DPR Cecar Kemenpar soal RUU Kepariwisataan, Memblenya Badan Promosi Pariwisata Indonesia Disemprot

1 day ago 5

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Wardhana meminta bab tentang pendidikan dan diplomasi budaya dihapus dari Rancangan Undang-Undang (RUU) Kepariwisataan. Namun, usulan itu ditentang anggota Komisi VII DPR RI. 

Anggota Komisi VII DPR RI, Muhammad Zulfikar Suhardi mengatakan saat Rapat Koordinasi (Rakor) bersama Komisi VII DPR RI, Selasa, 11 Maret 2025, merujuk kanal YouTube Komisi VII DPR RI Channel, "Saya ingin menyoroti penghapusan pasal pendidikan (dari RUU Kepariwisataan)."

"Saya rasa, pendidikan penting dimasukkan karena kita perlu asal yang lebih spesifik (dalam) mengatur tentang pendidikan pariwisata karena pariwisata di setiap daerah berbeda," imbuhnya. "Kedua, mengenai (diplomasi) budaya. Ini juga tidak perlu dihapus karena (budaya) merupakan salah satu aset paling mudah untuk dijadikan alat diplomasi ke negara lain."

Menyambung itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty berkata bahwa pihaknya menolak usulan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pariwisata (Kemenpar), terkait RUU Kepariwisataan karena itu "bukan terobosan." "Ini bisnis as usual yang dilakukan pariwisata. Kami ingin, undang-undang ini benar-benar jadi solusi sejumlah permasalahan," ucapnya.

Menurut Evita, sektor pariwisata Indonesia masih tertinggal dari negara-negara tetangga, seperti Thailand dan Malaysia. Secara khusus, ia menyoroti usulan penghapusan Badan Promosi Pariwisata Indonesia (BPPI) oleh Kemenpar. Menurut dia, pelaku sektor pariwisata justru ingin memperkuat peran BPPI, tidak hanya di pusat, bahkan tingkat daerah.

"BPPI selama ini sudah ada, tapi kenapa tidak pernah jalan? Itu kan pertanyaan kami. Ya karena bapak dan ibu di pemerintah tidak pernah menganggarkan anggaran promosi sejor-joran Singapura, misalnya. Sumber penadanaan Tourism Board (negara tetangga) itu dari pemerintah," bebernya.

Promosi 1

Memperkuat Badan Promosi Pariwisata Indonesia

Evita menyambung, "Dari mana pemerintah mencari dana ini? (Apalagi ada) efisiensi anggaran. Tapi, Pak Erick Thohir (Menteri BUMN) bilang pada Presiden, ada (Rp)300 triliun uang BUMN, (Rp)200 triliun diserahkan, (Rp)100 triliun dikembalikan pada BUMN sebagai modal kerja."

"Kenapa ibu tidak bisa melakukan hal yang sama? Begitu besarnya pemasukan dari pariwisata. Devisa (negara dari pariwisata) Rp317 triliun. Masa bikin promosi pariwisata saja tidak bisa? Kan aneh," semprotnya.

Melansir Antara, Selasa (25/3/2025), dalam RUU Inisiatif DPR terkait RUU Kepariwisataan, pendidikan diminta dimasukkan dalam BAB IV-B. Kontras dengan itu, Menpar Widi meminta bab tersebut dihapus dengan alasan, pendidikan secara nasional telah diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

"Jadi, peraturan pendidikan berpotensi tumpang tindih bila diatur dalam RUU Kepariwisataan," kata Menpar Widi. Menurutnya, materi muatan dalam konteks kepariwisataan dapat diakomodasi dalam pasal terkait pengembangan sumber daya manusia pariwisata yang dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan.

Istilah Wisatawan sampai Diplomasi Budaya

Kemudian, terkait istilah pariwisata, dalam undang-undang kepariwisataan saat ini, disebutkan dalam pasal 1 bahwa wisatawan adalah orang yang melakukan wisata. Namun di RUU Inisiatif DPR, istilah wisatawan diminta mengacu pada kata pengunjung yang diartikan sebagai setiap orang yang melakukan perjalanan ke negara atau ke suatu tempat di luar lingkungan asalnya dalam jangka waktu kurang dari satu tahun untuk tujuan rekreasi, kepentingan usaha, memperluas pengetahuan, mempelajari keunikan, keeksotisan dan keotentikan daya tarik wisata, dan/atau meningkatkan kualitas hidup.

Menpar Widi beranggapan, istilah wisatawan lebih baik dikembalikan jadi hanya satu istilah yang digunakan, yakni wisatawan. Ia menyebut, penambahan istilah yang diatur dalam RUU akan memperluas cakupan, membuat potensi tumpang tindih dengan peraturan perundang-undangan lainnya atau adanya hal yang tidak atau belum diatur.

"Secara tatanan internasional memang ada yang menggunakan tiga istilah, namun belum ada komparasi, hanya satu: wisatawan," katanya.

Ia melanjutkan, implementasinya juga akan sulit karena bertentangan dengan dokumen perencanaan nasional yang diformalkan dengan undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2025-2045.

"Istilah wisatawan banyak digunakan sektor lain, sehingga bila ditambahkan istilah pengunjung dan pelancong akan berpotensi terjadi ketidaksinkronan dengan RUU," ujar dia.

Terakhir, diplomasi budaya dikatakan belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009. Di RUU Inisiatif DPR, materi soal diplomasi budaya diminta diatur dalam BAB IV-E. Menpar menyatakan, pemerintah minta bab tersebut dihapus.

Tidak Dapat Diatur dalam RUU Kepariwisataan

Pasalnya, kata Menpar Widi, diplomasi sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Dalam Pasal 35, sebut dia, pemerintah dapat melakukan diplomasi budaya untuk meningkatkan peran aktif dan pengaruh Indonesia dalam hubungan internasional.

Selanjutnya, kata diplomasi tidak perlu dinormalkan. Bila dinormalkan, itu akan menimbulkan permasalahan karena dapat memunculkan istilah diplomasi di sektor lain, serta berpotensi memunculkan tumpang tindih kewenangan.

Ia juga menyampaikan, ada beberapa pasal yang tidak dapat diatur kembali dalam RUU Kepariwisataan karena sudah diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Adapun pasal yang tercantum, yakni pasal 14, 15, 26, 29, 30 dan 54, sementara sudah ada pasal-pasal yang dihapus, yaitu pasal 16, 56, dan 64.

Widiyanti mengatakan, Kementerian Pariwisata, Kementerian PAN-RB, Kementerian Hukum, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, serta Kementerian Kebudayaan telah berkoordinasi untuk menindaklanjuti pembahasan RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 terkait kepariwisataan. Seluruh K/L yang terlibat siap membahas sejumlah poin yang perlu diperbaiki.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |