Wisata Sejarah Sambil Rayakan Imlek di Restoran Jajaghu Kawasan Kota Tua Jakarta

14 hours ago 6

Liputan6.com, Jakarta - Udara di kota tua Jakarta punya cara tersendiri untuk menjadi cerita, seperti kisah tentang aktivitas di pasar-pasar lama, pedagang yang ramai, budaya yang bercampur selama berabad-abad. Di House of Tugu Jakarta, cerita-cerita ini pun tidak pernah benar-benar hilang.

Kisah tersebut diam-diam terpendam di dinding-dinding bangunan yang telah menjadi tempat tinggal, tempat berkumpulnya pedagang Tionghoa, dan bahkan gudang gula. Di momen Imlek 2025, Tim Lifestyle Liputan6.com pun berkesempatan menyambangi salah satu restoran di Kota Tua Jakarta yang menyimpan cerita tersebut.

Kesan pertama adalah megah dan artistik, sesuai dengan namanya Jajaghu adalah nama tengah dari Kertanegara, Raja terakhir dari Kerajaan Singhasari atau Singasari di abad ke-12. "Jajaghu juga berarti keagungan, atau candi yang menggambarkan sebagai tempat suci," sebut Marketing Communication House of Tugu, Sesilia Ivena pada Rabu, 29 Januari 2025.

Benar saja, tempatnya sangat megah dengan langit-langit tinggi yang sekelilingnya ditempatkan patung arca besar. Jajaghu sendiri juga sebuah candi yang ada di Jawa, namun lebih dikenal sebagai Candi Jago.

Ruangan megah ini tampak artistik karena terdapat batang pohon yang telah dijadikan properti dan hiasan dalam ruangan di langit-langitnya. Dicat berwarna putih, sehingga terlihat seperti warna salju.  

Di bagian tengah dekat dari pintu masuk terdapat sushi bar, dengan tempat duduk untuk tamu ala bar. Di ruangan lain yang juga cukup besar dengan pintu tinggi adalah konsep makan fine dining yang tampak mewah. Bukan sekadar menikmati hidangan, tamu bisa merasakan atmosfer masa silam di restoran ini.

Ada energi khusus saat tari barongsai memenuhi ruangan, ketukan drum berirama mengiringi para penari saat mereka bergerak melalui restoran yang diharapkan membawa kemakmuran, menangkal kemalangan, dan mendatangkan kebijaksanaan, keseimbangan, serta energi baik yang dilambangkan oleh Tahun Ular Kayu.

Sederet menu khas Imlek dan pertunjukan barongsai menemani suasana Imlek saat Liputan6.com menyambangi Restoran Jajaghu yang beralamat di Jl. Kali Besar Barat No.28, Roa Malaka, Kawasan Kota Tua Jakarta. Makanannya, menurut Sesilia juga mengambil konsep berbagai hidangan yang terinspirasi dari Peranakan.

Ada Yee Sang Imlek, hidangan penuh warna yang merayakan kegembiraan Tahun Baru Imlek, diikuti oleh Sop Baso Kepiting yang lezat. Kemudian ada Szechuan Beef dan Prosperity Harmony FriedRice atau nasi goreng harmoni yang dihidangkan bersama udang untuk melambangkan kelimpahan dan kekayaan.

Lalu, ada Bihun Kerapuh Koh Asiung, tahu sutra yang lembut dengan jamur shiitake. Liputan6.com juga mencoba menu Nyonya Oei’s Ginger Scallion Lobster atau lobster bawang merah yang rasanya lezat berbumbu kental, menjadi simbol penghormatan untuk umur yang panjang. 

Sajian Imlek Penuh Makna

Untuk mengakhiri sajian, tamu juga bisa memesan Onde-Onde Bola Wijen Custard yang manis dengan Es Krim Vanila. Hidangan penutup ini juga diikuti oleh Kueh Keranjang, dan Ronde Tiga Warna, yang memberi kenyamanan manis yang penuh kenangan dari tradisi Peranakan Jawa.

Dapat disimpulkan, perjalanan kuliner hari itu bukan hanya tentang makanan tapi juga tentang pengalaman. Bersantap di Restoran Jajaghu bisa jadi cara untuk melakukan perjalanan melintasi waktu, perayaan sejarah, budaya, dan tradisi yang semuanya dijalin menjadi hadiah yang tak terlupakan.

Setiap gigitan, setiap momen, dan setiap cerita yang dibagikan di sekitar meja akan membuat perayaan Tahun Baru Imlek ini terasa seperti pelukan hangat dengan perayaan kebersamaan, kegembiraan, dan pembaruan. Tertarik untuk bisa merayakan Imlek di Jajaghu? Anda disarankan untuk reservasi terlebih dulu, karena banyaknya peminat dan antrean.

Harga makanannya mulai dari Rp50.000 dan Anda bisa membeli menu paket Rp400.000 yang sudah termasuk akses gratis ke Museum Peranakan. Sebagai informasi, untuk menu Imlek tersebut masih bisa dipesan hingga perayaan Cap Go Meh. 

Wisata Sejarah di Museumnya

Setelah puas dengan santapan Imlek, Liputan6.com ikut diajak berkeliling museum yang merupakan bagian dari House of Tugu Kota Tua. Hotel tersebut memiliki empat lantai dan belasan kamar tidur dengan berbagai tipe. 

Dimulai dari lobi hotel, tempat tersebut dulu adalah tempat para saudagar keturunan China yang berdagang di Batavia - sebelum berubah nama jadi Jakarta. Terdapat foro Kapiten Ni Gie Kong yang diangkat oleh VOC pada 1738. 

Rumah yang kini jadi hotel dan restoran tersebut adalah saudagar kaya di masanya, namanya Oey Tiong Ham. Ia juga dikenal sebagai King of Sugar atau Raja Gula pada saat itu.

"Owner House of Tugu adalah keturunan generasi keempay dari Oei Tiong Ham," kata Sesilia yang ikut menemani berkeliling.

Barang-barang lawas penuh sejarah ditempatkan di setiap sudut ruang yang juga menjadi area tamu bersantai, termasuk sebuah ruang khusus yang menyimpan koleksi dari Raden Saleh, pelukis kenamaan Indonesia. Barang-barang Raden Saleh, termasuk meja belajar dan koleksi lukisan yang masih terselamatkan ada di ruang tersebut. 

"Keponakan Raden Saleh, Raden Ajeng Kasinem adalah istri pertama Oei Tiong Ham," beber Sesilia sambil memperlihatkan foto seorang wanita Jawa dengan rambut disanggul. 

Tak hanya ruangan khusus Raden Saleh, terdapat ruang lainnya yang menarik karena menyimpan koleksi dari era pasca-kemerdekaan RI. Terdapat dokumentasi publikasi Soekarno di masa tersebut, bahkan ada celana milik Presiden RI ke-1 tersebut di ruangan itu, beserta surat yang pernah ditulisnya.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |