan air minum kemasan plastik di bawah satu liter. Bagaimana tanggapan pebisnis hotel dan restoran yang notabene terdampak ketetapan tersebut?
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung, IGN Rai Suryawijaya, menyebut bahwa pada dasarnya, pihaknya mendukung upaya pengurangan sampah plastik di Bali. "Tapi, memang harus ada alternatif maupun solusi yang ditawarkan," katanya melalui sambungan telepon pada Lifestyle Liputan6.com, Selasa (15/4/2025).
"Kalau di hotel," ia melanjutkan. "Sebenarnya kami sudah melakukan itu (pengurangan volume limbah plastik). Sejak beberapa tahun, kami tidak menyediakan lagi air minum dalam kemasan lagi. Kami ganti dengan botol, nanti bisa di-refill (di hotel) oleh tamu."
Cara ini, menurut Rai, tidak hanya mendukung lingkungan, namun juga mengurangi biaya operasional. "(Hotel) menghemat sekitar 10─15 persen (karena menyediakan air isi ulang, alih-alih air minum dalam kemasan)," ujar dia.
Dukungan serupa dinarasikan Pemilik Bebek Tepi Sawah, Nyoman Sumerta. "Secara pribadi, saya memang sudah peduli dengan sampah. Saya ikut banyak aksi anti-sampah plastik sejak 90-an, dan prinsip minim sampah sudah diterapkan di keluarga," ungkapnya saat dihubungi melalui telepon, Selasa.
Maka itu, ia mendukung langkah Pemprov Bali dalam memerangi "monster plastik." Terlebih, adaptasi bisnisnya untuk mengurangi sampah plastik sekali pakai sudah dimulai sebelum SE Gubernur yang disebutkan di atas terbit.
Alternatif yang Tidak Jadi Beban Lingkungan
Nyoman berkata, "Kami jual air minum dalam kemasan kaca, bukan plastik. Secara harga lebih mahal, dan ada sata satu-dua komplen pelanggan. Wajar, kami kasih pengertian. Tapi dari, misalnya, 200 konsumen, yang komplain paling hanya satu-dua orang."
Dimulai dari lokasi restoran mereka di Ubud, air minum dalam kemasan kaca itu sudah dijual di seluruh cabang mereka di Bali. "Tidak menutup kemungkinan juga ini dilakukan di cabang-cabang kami di luar Bali," ujar dia. "Tapi untuk sekarang, kami coba terapkan di Bali dulu sambil mendengar masukan-masukan dari pelanggan."
Menyadari harga air mineral dalam kemasan kaca lebih mahal, Nyoman berkata, pihaknya masih terus berupaya mencari alternatif lebih ekonomis tanpa menambah beban lingkungan. "Kami ingin bisa membahagiakan tamu tanpa plastik," ia mengungkap.
Nyoman berkata, "Bali itu Pulau Surga, harus indah, jangan sampai ada sampah. Kita harus berpikir jangka panjang, bagaimana anak cucu kita di masa depan tetap bisa menikmati pariwisata Bali." Dalam rangkaian dukungannya, restoran ini akan menjual tumbler yang bisa dipakai sendiri maupun jadi oleh-oleh.
Tidak Hanya soal Sampah Plastik
Selain menekan jumlah sampah plastik, Bebek Tepi Sawah juga mengelola sampah organik mereka melalui Tebo Modern. Itu merupakan perluasan konsep "Teba" tradisional, yaitu lubang kompos yang diadaptasi untuk pengelolaan sampah organik secara mandiri.
"Kami pilah sampah juga yang (pengelolaannya) bekerja sama dengan pemerintah desa maupun Dinas Lingkungan Hidup setempat," ia menyebut.
Langkah serupa pun dilakukan pebisnis hotel. "Sementara pengelolaan air limbah dilakukan mandiri oleh setiap hotel, pengelolaan sampah yang sudah dipilah biasanya dilakukan bersama masyarakat adat. Tamu juga sebenarnya kalau sudah disosialisasikan mau (ikut memilah sampahnya) walau tetap ada saja satu-dua oknum yang enggan," kata Rai.
Sebelum ini, para pengusaha hotel juga telah menginisiasi gerakan bersih-bersih lingkungan, terutama di sekitar properti mereka. "Hotel-hotel di dekat pantai, misalnya, punya program bersih-bersih pantai seminggu atau dua minggu sekali," beber dia. "Kalau ada sampah juga kesannya hotel jadi kumuh, jadi tidak bagus di mata tamu."
Kata Gubernur Bali
Sebelumnya, Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan, SE terkait air kemasan plastik bukan ingin mematikan pengusaha, mengingat produsen air minum lokal di Bali juga tidak sedikit. Namun, ia menegaskan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut hanya dibatasi penggunaan bahan yang merusak lingkungannya, dan diizinkan jika melahirkan inovasi pengganti yang lebih ramah lingkungan.
"Silakan berproduksi, tapi jangan merusak lingkungan, kan bisa botol kaca, bukan plastik seperti di Karangasem, ada kan bagus botolnya," ujar dia, lapor Antara. Untuk menjelaskan langkah ini, pihaknya akan dilakukan pertemuan dengan para pengusaha air minum kemasan, baik perusahaan besar maupun milik UKM lokal Bali.
"Saya akan mengumpulkan semua, ada PDAM, perusahaan-perusahaan swasta di Bali, mereka akan saya undang semua, tidak boleh lagi memproduksi minuman kemasan yang satu liter ke bawah, kan ada yang seperti gelas itu tidak boleh lagi, kalau galon boleh," jelasnya.
Koster memastikan semua pengusaha yang mengedarkan produknya di Bali akan diajak berbicara. Selain produsen, ia mengantisipasi peredaran yang dilakukan pemasok, sehingga surat edaran juga mengatur larangan mendistribusikan produk atau minuman kemasan plastik sekali pakai di wilayah Provinsi Bali.