Liputan6.com, Jakarta - Museum Nasional Indonesia jadi saksi bisu atas penghargaan yang diraihThresia Mareta dari pemerintah Prancis. Pendiri Lakon Indonesia itu dianugerahi medali Knight of the Ordre des Art et des Lettres oleh Kementerian Kebudayaan Prancis atas dedikasinya dalam melestarikan dan mengembangkan warisan budaya Indonesia, serta membawa fesyen Indonesia ke kancah internasional.
Medali berwarna garis-garis hijau itu disematkan Duta Besar Prancis untuk Indonesia dan Timor Leste, Fabien Penone, pada Selasa malam, 18 Februari 2025. Di kesempatan itu, ia menyatakan bahwa penghargaan serupa juga diberikan pada supermodel Naomi Campbell dan direktur kreatif Balenciaga, Demna Gvasalia, pada pekan sebelumnya.
"Anda adalah pemimpin wanita yang menginspirasi. Anda menciptakan peluang dan memberdayakan orang-orang di sekitar Anda. Malam ini, kami mengakui pencapaian luar biasa Anda," ujar Penone dalam pidatonya.
Penghargaan yang diberikan merupakan salah satu apresiasi tertinggi dari pemerintah Prancis pada individu yang telah berkontribusi luar biasa dalam bidang seni dan budaya, baik di tingkat nasional maupun internasional. Penghargaan ini jadi bentuk apresiasi dunia terhadap upaya berkelanjutan yang dilakukan Thresia dalam melestarikan tradisi disertai inovasi untuk mendukung perkembangan para pelaku budaya dan fesyen Indonesia.
"Tidak pernah dalam imajinasi saya terpikirkan mendapat pengakuan seperti ini. Saya benar-benar dihormati dan bersyukur untuk saat ini," kata perempuan kelahiran Palembang itu dalam pidato penerimaan. Penghargaan serupa juga pernah diterima sejumlah seniman Indonesia, seperti Guruh Soekarno Putra dan Nyoman Nuarta.
Pengembangan Lakon Indonesia
Thresia mengenang kembali perjalanan Lakon Indonesia yang didirikannya pada 2018. Ia menyebut, itu bukan sekadar merek fesyen, tapi ekosistem yang komprehensif untuk mendukung keahlian para perajin, desainer, serta usaha kecil lokal agar maju bersama-sama.
Thresia menyatakan, meski terbilang baru di industri fesyen dan kerajinan Indonesia, pihaknya bekerja dari bawah dengan berinteraksi langsung dengan para artisan di berbagai lokasi. Tujuannya adalah memahami perjuangan dan tantangan yang dihadapi.
"Dengan berkembangnya industri fesyen, kita harus bertanya pada diri sendiri, 'Bagaimana kita memastikan bahwa keahlian pengrajin kita dalam membuat kerajinan tangan seperti batik, tenun, bordir, dan lainnya tidak hanya dilestarikan tapi juga tetap relevan, mendapatkan pengakuan global, dan menciptakan peluang ekonomi bagi para pengrajin?'" ungkapnya.
Lewat brand yang didirikannya, ia berusaha menghormati prinsip originasi dan esensi sebuah keterampilan. Di samping, pihaknya berusaha melatih para artisan agar mampu beradaptasi, berkembang, dan tetap relevan dalam industri sehingga memiliki kesempatan lebih besar untuk eksis di industri.
Selain lewat brand, para artisan juga diberi panggung untuk berkarya melalui Jakarta Fashion and Food Festival (JF3) yang sudah berjalan lebih dari 20 tahun. "JF3 telah jadi salah satu platform fesyen yang paling konsisten di Indonesia selama 21 tahun terakhir, memberi kesempatan bagi para pencipta fesyen dan artisan lokal," kata Thresia.
Kolaborasi dengan Ekosistem Fesyen Prancis
Masih dalam rangkaian pengembangan ekosistem fesyen Indonesia, Thresia juga merintis program PINTU Incubator bersama Lakon Indonesia, JF3, dan Kedutaan Besar Prancis melalui IFI pada 2022. Program itu membantu para kreator muda dari kedua negara membangun bisnis yang menekankan pengembangan pasar, ketahanan bisnis, dan keberlanjutan jangka panjang.
Dengan menghubungkan kreator Indonesia ke ekosistem fesyen Prancis, PINTU Incubator memberikan bimbingan, wawasan industri, serta peluang global, memastikan para partisipan bisa bersaing di tingkat internasional. Hasil nyata dari program ini terlihat dari produk para partisipan terjual ke pembeli internasional dan butik-butik di berbagai benua.
Ekosistem itu menandai sejarah baru dalam industri fesyen Indonesia, dan melalui kerja sama dengan Kedutaan Besar Prancis, jadi menjadi satu-satunya ekosistem di Indonesia yang secara resmi terhubung dengan industri fesyen Prancis. Tak heran, peserta bisa mengikuti Paris Trade Show, sementara pemenang PINTU Incubator berkesempatan menempuh pendidikan di École Duperré, salah satu sekolah fesyen paling bergengsi di Paris.
"Perhubungan antara ekosistem Indonesia dan ekosistem fesyen Prancis telah jadi lebih kuat, membuka pintu ke peluang untuk kedua sisi," kata Thresia. Penone pun mengapresiasinya karena kerja sama itu memungkinan karya desainer streetwear Prancis ikut dipromosikan di ajang JF3.
Peluncuran Buku Ode to Indonesian Culture
Di kesempatan tersebut, Thresia juga merilis buku Ode to Indonesian Culture yang dikerjakan selama dua tahun. Buku ini mengangkat 15 sosok inspiratif Indonesia, diceritakan dari perspektif Lakon Indonesia.
"Harapan saya, generasi mendatang tidak hanya memahami warisan budaya mereka, tapi juga bangga. Dunia akan selalu berubah, tapi semoga mereka tidak pernah melupakan kekuatan dan keindahan akar budaya mereka. Semoga buku ini jadi warisan yang hidup, sebuah penghormatan bagi kebijaksanaan dan kontribusi mereka yang membentuk narasi budaya kita hari ini, sekaligus memberi inspirasi bagi masa depan untuk terus menghargai dan merayakan identitas kita," katanya.
Salah satu sosok yang ditulis dalam buku itu adalah Dudung Alisjahbana, seniman batik yang berbasis di Pekalongan, Jawa Tengah. Ia mengapresiasi peluncuran buku itu dengan harapan agar bacaan tersebut mampu menarasikan kebudayaan Indonesia dan para pelaku budayanya pada dunia internasional.
"Mudah-mudahan apa yang jadi impian saya terhadap narasi yang dikomunikasikan pada publik internasional betul-betul memenuhi fungsinya dari kita orang Indonesia karena kita kekurangan (soal narasi). Semoga buku ini jadi awal dan terus berkembang supaya kebudayaan Indonesia jadi soft diplomacy ke dunia," ujarnya.