Liputan6.com, Jakarta - Maskapai asal Vietnam, Vietjet mulai menggunakan Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan atau Sustainable Aviation Fuel (SAF) pada Senin, 21 Oktober 2024. Langkah tersebut diambil dalam mewujudkan komitmen perusahaan dalam mengurangi jejak karbon dan mendukung upaya global mewujudkan penerbangan berkelanjutan.
Pesawat berbahan bakar SAF pertama berhasil lepas landas dari Bandara Internasional Tan Son Nhat di Ho Chi Minh City menuju Melbourne, Australia. Sementara, pesawat kedua terbang menuju Bandara Incheon di Seoul, Korea Selatan. Bahan SAF untuk penerbangan tersebut disediakan oleh Petrolimex Aviation, sebuah perusahaan minyak asal Vietnam.
SAF diproduksi dari bahan baku seperti minyak jelantah, produk sampingan pertanian, biomassa kayu, dan limbah perkotaan. Bahan bakar penerbangan berkelanjutan itu diklaim dapat mengurangi tingkat emisi karbon hingga 80 persen dibandingkan bahan bakar fosil. Bahan bakar itu telah memenuhi standar penerbangan internasional yang ketat serta aman untuk digunakan dalam penerbangan komersial.
"Penerbangan Vietjet dengan pesawat yang menggunakan bahan bakar SAF hari ini memiliki arti yang mendalam dengan melambangkan konsep penerbangan yang berkelanjutan, menawarkan sebuah pengalaman yang luar biasa serta ramah lingkungan bagi para penumpang, terutama bagi mereka yang bepergian di rute internasional," kata Dinh Viet Phuong, CEO Vietjet, dalam keterangan tertulis yang diterima Tim Lifestyle Liputan6.com, Senin, 21 Oktober 2024.
"Keberhasilan ini merupakan kebanggaan bersama bagi seluruh industri kami, seiring dengan komitmen kami terhadap perlindungan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan, serta dalam menegaskan peran Vietnam sebagai anggota komunitas penerbangan global yang bertanggung jawab," imbuh Dinh Viet Thang, Direktur Jenderal Otoritas Penerbangan Sipil Vietnam.
Menggenapi Upaya Perlindungan Lingkungan
Vietjet juga berkolaborasi dengan berbagai mitra internasional untuk meneliti, mengembangkan, memasok, dan mengimplementasikan SAF yang dianggap sebagai bahan bakar pesawat di masa depan, sebagaimana komitmen pemerintah Vietnam dalam COP26 untuk mencapai target nol emisi pada 2050. Vietjet berharap seiring penerbangan perdana ini, biaya produksi SAF akan semakin berkurang, sehingga dapat terus digunakan dalam skala komersial yang lebih luas.
Perusahaan aviasi itu telah berkomitmen dalam bidang perlindungan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan sejak satu dekade lalu, yang dimulai ketika maskapai asal Vietnam ini hanya memiliki tiga pesawat. Berbagai inisiatif diluncurkan, seperti mengganti tiket kertas menjadi tiket elektronik, mendorong penggunaan layanan check-in dan pembayaran online, serta menggunakan bahan ramah lingkungan yang dapat didaur ulang di dalam pesawat.
Pihak maskapai Vietjet juga menerapkan program penghematan bahan bakar dan secara rutin berpartisipasi dalam berbagai upaya pelestarian lingkungan, seperti penanaman pohon dan pembersihan laut. Mereka juga mempublikasikan laporan keberlanjutan ESG secara komprehensif serta berkomitmen untuk memajukan penggunaan SAF demi mendukung strategi keberlanjutan Vietnam dan mencapai target nol emisi pada 2050.
Maskapai Garuda Indonesia Baru Level Domestik
Sementara di Indonesia, maskapai plat merah Garuda Indonesia mulai menggunakan bahan bakar ramah lingkungan Pertamina Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bioavtur pada Jumat, 27 Oktober 2024. Pesawat tersebut terbang dari Bandara Soekarno-Hatta (Tangerang) menuju Bandara Adi Soemarmo (Surakarta) dan kembali ke Jakarta dengan bahan bakar aviasi ramah lingkungan.
Ceremonial Flight Sustainable Aviation Fuel tersebut dilakukan Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, hari yang sama. Direktur Logistik dan Infrastruktur Pertamina Alfian Nasution mengatakan, Pertamina memiliki komitmen untuk mendukung tercapainya target NZE Pemerintah Indonesia dengan mengembangkan peta jalan aset dekarbonisasi dan pembangunan green business, termasuk SAF untuk sektor aviasi.
"Penerbangan khusus ini akan menjadi tonggak sejarah di industri aviasi yang berkelanjutan. Masyarakat juga akan merasakan pengalaman baru, merasakan pemanfaatan energi terbarukan dan berkontribusi secara langsung pada penurunan emisi," ujar Alfian, dikutip dari kanal Bisnis Liputan6.com.
Pertamina SAF dikembangkan oleh Research & Technology Innovation Pertamina, dengan melakukan riset pengembangan produk dan katalis sejak sejak 2010. Pada 2021, PT Kilang Pertamina Internasional berhasil memproduksi SAF J2.4 di Refinery Unit IV Cilacap dengan teknologi Co-Processing dari bahan baku Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO), atau minyak inti sawit yang telah mengalami proses pengolahan pemucatan, penghilangan asam lemak bebas dan bau, dengan kapasitas 1.350 kilo liter (KL) per hari.
Rangkaian Pengujian SAF
Melalui kolaborasi dengan stakeholder terkait, produk SAF tersebut melalui serangkaian uji coba pada mesin dan unit pesawat. Rangkaian pengujian dimulai dari cell test di fasilitas milik Garuda Maintenance Facility (GMF), ground run, flight test pada pesawat militer CN-235 milik PT Dirgantara Indonesia, hingga uji terbang pesawat komersil milik Garuda Indonesia pada 4 Oktober 2023 pada pesawat Boeing 737-800 NG milik PT Garuda Indonesia.
Hasil dari serangkaian pengujian yang telah dilaksanakan, menunjukkan bahwa performa SAF J2.4 memiliki kualitas yang sama dengan avtur konvensional. Hal tersebut merupakan jawaban atas komitmen Pertamina dalam penyediaan bahan bakar penerbangan yang ramah lingkungan, dan telah dipergunakan untuk commercial flight yang dilakukan saat itu. Produk SAF nantinya akan dipasarkan dan didistribusikan melalui subholding PT Pertamina Patra Niaga.
"Kami mengapresiasi para stakeholder yang telah berkontribusi dalam pelaksanaan rangkaian pengujian produk SAF selama ini, yaitu Dirjen EBTKE dan tim peneliti ITB sebagai koordinator, BPDPKS sebagai sponsor rangkaian kegiatan, PT Garuda Indonesia sebagai penyedia unit pesawat, serta pihak-pihak lainnya yang terlibat dalam seluruh tahapan pengujian. Joy flight hari ini merupakan salah satu milestone terpenting dalam implementasi SAF di Indonesia ke depannya," ujar Alfian.
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence