6 Fakta Menarik Gunung Doi Pui di Chiang Mai Thailand yang Didiami Suku Minoritas

1 month ago 57

Liputan6.com, Jakarta - Doi Pui adalah gunung di sebelah barat Chiang Mai, Thailand. Gunung Doi Pui memiliki ketinggian 1.685 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan merupakan salah satu puncak kembar gunung granit.

Puncak lainnya dikenal sebagai doi suthep dan sedikit lebih rendah di ketinggian 1.676 mdpl, dekat dari sana ada situs arkeologi San Ku, sebuah kuil Buddhis yang berasal dari sekitar 800 tahun. Masih banyak hal mengenai Gunung Doi Pui selain lokasi maupun ketinggiannya, berikut enam fakta menarik Gunung Doi Pui yang dirangkum Tim Lifetsyle Liputan6.com dari berbagai sumber.

1. Akses ke Gunung Doi Pui

Pada 1957, hutan Evergreen asli digantikan dengan pohon Cupressus torulosa dan Pinus kesiya. Dari selatan, ada jalan setapak yang naik ke puncak dari perkemahan. Dari timur, jalan setapak mengarah ke puncak dari desa Hmong Khun Chang Khian.

Terdapat jaringan jalur pendakian yang luas di Taman Nasional Doi Suthep-Pui. Salah satu jalur terbaik adalah Jalur Jejak Kaki Buddha menuju titik pengamatan Pha Khlong dan Lembah Mae Sa. Ini adalah pendakian panjang sekitar 18 km.

2. Kawasan Hutan Lindung

Puncak ini terletak di kawasan lindung Taman Nasional Doi Suthep -Pui tepat di sebelah barat Ban Khun Chang Khian, sebuah desa putih Hmong yang terletak 1.350 mdpl yang didirikan pada 1955. Luas total desa ini hampir 11 km persegi, terdiri dari hutan, lahan pertanian, dan area pemukiman.

3. Ada Desa Hmong yang Didiami Suku Minoritas

Mengutip dari laman Green Trails, menurut penduduk setempat, sekitar 2.000 hingga 2.500 orang tinggal di desa ini. Suku Hmong adalah suku minoritas yang bermigrasi ke Thailand dari Tiongkok. Sebagian besar penduduk desa ini termasuk dalam subkelompok Hmong Hijau.

Suku Hmong menetap di lokasi ini pada tahun 1975 setelah pemerintah memaksa mereka pindah dari tempat lain yang lebih tinggi di pegunungan. Suku Hmong mendirikan desa ini pada 1951. Selama bertahun-tahun, desa ini telah menjadi tujuan wisata populer bagi wisatawan lokal dan internasional.

4. Penduduk Desa Memanfaatkan untuk Pariwisata

Desa Hmong Doi Pui terletak di Doi Suthep, tidak jauh dari puncak Doi Pui. Meskipun terdapat perkebunan buah dan rumah kaca sayur di sekitar desa, sebagian besar penduduknya mencari nafkah dari pariwisata.

Ada banyak toko suvenir, restoran, dan kedai kopi. Penduduk desa telah membuat taman bunga dan kesempatan berfoto lainnya bagi pengunjung. Anda dapat mencoba menembakkan panah dan mengenakan kostum tradisional Hmong. Semua ini mungkin mengecewakan pengunjung yang mengharapkan desa yang "asli", tetapi ada lebih banyak hal di desa ini daripada yang terlihat. 

5. Sudah Bukan Desa Tradisional

Desa Hmong Doi Pui masih muncul dalam banyak rencana perjalanan wisata sebagai desa "suku pegunungan". Banyak yang berharap untuk mengunjungi desa primitif dengan gubuk-gubuk bambu dan kayu yang dihuni oleh orang-orang miskin dengan pakaian tradisional. Satu rumah tradisional Hmong dipajang, tetapi sebagian besar rumah lainnya dibangun dengan beton dan batu bata.

6. Ahli Botani Jerman Pernah Meneliti

Ahli botani Jerman, Dr. Carl Curt Hosseus (1878 – 1950) mendirikan kemah di gunung tersebut beberapa kali pada tahun 1904 dan 1905 untuk melakukan penelitian botani. Namun dalam bukunya Through King Chulalongkorn’s Kingdom (1904-1906), ia tidak menyebutkan orang Hmong.

Orang Hmong mungkin pindah ke gunung tersebut beberapa waktu setelah Perang Dunia Kedua. Kemungkinan besar telah terjadi beberapa gelombang migrasi ke daerah Doi Suthep-Doi Pui.

Menurut informasi di museum, ada "gelombang kedua" migran pada akhir 1950-an dari orang Hmong dan orang Tionghoa Yunnan (Chin Haw). Di antara mereka, pedagang narkoba meyakinkan orang Hmong untuk menanam opium di pegunungan.

Kehadiran orang Hmong mulai menimbulkan masalah pada akhir 1950-an. Pada 1958 pemerintah Thailand melarang penanaman opium dan perdagangan serta penggunaan zat tersebut. Praktik pertanian orang Hmong juga menyebabkan kerusakan pada hutan di gunung, yang merupakan daerah aliran sungai dataran rendah.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |