Gerakan Ayah Mengambil Raport, Menteri Wihaji: Jangan Lihat Prestasinya, Setiap Anak Itu Juara

15 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta - Gerakan Ayah Mengambil Raport (GEMAR) yang dibesut Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga) tidak bertujuan untuk menghakimi nilai anak.

Menurut Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga) Wihaji, saat mengambil rapor, ayah tak perlu melihat anak dari tingkat prestasinya karena setiap anak adalah juara.

"Jangan lihat prestasinya, InshaAllah setiap anak itu juara. Saya meyakini itu," kata Wihaji usai berbincang dengan para ayah dan siswa di SMAN 61 Jakarta, Jumat (19/12/2025).

Lebih dari sekadar fokus ke nilai dan prestasi anak, GEMAR adalah upaya agar anak merasakan kehadiran ayah. Pasalnya, 25,8 persen anak Indonesia pada 2025 mengalami fatherless atau kehilangan peran ayah.

Di sana, ia berjumpa dengan seorang ayah yang mengalami pemotongan gaji karena harus izin tak masuk kerja demi ambil rapor anaknya.

"Saya ganti gaji yang dipotong itu," katanya.

Wihaji pun menekankan, momen mengambil rapor bersama ayah adalah hal yang tak akan terlupakan oleh anak. Mereka akan merasa ayahnya hadir sehingga menimbulkan rasa percaya diri.

"Kita harus bersyukur masih ada ayah masih ada anak, kalau saudara-saudara kita di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, mereka boro-boro mengambil rapor, mereka tengah mencari anaknya yang hilang, ayahnya yang hilang, rumahnya yang hilang," pungkasnya.

GEMAR di SDN Pondok Bambu 11

Sebelum mengunjungi SMAN 61 Jakarta, Wihaji lebih dulu bertandang ke SDN Pondok Bambu 11.

Jumat pagi pukul 08:32 WIB, Wihaji tiba di SD yang terletak di bilangan Jakarta Timur. Kehadirannya disambut barisan anak yang mengenakan baju adat dari berbagai daerah di Indonesia. Ia pun menyaksikan penyerahan rapor dari guru ke murid dan ayahnya di dalam kelas.

Dalam kesempatan itu ia menyampaikan bahwa gerakan ini dilakukan bukan tanpa alasan. Kehadiran ayah dalam momen-momen kehidupan anak adalah bekal penting untuk pertumbuhan psikologisnya.

"Kenapa sih hari ini ayah-ayah suruh ambil rapor? Sekadar informasi, hari ini anak-anak Indonesia 25,8 persen kehilangan ayahnya, adanya seperti tidak adanya. Anak-anak sekarang ayahnya bukan bapak-bapak, anak-anak sekarang ayahnya handphone," kata Wihaji di hadapan para ayah dan anak-anaknya.

Kurangi Screentime dan Sempatkan Ngobrol dengan Anak

Dia menambahkan, anak-anak biasanya memegang ponsel sekitar tujuh hingga sembilan jam dalam sehari. Ini menjadi salah satu alasan kenapa anak-anak sulit dinasihati.

"Sekarang anak-anak susah dibiliangin, ya gimana nggak susah, bapak-bapak jarang ngobrol dengan anaknya," kata Wihaji. Wihaji pun mengajak para ayah untuk mulai menyempatkan waktu mengobrol dengan anak-anaknya.

"Oleh karena itu, saya titip, sempatkan ngobrol dengan anaknya. Mau siang, mau malam sempatkan."

Wihaji berkisah, dirinya diberi tugas oleh sang istri untuk menyempatkan waktu mengobrol dengan anak. Dulu, saat ia menjadi bupati, ia diminta menyempatkan waktu dua jam dalam seminggu khusus untuk mengobrol dengan anak. Kini setelah menjadi menteri, ia diminta sang istri untuk menyempatkan waktu satu jam per hari untuk berbincang dengan anak.

Ali dan Abinaya

Di ruangan itu, terlihat puluhan ayah yang rela meninggalkan pekerjaannya sejenak untuk mengambil rapor anak. Di antara para ayah, ada Ali, seorang sopir ojek daring (ojol) yang turut mendampingi putranya, Abinaya, untuk mengambil rapor.

Raut muka bangga dan bahagia tak bisa disembunyikan dari wajah Ali, sang putra meraih nilai yang baik hingga ada beberapa mata pelajaran yang nilainya 90. Hari itu, Abinaya meraih peringkat dua di kelas.

Melihat prestasi yang baik, Wihaji pun menawari hadiah untuk bocah itu.

"Mau minta apa dari Pak Wihaji?" tanya Wihaji.

"Sepeda," ucap Abinaya.

Wihaji pun berjanji akan mengirimkan sepeda ke kediaman Ali dan Abinaya. Tak lupa memberikan uang tunai Rp 500.000.

Jika Anak Tak Punya Ayah

Sementara, untuk anak yang tak punya ayah. Wihaji mengatakan bahwa peran ini dapat digantikan oleh "Sosok Ayah."

Sosok ayah adalah orang yang menggantikan peran ayah. Bisa paman, kakak, atau kakek dari anak tersebut.

"Untuk yang enggak punya ayah gimana? Tentu ada solusinya, kita sebut dengan sosok ayah pengganti, bisa pakde, kakaknya, pamannya, bisa mbahnya," ujarnya.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |