Liputan6.com, Jakarta - Dalam Rapat Paripurna ke-6 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025--2026, Kamis, 2 Oktober 2025, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan untuk disahkan menjadi undang-undang. Kesepakatan itu diraih secara aklamasi.
Selanjutnya, naskah RUU Kepariwisataan akan disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk disahkan. Sesuai UUD 1945, apabila Presiden tidak menandatangani dalam 30 hari, RUU tersebut tetap sah dan berlaku sebagai Undang-Undang.
Dalam rilis yang diterima Lifestyle Liputan6.com, Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana mengklaim bahwa RUU Kepariwisataan merupakan pondasi penting bagi pengembangan pariwisata berkelanjutan di Indonesia yang berkualitas, inklusif, adaptif, inovatif, terencana, dan terpadu.
Hal itu didasarkan pada sederet tantangan yang dihadapi sektor pariwisata Indonesia. Menpar Widi menyebut tantangan itu di antaranya degradasi lingkungan, tergerusnya budaya lokal, keterbatasan amenitas dan aksesibilitas, rendahnya kualitas layanan, kurangnya keterampilan SDM, hingga minimnya manfaat ekonomi pariwisata bagi masyarakat lokal.
Kesenjangan pendidikan pariwisata di daerah dan rendahnya kesadaran tentang kesiapsiagaan bencana, keamanan, kebersihan, dan keselamatan turut menjadi persoalan serius. "Revisi RUU Kepariwisataan diharapkan mampu menjawab tantangan tersebut," katanya.
Ada Paradigma Baru Mengelola Pariwisata
Menurut Menpar, pariwisata bukan hanya memperkenalkan keindahan alam dan budaya Indonesia ke dunia, tetapi juga membuka lapangan kerja, meningkatkan devisa, dan menjadi motor penggerak ekonomi nasional. Ia meyakini RUU tersebut bisa memberi kepastian hukum, mendorong pembangunan pariwisata berorientasi pada kualitas dan keberlanjutan, melestarikan budaya dan lingkungan, sekaligus menata arah pembangunan pariwisata yang lebih sistematis dan adaptif.
"Pengembangan pariwisata harus menjaga keseimbangan antara pemberdayaan masyarakat, kelestarian lingkungan, peningkatan ekonomi, dan sinergi antarpemangku kepentingan," ujarnya.
RUU ini juga memperkenalkan paradigma baru berupa ekosistem kepariwisataan untuk memastikan pengelolaan yang lebih holistik dan terintegrasi. Substansinya mencakup peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan formal maupun informal, penanaman kesadaran sadar wisata sejak dini, serta perencanaan pembangunan pariwisata berbasis ekosistem yang memperkuat peran masyarakat lokal melalui desa wisata dan kampung wisata.
Atur soal Promosi Pariwisata Indonesia
RUU itu, sambung Widi, juga mengatur pembangunan sarana dan prasarana, pemanfaatan teknologi informasi, serta pengelolaan destinasi dan daya tarik wisata secara terpadu dan berkelanjutan. Dari sisi pemasaran, akan dilakukan penguatan citra pariwisata nasional melalui promosi berbasis budaya, pemanfaatan diaspora Indonesia, serta kolaborasi lintas kementerian.
"Promosi pariwisata bertujuan memperkuat citra positif Indonesia di mata dunia. Kegiatan promosi akan melibatkan budaya, seni, diaspora, hingga kolaborasi internasional," kata Menpar.
Ia juga menekankan pentingnya industri pariwisata untuk mendukung kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan produk lokal, kreasi kegiatan, dan festival budaya. "Kegiatan seperti pertunjukan seni, konvensi, pameran, hingga olahraga terbukti mampu menggerakkan ekonomi lokal sekaligus memperkuat identitas budaya dan kesadaran lingkungan," ungkapnya.
Ketua Komisi VII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, menambahkan bahwa penyusunan RUU ini bertujuan merekonstruksi landasan filosofis pariwisata nasional. "Jika sebelumnya pariwisata lebih dipandang sebagai pemanfaatan sumber daya, kini pariwisata ditempatkan sebagai instrumen pembangunan peradaban, penguatan identitas nasional, dan perwujudan hak asasi manusia untuk berwisata," katanya.
Poin-poin Perubahan dalam RUU Kepariwisataan
Melansir Antara, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty menyatakan terjadi sejumlah perubahan penting dalam pengelolaan kepariwisataan di Indonesia dalam RUU tersebut. Pertama adalah sisi penguatan dasar dan tujuan baru dengan menegaskan pariwisata diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Poin berikutnya adalah prinsip penyelenggaraan yang mengedepankan keberlanjutan, kelestarian lingkungan, pemberdayaan masyarakat, partisipasi publik, dan keterpaduan antar-pemangku kepentingan serta dalam penyelenggaraannya dilakukan pembangunan dan pengembangan pariwisata berkualitas.
Ketiga, penguatan pariwisata berbasis masyarakat lokal dan desa wisata. Masyarakat diberikan prioritas sebagai pekerja, pengelola, dan pelaku usaha pariwisata. Desa/kampung wisata diatur secara lebih komprehensif sebagai pusat pembangunan pariwisata berbasis masyarakat.
"Ketentuan baru ini memperkuat pariwisata kita yang berbasis masyarakat lokal atau community-based tourism yang menempatkan masyarakat lokal sebagai pusat dari kegiatan pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan," kata Evita.
Kewenangan Menarik Kutipan dari Wisman
Keempat, penguatan ekosistem kepariwisataan secara terpadu dan berkesinambungan melalui perencanaan pembangunan, peningkatan kualitas SDM, pengelolaan destinasi, penguatan industri, pengembangan daya tarik, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, pelibatan asosiasi kepariwisataan, penguatan promosi berbasis budaya, penyelenggaraan kreasi kegiatan serta kolaborasi pemerintah pusat, daerah, pelaku usaha, dan masyarakat.
Kelima, penguatan pada perencanaan pariwisata yang disusun sesuai tahapan rencana pembangunan jangka panjang dan menengah dan dilakukan secara terpadu dan terintegrasi antara destinasi pariwisata dengan wilayah penyangga. Keenam, penguatan promosi berbasis budaya dijadikan instrumen diplomasi internasional untuk memperkuat citra positif Indonesia di mata dunia.
Ketujuh, peningkatan kualitas SDM pariwisata dan pendidikan pariwisata, dengan penegasan bahwa kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pariwisata dan/atau masyarakat dapat menyelenggarakan pendidikan tinggi di bidang pariwisata, dan mengatur juga tentang kompetensi kerja berbasis standar kompetensi kerja.
Kedelapan, mengenai pendanaan dan regulasi baru, antara lain pemerintah diberikan kewenangan menarik pungutan dari wisatawan mancanegara yang hasilnya akan digunakan khusus untuk pengembangan pariwisata. Diatur juga bahwa pemerintah daerah mengalokasikan sebagian pendapatan yang diperoleh dari bidang pariwisata untuk kepentingan pelestarian alam dan budaya.