Liputan6.com, Jakarta - Katun bambu menjelma jadi primadona fesyen ramah lingkungan, selain bahan seperti linen dan tencel yang terbuat dari serat kayu. Katun bambu dengan campuran sekitar 70 persen serat bambu dan 30 persen kapas semakin populer karena sifatnya yang ramah lingkungan dan nyaman.
Mengutip Green Compostables, Selasa (13/5/2025), permintaan pasar yang tinggi terhadap produk ramah lingkungan mendorong produksi katun bambu. Keunggulan material ini meliputi teksturnya yang lembut, sifat antibakteri dan antijamur alami, daya serap keringat tinggi, serta ketahanannya yang cukup baik.
Bahan ini juga menawarkan perlindungan UV hingga 97,5 persen, menjadikan katun bambu pilihan tepat untuk pakaian sehari-hari. Namun, harga katun bambu cenderung lebih mahal daripada katun biasa. Pilihan warna dan ketebalannya juga masih terbatas.
Kendati demikian, katun bambu menawarkan solusi eco-fashion yang menyegarkan. Kombinasi kenyamanan, kesehatan, dan keberlanjutan lingkungan jadi daya tarik utama bagi konsumen yang peduli pada langkah ramah lingkungan.
Perkembangan teknologi terus meningkatkan ketersediaan dan menurunkan harga katun bambu, membuatnya semakin mudah diakses masyarakat luas. Tekstur katun bambu yang halus dan lembut membuatnya nyaman dipakai, bahkan untuk kulit sensitif.
Sifat antibakteri dan antijamur alami bambu mengurangi bau badan dan risiko iritasi. Daya serap keringat yang tinggi dari bahan ini akan menjaga tubuh tetap kering dan nyaman, membuatnya cocok untuk dipakai di negara tropis, seperti Indonesia.
Katun Bambu Anti-Bakteri
Tak perlu diragukan lagi, kain bambu dikenal karena karakteristiknya yang ramah kulit. Teksturnya yang lembut dan halus memberi sensasi nyaman di kulit, yang sering disamakan dengan serat alami, seperti sutra.
Kemampuan bernapasnya yang luar biasa meningkatkan sirkulasi udara, menciptakan pengalaman pemakaian yang nyaman. Dengan sifat penyerap kelembapan yang melekat, kain bambu secara efisien menyerap dan menguapkan kelembapan, menjaga kulit tetap kering dan mengurangi ketidaknyamanan yang disebabkan pakaian lembap.
Kain bambu yang sangat hipoalergenik cenderung tidak menyebabkan iritasi kulit, sehingga bermanfaat bagi mereka yang memiliki kulit sensitif. Material katun bambu untuk pakaian bayi bahkan semakin banyak diproduksi.
Meski kain bambu telah populer karena kualitasnya yang ramah lingkungan dan nyaman, penting untuk mempertimbangkan beberapa potensi kekurangannya. Salah satunya adalah kecenderungan untuk menyusut.
Perawatan Pemakaian Katun Bambu
Tanpa perawatan yang tepat, seperti mencuci dengan air dingin dan menghindari panas tinggi selama pengeringan, pakaian dari katun bambu dapat mengalami penyusutan. Hal ini dapat memengaruhi kecocokan dan ukuran pakaian, yang berpotensi menyebabkan ketidakpuasan konsumen.
Beberapa kain bambu menjalani pemrosesan kimia untuk memecah serat bambu. Meski langkah pemrosesan ini umum dalam industri, metode tersebut dapat melibatkan bahan kimia keras, yang dapat menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan.
Memilih kain bambu yang diproduksi melalui proses mekanis yang lebih ramah lingkungan dapat mengurangi masalah ini. Meski bambu tumbuh pesat dan dapat diperbarui, dampak lingkungan dari pembuatan kain bambu dapat bervariasi. Proses produksi yang boros energi dan pengangkutan tekstil bambu dari lokasi produksi juga dapat berkontribusi pada jejak karbon secara keseluruhan.
Katun Vs Katun Bambu
Kain bambu lebih sulit diwarnai daripada tekstil lain, sehingga pilihan warnanya terbatas. Keterbatasan ini dapat membatasi rentang warna cerah yang tersedia bagi konsumen yang lebih menyukai spektrum pilihan lebih luas untuk pakaian mereka.
Kain bambu dan katun merupakan pilihan populer dalam industri tekstil, masing-masing menawarkan karakteristik yang memenuhi preferensi dan nilai yang berbeda. Dalam hal keberlanjutan, kain bambu sering kali disukai karena atributnya yang ramah lingkungan.
Tanaman bambu tumbuh cepat dan membutuhkan sedikit air, serta tidak ada pestisida selama penanaman. Hal ini menjadikan bambu sebagai sumber daya terbarukan dengan dampak lingkungan yang lebih rendah.
Di sisi lain, kapas, sebagai serat alami yang banyak digunakan, telah menghadapi kritik lingkungan karena praktik budidaya konvensionalnya, yang melibatkan penggunaan air yang signifikan, aplikasi pestisida, dan pertanian intensif lahan. Namun, munculnya kapas organik telah memperkenalkan alternatif lebih berkelanjutan dalam pasar kapas.
Kelembutan dan tekstur memainkan peran penting dalam daya tarik kedua kain tersebut. Kain bambu sangat lembut, menyerupai nuansa sutra atau kasmir, sementara katun, meski tidak sehalus sutra, secara alami lembut dan mudah bernapas.