Liputan6.com, Jakarta - Musim pendakian Gunung Fuji telah dimulai saat jalur paling populer dibuka pada Selasa (1/7/2025). Otoritas setempat mengenakan biaya pendakian dua kali lipat sebesar empat ribu yen (setara Rp450 ribuan) untuk mengurangi kepadatan dan dampak terhadap lingkungan.
Mengutip Japan Today, Selasa, Prefektur Yamanashi menerima maksimal empat ribu pendaki per hari di Jalur Yoshida, rute yang paling umum digunakan menuju puncak gunung setinggi 3.776 meter tersebut. Jalur pendakian dijadwalkan tetap dibuka hingga 10 September 2025.
"Saya tiba tepat waktu untuk melihat matahari terbit. Saya sangat senang. Saya ingin mendaki gunung di negara lain juga," kata Shiho Miyaoka, seorang siswa sekolah menengah dari Kyoto yang datang ke puncak tertinggi Jepang bersama orangtuanya untuk melihat matahari terbit.
Prefektur tersebut telah memperketat langkah-langkah di tengah meningkatnya jumlah pengunjung asing. Hal ini juga untuk mengurangi kekhawatiran tentang banyaknya pendaki yang tidak siap di gunung tersebut dalam beberapa tahun terakhir.
Aturan Baru Lainnya
Mereka yang tidak memiliki reservasi untuk menginap di pondok gunung akan dilarang melewati gerbang di stasiun ke-5 mulai pukul 14.00, dua jam lebih awal dari tahun lalu, hingga pukul 03.00 pagi. Orang yang berencana menggunakan Jalur Yoshida juga harus menyetujui ketentuan yang ditetapkan pemerintah setempat saat melakukan reservasi online.
Kebijakan termasuk penggunaan pakaian hangat dan alas kaki yang sesuai. Pejabat pemerintah setempat yang bertindak sebagai "penjaga Gunung Fuji" di gerbang akan memberi panduan keselamatan. Mulai musim ini, mereka dapat melarang masuknya pengunjung yang berpakaian minim.
Tiga jalur lainnya di sisi gunung Prefektur Shizuoka dijadwalkan dibuka pada 10 Juli 2025, dengan pemerintah setempat juga mengenakan biaya sebesar empat ribu yen (setara Rp450 ribuan), tapi tanpa batas atas untuk jumlah pendaki. Gunung Fuji, yang ditetapkan sebagai situs Warisan Budaya Dunia UNESCO pada 2013, menarik ratusan ribu orang setiap tahun selama musim pendakian resminya hingga September.
Jepang Buat Mitigasi Gunung Fuji Meletus
Sebelumnya, pemerintah Jepang awal 2025 ini sempat mengeluarkan panduan mitigasi untuk menghadapi potensi letusan Gunung Fuji. Walau tidak ada tanda-tanda letusan yang akan segera terjadi, Gunung Fuji tetap jadi ancaman karena statusnya sebagai gunung berapi aktif.
Mengutip CNN, 29 Maret 2025, letusan terakhir Gunung Fuji terjadi 318 tahun lalu, yang dikenal sebagai letusan Hoei. Panduan ini menekankan pentingnya masyarakat berlindung di rumah dan memastikan persediaan kebutuhan pokok cukup untuk dua minggu.
Toshitsugu Fujii, profesor di Universitas Tokyo, menegaskan bahwa langkah-langkah ini disusun dengan mempertimbangkan kemungkinan letusan eksplosif berskala besar. "Letusan serupa dengan letusan Hoei dapat menyebabkan hujan abu vulkanik yang meluas, mempengaruhi wilayah ibu kota dan sekitarnya secara signifikan," ujar Fujii.
Pemerintah memprediksi letusan besar bisa menghasilkan sekitar 1,7 miliar meter kubik abu vulkanik, dengan sekitar 490 juta meter kubik di antaranya diperkirakan akan menumpuk di jalan, gedung, dan area lainnya. Akibatnya, langit akan tertutup abu vulkanik hitam, membuat area perkotaan gelap gulita bahkan di siang hari.
Langkah Antisipasi Jika Meletus
Sebagai langkah antisipasi, panduan dasar menyarankan penduduk untuk tetap tinggal di rumah atau tempat penampungan lainnya. "Penting untuk menjaga persediaan yang cukup secara teratur," kata Fujii. Namun, jika abu vulkanik menumpuk lebih dari 30 sentimeter, rumah-rumah kayu dengan daya dukung rendah dapat runtuh, sehingga evakuasi menjadi perlu.
Dampak ekonomi dari letusan Gunung Fuji diperkirakan mencapai 2,5 triliun yen (sekitar Rp27,4 triliun). Abu vulkanik yang menumpuk, meski dalam jumlah kecil, dapat menghentikan operasi kereta api.
Bila hujan turun, abu yang menumpuk hingga kedalaman lebih dari tiga sentimeter dapat membuat jalan tidak dapat dilalui kendaraan. Gangguan logistik menjadi perhatian utama, karena dapat menyulitkan distribusi barang-barang penting.
Selain itu, kabel listrik berisiko terputus akibat berat abu, yang berpotensi menyebabkan pemadaman listrik. Dengan panduan baru ini, pemerintah Jepang berharap dapat meminimalkan dampak bencana serta memastikan keselamatan warganya. Masyarakat diimbau agar tetap waspada dan mengikuti perkembangan informasi dari otoritas terkait.