Liputan6.com, Jakarta - Menjelang akhir Ramadan 2025, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menggelar acara bertajuk ‘Buka Puasa Bersama Menteri Kehutanan” dengan mengundang sejumlah media. Acara digelar di kantor Kemenhut di Jakarta Pusat, Selasa, 25 Maret 2025, dan dihadiri Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni.
Dalam kesempatan itu Kemenhut juga mengumkan pembentukan Forum Wartawan Kehutanan untuk menjembatani sekaligus lebih memudahkan komunikasi Kemenhut dengan para wartawan yang biasa meliput di Kementerian Kehutanan. Acara diawali dengan sambutan dari Menhut yang dilanjutan dengan siraman rohani dari ustaz Erick Yusuf.
Sebelum memberikan sambutan, Menhut Raja Juli sempat menyapa para wartawan yang datang, termasuk tim Lifestyle Liputan6.com. Ketika berpidato, Menhut mengatakan baru-baru ini ada kejadian yang menghebohkan banyak pihak. Banyak audiens mengira, terutama pada wartawan, ia akan membahas seputar pembongkaran bangunan di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat yang jadi penyebab utama banjir di Jabodetabek atau tentang deforestasi.
Tapi ternyata bukan informasi itu yang dia bahas maupun update dari kegiatan Kemenhut tapi justru membicarakan seputar kebebasan pers yang dikaitkan dengan Forum Wartawan Kehutanan (Forwahut) dan kasus pengiriman bangkai kepala babi dan tikus untuk wartawan Tempo.
"Saya pribadi dan juga atas nama Kemeterian Kehutanan merasa prihatin dengan kejadian yang diawali wartawan Tempo yang ternasuk salah satu media terkemuka di Indonesia. Ini bukan sesuatu yang bagus karena negara yang demokratis. Tentunya memberi kebebasan pada media atau pers yang tentunya bertanggung jawab dan beretika," kata Raa Juli.
"Kalau ada masalah dengan pemberitaan media kan bisa mengajukan keberatan, bisa ke dewan pers atau organisasi wartawan buat mencari jalan tengahnya bukan dengan teror seperti ini ya ini sudah termasuk teror kepada media," sambungnya.
Menhut Cerita Perkembangan Pers
Pria kelahiran 47 tahun lalu ini pun mengenang saat dirinya masih menjadi mahasiswa dan bersama teman-temannya mengelar diskusi tentang pembredelan majalah Tempo pada 1994 karena dianggap mengkritik pemerintahan di masa itu yang sangat ketat mengawasi media. Ketika diskusi digelar, aparat mendatangi kampusnya dan meminta acara tidak dilanjutkan karena dianggap meresahkan.
"Iya waktu itu pemerintahnya sangat represif terhadap media yang kritis. Di tahun 90an itu ada beberapa media yang ditutup dan kita sempat membahas soal Tempo tapi ternyata dilarang juga sama pihak berwajib," kenangnya.
Usai rezim Orde Baru tumbang, kebebasan pers jadi salah satu perubahan yang sangat terasa di era reformasi. Media bebas mengkritisi penguasa. Namun, ia menyebut karena bebas, akhirnya jadi kebablasan sehingga terkadang berita yang diragukan kebenaran data-datanya bisa beredar di media.
"Lama-kelamaan setiap orang bisa menjadi watrtawan dengan konsep citizen journalism yang sayangnya sering membuat berita yang diragukan kebenarannya, misalnya tidak konfirmasi lebih ke dulu ke narasaumber atau orang-orang yang dekat dengan narasumber. Ditambah lagi dengan menjamurnya medsos (media sosial), membuat informasi bisa beredar dengan sangat cepat tapi kerap tidak didukung data-data yang valid," jelasnya.
Menhut menilai pembentukan forum wartawan bisa lebih mendekatkan hubunagn media dengan pihak kementerian untuk lebih memastikan informasi yang diperoleh benar-benar dapat dipercaya dan sesuai dengan kode etik jurnalistik. "Jadi media bebas mencari informasi dan memberitakan apa saja asalkan sesuai dengan kaidah atau kode etik jurnalistik," ujarnya.
Sesi Tanya Jawab di Kemenhut
Setelah panjang lebar membahas tentang kebebasan pers, Menhut sama sekali tidak membahas informasi maupun update terbaru seputar masalah-masalah kehutanan yang menunggu diselesaikan pemerintah. Kesempatan untuk berbincang sejenak dengan awak media dimanfaatkan Menhut Raja Juli untuk bernostalgia saat masih menjadi mahasiswa dan pentingnya pendirian forum wartawan di Kemenhut.
Setelah itu, ia pun pamit meninggalkan acara. Selama ini setiap ada acara di Kemenhut, baik menteri maupun para dirjen selalu memberikan keterangan dan bahkan membuka sesi tanya jawab dengan media, tapi tidak untuk kali ini.
Beberapa hari sebelumnya Kemenhut menggelar konferensi pers d kantor mereka di Jakarta, Kamis, 20 Maret 2025. Dalam kesempatan itu,. Kemenhut mengungkapkan mengawasi 50 titik di empat Daerah Aliran Sungai (DAS), terutama di wilayah yang berdampak kepada banjir terjadi baru-baru ini di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kemenhut Dwi Januanto Nugroho mengatakan 50 papan dan stiker pengawasan di 11 titik DAS Ciliwung, 7 titik DAS Kali Bekasi, 17 titik DAS Cisadane dan 15 titik di DAS Citarum.
Kawasan Hutan Lindung dan Konservasi
"Data-data lokasi giat operasi yang tidak hanya di kawasan yang statusnya hutan produksi. Kita temukan di kawasan yang tadi yang penting adalah kawasan hutan lindung dan kawasan konservasi Yang memang tadi fungsinya ditekankan untuk siklus tata air dan juga keanekaragaman hayati dan terpenting adalah sistem penyangga kehidupan," terang Dwi Januanto.
Dia mengatakan setelah pengawasan di wilayah-wilayah tersebut pihaknya akan memanggil berbagaii pihak terkait untuk klarifikasi karena pihaknya memang menemukan sejumlah isu terkait tata ruang. Instrumen hukum yang akan diambil oleh Kemenhut termasuk pengawasan administrasi dan perdata atau penyelesaian di luar mekanisme pengadilan.
"Berdasarkan kajian kami memang penyebab banjir ini adalah alih fungsi lahan yang harusnya merupakan kawasan lindung, ini yang ada di APL (areal penggunaan lain), ini yang kemudian menjadi kawasan yang terbangun dengan sehingga menyebabkan lokasi tersebut kedap air, yang harusnya berfungsi sebagai resapan, sudah dibangun sehingga air ini meluap," ungkapnya.
Dia mengatakan terdapat pula alur sungai yang menyempit, dari 11 meter kini menjadi 3 meter dan sudah terdapat banyak pemukiman di sekitarnya. Terkait hal itu, dia mengatakan pihaknya mengupayakan rehabilitasi daerah-daerah tersebut ditambah dengan penanaman vegetasi yang sesuai.