Liputan6.com, Jakarta - Jane Goodall meninggal dunia pada usia 91 tahun. Kabar kematian primatolog dan advokat satwa liar asal Inggris itu diumumkan Jane Goodall Institute pada Rabu, 1 Oktober 2025. Menurut pernyataan di Instagram, Goodall meninggal dengan tenang dalam tidurnya saat berada di Los Angeles dalam rangkaian tur ceramahnya di Amerika Serikat, mengutip CNA, Kamis (2/10/2025).
Pada hari wafatnya, Goodall dijadwalkan bertemu dengan murid dan guru untuk meluncurkan penanaman 5.000 pohon di area yang terbakar akibat kebakaran hutan di Los Angeles. Penyelenggara mengetahui kabar kematiannya saat acara akan dimulai di EF Academy, Pasadena.
Pohon pertama ditanam atas nama Goodall setelah dilaksanakan satu menit mengheningkan cipta. Seorang juru bicara, Shawna Marino, mengatakan, "Saya rasa tidak ada cara yang lebih baik untuk menghormati warisannya daripada berkumpulnya seribu anak di sini untuknya."
Goodall dikenal sebagai pionir yang mengubah cara dunia memahami perilaku simpanse. Di era 1960an, Goodall membuka jalan bagi banyak ilmuwan wanita lain di bidangnya. Ia juga berhasil membawa dunia ke alam liar melalui kemitraannya dengan National Geographic Society, memperkenalkan simpanse yang dicintainya melalui film, televisi, dan majalah.
Penelitian Simpanse Jane Goodall
Goodall merevolusi studi tentang simpanse dengan metode yang berbeda dari ilmuwan pada masanya. Ia memberi setiap simpanse nama, bukan nomor, dan memperhatikan kepribadian, hubungan keluarga, serta emosi mereka. Temuannya menunjukkan bahwa simpanse, seperti manusia, dapat menggunakan alat.
Dalam TED Talk 2002, ia menyatakan, "Kami telah menemukan bahwa pada akhirnya tidak ada garis tegas yang memisahkan manusia dari kerajaan hewan lainnya."
Ketertarikan Goodall pada hewan dimulai sejak kecil, ketika ayahnya memberinya mainan simpanse yang ia simpan seumur hidup. Setelah meninggalkan sekolah karena keterbatasan biaya, ia bekerja sebagai sekretaris dan di perusahaan film, hingga undangan seorang teman membawanya ke Kenya.
Pada 1957, Goodall mulai bekerja dengan paleoantropolog terkenal Louis Leakey dan dikirim untuk meneliti simpanse di Tanzania. Bersama Dian Fossey dan Birute Galdikas, ia menjadi salah satu dari tiga wanita yang dipilih untuk mempelajari kera besar di alam liar. Temuan paling terkenal Goodall adalah bahwa simpanse menggunakan batang rumput dan ranting untuk mengambil rayap dari sarangnya.
Leakey mendorongnya menempuh gelar doktor di Cambridge, menjadikannya orang kedelapan yang meraih PhD tanpa gelar sarjana. Selain itu, Goodall menemukan bahwa simpanse juga dapat bersikap agresif, termasuk melakukan pembunuhan bayi dan perang wilayah, yang menantang anggapan bahwa kerabat terdekat manusia selalu lebih lembut secara alami.
Usaha Konservasi dan Lingkungan
Seiring berjalannya waktu, Goodall mengembangkan fokusnya dari penelitian primata ke advokasi lingkungan. Ia menyadari bahwa perlindungan simpanse tidak mungkin tanpa menjaga habitat mereka. Pada 1977, ia mendirikan Jane Goodall Institute untuk melanjutkan penelitian dan konservasi simpanse. Pada 1991, ia meluncurkan Roots & Shoots, program lingkungan yang kini hadir di lebih dari 60 negara.
Goodall menekankan pentingnya peran individu, "Setiap individu memiliki peran untuk dimainkan, dan setiap orang membuat dampak pada planet ini setiap hari, dan kita bisa memilih dampak seperti apa yang kita buat."
Setelah menghadiri konferensi tentang simpanse di AS pada 1980-an, ia terpanggil untuk melawan eksploitasi medis, perburuan daging liar, dan kehancuran habitat. Ia melakukan perjalanan global untuk advokasi satwa liar hingga usia sembilan puluhan.
Prestasinya diakui secara luas, termasuk diangkat menjadi Dame Commander oleh Inggris dan menerima Presidential Medal of Freedom dari Presiden AS Joe Biden pada 4 Januari 2025. Jane Goodall juga diabadikan sebagai figur Lego dan Barbie. Ia menekankan urgensi tindakan terhadap lingkungan, "Waktu untuk kata-kata dan janji palsu telah berlalu jika kita ingin menyelamatkan planet ini."
Kehidupan Pribadi dan Warisannya
Goodall menikah dua kali, salah satunya dengan fotografer Belanda Baron Hugo van Lawick, dan dikaruniai satu orang anak bernama Hugo Eric Louis. Pernikahan ini berakhir dengan perceraian, dan ia menikah lagi dengan Derek Bryceson, seorang anggota parlemen Tanzania yang kemudian meninggal karena kanker.
Pesan yang ditinggalkan Goodall adalah tentang pemberdayaan individu dan harapan bagi generasi mendatang. Ia menegaskan, "Ya, ada harapan... Itu ada di tangan kita, tanganmu, tangan saya, dan tangan anak-anak kita. Itu benar-benar tergantung pada kita." Hampir tiga dekade setelah pertama kali tiba di Afrika, ia menyadari bahwa untuk melindungi simpanse, ia harus melampaui Gombe dan mengambil peran global sebagai konservasionis.
Warisan Jane Goodall tetap hidup melalui penelitian, pendidikan, dan inspirasi yang ia tinggalkan bagi konservasionis, ilmuwan, dan masyarakat umum di seluruh dunia. Ia menunjukkan bahwa hubungan manusia dengan alam harus dibangun atas cinta, penghormatan, dan kesadaran akan tanggung jawab bersama terhadap bumi dan seluruh makhluk hidup.