Liputan6.com, Jakarta - Industri pariwisata Amerika Serikat sedang menghadapi tantangan besar dengan penurunan signifikan dalam jumlah kunjungan dari turis internasional. Data terbaru menunjukkan bahwa 7,1 juta pengunjung memasuki AS dari luar negeri dalam kuartal pertama 2025, menurun 3,3 persen dibandingkan periode yang sama pada 2024.
Mengutip dari Euronews, Senin, 12 Mei 2025, penurunan ini menjadi perhatian utama bagi perusahaan perjalanan dan pariwisata yang beroperasi di AS. Expedia yang memiliki platform reservasi akomodasi Hotels.com dan VRBO serta agen perjalanan online dengan nama yang sama adalah perusahaan Amerika terbaru yang melaporkan perlambatan bisnis dengan pengunjung internasional dan pelancong domestik.
Penurunan minat turis ini tidak hanya berdampak pada perusahaan perjalanan, tetapi juga pada ekonomi AS secara keseluruhan. Sebagian besar maskapai penerbangan utama AS mengatakan bahwa mereka berencana untuk mengurangi jadwal penerbangan, dengan alasan penurunan penumpang kelas ekonomi yang memesan perjalanan liburan.
Asosiasi Perjalanan AS mengatakan bahwa ketidakpastian ekonomi dan kecemasan atas tarif Presiden Donald Trump mungkin menjelaskan penarikan tersebut. Pada bulan April, kepercayaan warga Amerika terhadap ekonomi merosot selama lima bulan berturut-turut ke level terendah sejak dimulainya pandemi.
Bank of America mencatat bahwa pengeluaran untuk penerbangan dan penginapan terus menurun, mengindikasikan kekhawatiran konsumen terhadap prospek ekonomi. Ketidakpastian ekonomi dan kebijakan tarif yang diterapkan oleh pemerintahan Trump juga disebut-sebut sebagai faktor yang mendorong penurunan ini.
Perubahan Tren Perjalanan
Tren perjalanan internasional menunjukkan bahwa pelancong dari Eropa dan Kanada kini lebih memilih destinasi di Amerika Latin dibandingkan AS. Kepala Keuangan Expedia, Scott Schenkel, melaporkan bahwa pemesanan perjalanan ke AS dari Kanada turun hampir 30 persen.
Sebaliknya, permintaan perjalanan ke destinasi seperti Meksiko dan Brasil meningkat. Airbnb juga mencatat penurunan minat terhadap AS sebagai destinasi. Ellie Mertz, Kepala Keuangan Airbnb, menyebutkan bahwa orang Kanada lebih banyak bepergian di dalam negeri dan ke negara-negara seperti Meksiko, Brasil, dan Jepang.
CEO Expedia Ariane Gorin mengatakan permintaan untuk perjalanan AS lebih rendah pada bulan April dibandingkan pada bulan Maret. "Kami masih terus melihat tekanan pada perjalanan ke AS, tetapi kami juga telah melihat beberapa penyeimbangan kembali," kata Gorin. "Orang Eropa lebih jarang bepergian ke AS, tetapi lebih banyak ke Amerika Latin."
Meskipun menghadapi tantangan besar, beberapa pemimpin industri tetap optimis. Presiden dan CEO Hilton, Christopher Nassetta, menyatakan bahwa meskipun ada penurunan perjalanan internasional ke hotel-hotelnya di AS, ia tetap yakin akan pemulihan di paruh kedua tahun ini. Nassetta berharap bahwa ketidakpastian ekonomi akan mereda, memungkinkan kekuatan dasar ekonomi untuk bersinar kembali.
Aturan Baru Pelancong dari Pemerintah AS
Sebelumnya pada Maret 2025, pemerintah Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump dilaporkan sedang mempertimbangkan aturan perjalanan baru yang akan dikenakan kepada warga dari berbagai negara. The New York Times, mengutip informasi dari sumber resmi, menyatakan total 43 negara tercantum dalam daftar draft yang dibagi menjadi tiga kategori pembatasan perjalanan.
Melansir laman news.com.au, Minggu, 16 Maret 2025, kategori pertama disebut kategori merah. Itu merupakan kelompok negara yang warganya akan dilarang masuk AS sepenuhnya, termasuk Afghanistan, Bhutan, Kuba, Iran, Libya, Korea Utara, Somalia, Sudan, Suriah, Venezuela, dan Yaman.
Berikutnya adalah kategori oranye. Itu adalah kelompok negara yang mengalami pembatasan visa yang ketat, termasuk Belarusia, Eritrea, Haiti, Laos, Myanmar, Pakistan, Rusia, Sierra Leone, Sudan Selatan, dan Turkmenistan.
"Dalam kasus tersebut, pelancong bisnis kaya mungkin diizinkan untuk masuk, tetapi bukan orang yang bepergian dengan visa imigran atau turis," lapor The New York Times.
Larangan Perjalanan Masih Bisa Berubah
Sebanyak 22 negara lainnya dimasukkan dalam kategori kuning. Kelompok negara tersebut memiliki waktu 60 hari untuk mengatasi masalah yang disorot AS atau berisiko dipindahkan ke salah satu kategori yang lebih ketat.
Mengutip Euronews, daftarnya meliputi Angola, Antigua dan Barbuda, Benin, Burkina Faso, Vanuatu, Gambia, Republik Dominika, Republik Demokratik Kongo, Zimbabwe, Tanjung Verde, Kamboja, Kamerun, Kongo, Liberia, Mauritania, Malawi, Mali, São Tomé dan Príncipe, Guinea, Saint Kitts dan Nevis, St. Lucia, dan Chad. Hingga saat ini, Gedung Putih belum mengomentari memo yang dilaporkan tersebut secara terbuka.
Daftar itu muncul setelah perintah eksekutif yang ditandatangani Trump pada 20 Januari 2025 yang menyatakan bahwa perintah tersebut akan melindungi negara dan warga negaranya dari "orang asing yang bermaksud melakukan serangan teroris, mengancam keamanan nasional kita, menganut ideologi kebencian, maupun mengeksploitasi undang-undang imigrasi untuk tujuan jahat."
Perintah itu mengharuskan beberapa anggota kabinet untuk memberikan rekomendasi tentang negara mana yang harus dimasukkan dalam larangan perjalanan, menurut laporan. Pada jumpa pers pada Rabu, 12 Maret 2025, Presiden AS Donald Trump ditanya negara mana saja yang mungkin bakal dimasukkan dalam daftar baru terkait perintah eksekutif tersebut.
Trump menolak menjawab, ia mengatakan, "Bukankah itu hal yang bodoh jika saya katakan?" Selama kampanyenya, Trump berjanji untuk memberlakukan kembali larangan perjalanan yang mendapat perhatian besar selama masa jabatan pertamanya.