Liputan6.com, Jakarta - Satu lagi tren viral di media sosial yang membahayakan kesehatan menarik perhatian jutaan pengguna. Tren yang disebut SkinnyTok itu mempromosikan penurunan berat badan secara ekstrem dengan membatasi konsumsi dan disiplin yang beracun sebagai jalan menuju 'kebahagiaan'.
Dari sederet konten terkait yang berseliweran, pengguna bisa mendapatkan beragam pesan glorifikasi gangguan makan terselubung. Misalnya, 'Kamu lebih dari sekadar berat badanmu', yang menyertakan tautan ke sumber terkait gangguan makan.
Ada pula slogan yang berkesan seperti parodi yang menormalkan 'menyiksa diri sendiri'. Di antaranya berbunyi, 'Jika perutmu bergemuruh, anggaplah itu sedang bertepuk tangan untukmu'. Ada pula pesan yang berbunyi, 'Untuk menjadi kecil, makanlah sedikit. Untuk menjadi besar, makanlah banyak' atau 'Kamu tidak butuh hadiah. Kamu bukan anjing'.
Mengutip NY Post, Rabu (16/4/2025), para ahli dan penyintas memperingatkan bahwa tren itu mengarahkan pengikut ke situasi berbahaya. "Saya tahu jika saya melihat [saran] itu saat saya masih muda, saya akan berpikir saya juga membutuhkannya," kata Phaith Montoya, seorang influencer body-positivity dan penyintas gangguan makan kepada TODAY.com.
Menurut spesialis penyakit dalam Dr. Asim Cheema, yang menandai tren ini ke Forbes, hal ini memicu tanda bahaya medis yang besar - termasuk memuliakan kelaparan dan mereduksi makanan menjadi utilitas yang tidak berjiwa. Para ahli mengatakan ini adalah pencitraan ulang dari komunitas pro-ana (pro-anoreksia) yang marak pada awal 2000-an agar bisa lebih relate dengan Gen Z.
Gambar Tubuh Kurus Picu Kecemasan
"Pola pikir ini mengabaikan kenyataan kompleks genetika, kesehatan mental, dan faktor sosial ekonomi, mempromosikan rasa malu daripada dukungan. Ini adalah narasi beracun yang disamarkan sebagai pemberdayaan," kata Stephen Buchwald dari Manhattan Mental Health, kepada Forbes.
Pedoman TikTok menyatakan bahwa aplikasi tersebut tidak mengizinkan menampilkan atau mempromosikan gangguan makan dan perilaku penurunan berat badan yang berbahaya. Pengguna dapat menyaring hashtag yang memicu. Namun, konten yang mendorong pengelolaan berat badan yang berpotensi berbahaya dapat tetap ada - dibatasi untuk pengguna di atas 18 tahun dan dihapus dari halaman Untuk Anda (FYP).
Budaya yang dipicu rasa malu ini tidak hanya tidak efektif - tetapi juga berbahaya. "Melihat gambar tubuh kurus yang dipilih dengan teliti dan tidak realistis setiap hari dapat membuat orang merasa mereka tidak pernah 'cukup baik.' Ini menciptakan siklus kritik diri dan rendah diri, yang dapat meningkat menjadi kecemasan dan depresi," kata Buchwald kepada Forbes.
Remaja Lebih Rentan Terpapar Tren SkinnyTok
Dia menambahkan bahwa risiko gangguan perilaku lebih besar terjadi pada remaja. "Remaja secara neurologis terhubung untuk mencari persetujuan dan rasa memiliki, yang membuat mereka sangat rentan terhadap tren seperti SkinnyTok."
Meskipun ada reaksi balik terhadap fatphobia dan budaya diet, SkinnyTok membuktikan kalau pemikiran bahwa tubuh yang kurus adalah yang ideal tidak pernah berubah.
"SkinnyTok hanyalah versi lain dari sesuatu yang telah kita lihat di masa lalu," kata penulis Martha Laham saat mengobrol dengan TODAY. "Jenis media dan bagaimana kita mengejarnya mungkin baru, tetapi ideal tipis selalu ada."
"Bahkan jika beberapa kreator berniat baik, mereka terkadang memberikan nasihat nutrisi, yang seharusnya tidak mereka lakukan," Andrea Mathis, ahli diet dan blogger di Beautiful Eats and Things, memperingatkan.
"Mungkin itu dimulai dengan satu cara, tetapi semakin banyak Anda melakukannya dengan pola pikir itu, itu bisa berubah menjadi obsesi," katanya kepada situs tersebut.
Belajar dari Pengalaman Joy Red Velvet
Sebagai idol, penampilan adalah aset yang selalu dijaga Joy Red Velvet. Ia membagikan pengalamannya mengatasi persepsi tubuh yang buruk karena terobsesi dengan tubuh kurus.
Dalam sebuah episode program hiburan MBC I Live Alone yang tayang pada Jumat, 11 April 2025, Joy memperlihatkan secara langsung rutinitas manajemen dirinya yang ketat, mulai dari pola makan hingga meditasi. Joy memulai harinya dengan mengonsumsi menu diet khusus untuk menjaga kadar gula darah.
Tak hanya itu, ia juga menggunakan berbagai suplemen nutrisi, alat manajemen tubuh, alat olahraga, hingga melakukan meditasi secara rutin. Usaha keras Joy untuk menjaga keseimbangan tubuh dan pikirannya sukses menarik perhatian para penonton.
"Dulu aku sangat sadar akan pandangan orang lain, dan aku merasa mereka tidak merawatku melainkan terus memaksaku. Aku sangat sadistik terhadap diriku sendiri (dalam hal diet), dan akhirnya itu berdampak buruk padaku," tutur Joy dikutip dari situs News1, Sabtu, 12 April 2025.
Joy menjelaskan bahwa tekanan berlebihan untuk diet membuat sistem kekebalan tubuhnya melemah. Hal ini menjadi titik balik baginya untuk mengubah cara pandangnya. "Ketika aku mengubah sudut pandang menjadi untuk merawat diriku sendiri, bukan demi orang lain, kesehatan mental dan fisikku menjadi lebih baik," tambahnya.