Jalur Kereta Ringan Akan Dibangun di Gunung Fuji, Bisa Angkut 3 Jutaan Wisatawan per Tahun

1 month ago 29

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Provinsi Yamanashi, Jepang, sedang mengajukan proposal pembangunan layanan kereta ringan yang menghubungkan kaki Gunung Fuji dengan Stasiun ke-5. Layanan ini diperkirakan dapat mengangkut 3,36 juta penumpang setiap tahunnya, seperti yang ditunjukkan dalam laporan terbaru dari pemerintah daerah.

Dalam laporan sementara, otoritas Yamanashi mengusulkan jalur ganda dengan dua kereta yang beroperasi setiap enam menit selama 10 jam per hari. Hal ini dilakukan untuk mengurangi lonjakan wisatawan pada musim panas sekaligus mengurangi emisi kendaraan.

Jalur kereta api ini akan dibangun di sepanjang Jalan Fuji Subaru, jalan tol menuju Stasiun ke-5 yang berfungsi sebagai titik awal untuk salah satu jalur pendakian paling populer di gunung. Pemprov memperkirakan pembangunan itu memerlukan investasi mencapai 148,6 miliar yen (sekitar Rp15,2 triliun).

Mereka berpendapat bahwa konstruksi jalur kereta api paling baik digarap pemerintah daerah, sementara operasional kereta api dijalankan oleh perusahaan swasta. Laporan tersebut menyatakan bahwa dengan asumsi 3 juta penumpang per tahun dengan harga tiket 10.000 yen per orang, sistem transportasi ini diperkirakan akan menghasilkan keuntungan sebesar 184,8 miliar yen bagi prefektur dan 420,7 miliar yen bagi operator selama periode 40 tahun.

Meskipun demikian, proyek ini masih menghadapi penolakan dari warga setempat. Provinsi Yamanashi, Jepang, berencana untuk menentukan arah proyek di masa depan pada akhir tahun ini setelah menerima masukan dari warga. "Ada tantangan, tetapi ini dapat diatasi," kata Gubernur Yamanashi Kotaro Nagasaki pada konferensi pers akhir Oktober 2024, dikutip dari Kyodo, Minggu (10/11/2024).

Salju Turun Terlambat di Gunung Fuji

Sebelumnya, Gunung Fuji menarik perhatian dunia lantaran puncaknya sudah lama tak tertutup salju putih. Keterlambatan datangnya salju di Gunung Fuji bahkan mencetak rekor dalam 130 tahun, sejak data perbandingan tersedia pada 1894, mengalahkan rekor sebelumnya pada 26 Oktober yang tercatat tahun 1955 dan 2016. 

Banyak orang meyakini bahwa fenomena alam tak biasa itu akibat perubahan iklim. Hal itu mengundang perhatian dan kekhawatiran dari berbagai kalangan, termasuk para ahli meteorologi dan pencinta alam.

Gunung Fuji, yang biasanya tertutup salju hampir sepanjang tahun, jadi tujuan populer bagi para pendaki selama musim pendakian bulan Juli hingga September. Lebih dari 220 ribu pengunjung mendaki lerengnya yang curam dan berbatu setiap tahunnya. Banyak di antaranya berusaha mencapai puncak setinggi 3.776 meter untuk menyaksikan matahari terbit.

Gunung simetris ini telah diabadikan dalam banyak karya seni, termasuk Great Wave karya Hokusai, dan terakhir kali meletus sekitar 300 tahun lalu. Fenomena keterlambatan salju ini tidak hanya menambah daya tarik visual Gunung Fuji, tapi juga mengingatkan kita akan pentingnya menjaga keseimbangan lingkungan di tengah perubahan iklim yang terus berlangsung.

Mulai Muncul Lapisan Salju Tipis

Sementara, langit cerah di sekitar Gunung Fuji pada Rabu pagi, 6 November 2024, memperlihatkan pemandangan yang telah dinantikan banyak orang: lapisan salju tipis yang menyelimuti puncak gunung tertinggi di Jepang tersebut. Potret dari berbagai titik di sekitar gunung, termasuk dari balai kota, ramai diunggah ke media sosial.

Mengutip Japan Today, Kamis, 7 November 2024, Kota Fuji, yang terletak di Prefektur Shizuoka, jadi salah satu saksi utama dari fenomena ini. Akun X, dulunya Twitter, kota tersebut membagikan foto-foto Gunung Fuji yang menunjukkan lapisan salju tipis di puncaknya.

"Ini adalah foto-foto Gunung Fuji, dilihat dari balai kota pagi ini. Kita bisa melihat lapisan tipis salju di dekat puncak," demikian bunyi keterangan unggahan tersebut.

Meski salju akhirnya turun, Badan Meteorologi Jepang (JMA) belum dapat mengumumkan rekor baru untuk awal lapisan salju yang paling lambat karena tutupan awan di stasiun pemantauannya. Seorang pejabat JMA di kantor Kofu menyatakan bahwa kondisi cuaca yang berawan menghalangi pengamatan langsung.

Penurunan Jumlah Pendaki

"Salju di gunung kemungkinan akan bertahan untuk sementara waktu," sebut pejabat tersebut. "Suhu pada bulan Oktober di puncak Gunung Fuji lebih hangat daripada suhu rata-rata," imbuhnya. Musim panas di Jepang tahun ini juga tercatat sebagai salah satu yang terpanas, seiring gelombang panas ekstrem yang melanda banyak bagian dunia.

Selain memecahkan rekor telat bersalju, Gunung Fuji juga mengalami penurunan jumlah pendaki tahun ini. Angkanya merosot signifikan hingga 14 persen pada musim pendakian 2024. Tren penurunan itu tampak sejak awal Juli hingga September. 

Hal tersebut terjadi setelah pemerintah Jepang menerapkan kebijakan baru untuk menangani mengatasi masalah overtourism. Di antara kebijakannya, yakni penerapan biaya masuk sebesar dua ribu yen (sekitar Rp218.490) dan sumbangan sukarela pada Jalur Yoshida.

Pemerintah juga menerapkan kuota maksimal empat ribu pendaki per hari. Penerapan sistem reservasi daring juga dilakukan untuk meningkatkan keselamatan dan mengurangi dampak lingkungan. 

Mengutip AFP, Jumat, 13 September 2024, penurunan jumlah pendaki terjadi meski angka turis asing yang datang ke Jepang meningkat, hampir 18 juta pada paruh pertama 2024. Langkah-langkah pengetatan dirancang untuk menjaga kelestarian dan kualitas pengalaman pendakian di Gunung Fuji yang dikenal sebagai destinasi ziarah dan simbol budaya Negeri Sakura.

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |