Kisah Beras Termahal di Dunia Asal Jepang, Lahir dari Motivasi Bukan Uang

Liputan6.com, Jakarta - Beras menjadi makanan pokok yang sakral di Jepang selama sekitar 3.000 tahun. Saat ini, terdapat lebih dari 300 varietas yang umum dibudidayakan di seluruh negeri, dengan varietas baru yang terus dikembangkan. Lewat perjalanan panjang, negara itu menawarkan Beras Terbaik Dunia yang juga menjadi beras termahal di dunia.

Ide menciptakan Beras Terbaik Dunia muncul dari Keiji Saika, Presiden Toyo Rice Corporation yang kini berusia 91 tahun. Berkantor pusat di Wakayama, perusahaannya menjual mesin penggilingan padi serta Kinmemai, secara harfiah berarti Beras Kecambah Emas, varietas yang dihargai karena nilai gizi dan rasanya. 

Pada 2016, ia memutuskan untuk mempromosikan beras Jepang ke dunia dengan cara berbeda. "Saya merasa Jepang perlu lebih meyakinkan masyarakat internasional tentang betapa hebatnya beras Jepang," ujar Saika kepada CNN Travel dalam sebuah wawancara di kantor perusahaan di Tokyo, dikutip Sabtu, 8 November 2025.

Namun, ia harus menghemat anggaran promosi sambil mengglobalkan profil beras Jepang. "Saat itulah ide Guinness World Records muncul di benak saya. Kami harus melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya," ujarnya. 

Yakin telah menghasilkan beras terlezat di dunia, Saika memperkenalkan Kinmemai Premium ke pasar pada tahun yang sama, menjualnya dengan harga 9.496 yen Jepang per kotak berisi 840 gram, sekitar Rp1 juta pada 2016.

"Saat itu harga beras biasa hanya 300 hingga 400 yen per kilogram, saya bertanya-tanya apakah ada yang benar-benar akan membelinya. Anehnya, permintaan mulai meningkat," ujarnya.

Yang awalnya hanya satu kali produksi, kini menjadi rilis tahunan. Tahun ini, Kinmemai Premium dijual di pasaran dengan harga 10.800 yen, atau sekitar Rp1,2 juta per kotak. Seribu kotak yang diproduksi tahun ini ludes terjual.

Untuk menciptakan Kinmemai Premium versi Guinness World Record, prosesnya rumit. Setiap tahun, Saika memilih empat hingga enam varietas beras pemenang penghargaan terbaik dari sekitar 5.000 peserta dalam Kontes Internasional Evaluasi Rasa Beras yang diselenggarakan oleh Asosiasi Penilai Rasa Beras. 

Saika tidak hanya menguji rasa dan tekstur; ia juga menguji tingkat enzim beras tersebut. "Vitalitas itu, kekuatan hidup itu, dapat diidentifikasi dengan jelas melalui aktivitas enzim. Beras dengan vitalitas kuat seperti itu menjadi benar-benar luar biasa," jelasnya.

Hanya biji-bijian dengan vitalitas tertinggi yang dipilih. Proses selanjutnya adalah penuaan atau aging. "Membiarkan beras selama beberapa bulan akan semakin meningkatkan rasanya. Rasanya menjadi lebih kaya, dan manfaat kesehatannya juga tampak meningkat. Jadi beras ini benar-benar istimewa," kata Saika. 

Para petani yang terpilih untuk proyek 'Beras Terbaik Dunia' tahun ini diterbangkan ke Tokyo untuk acara peluncuran akbar. "Semua orang tampaknya sangat bangga akan hal itu," kata Saika.

"Ini memang efek yang tak terduga, tetapi para produsen beras bekerja keras untuk mencapai tujuan tersebut setiap tahun. Ketika mereka melakukannya, beras ini akan ditampilkan secara mencolok di surat kabar lokal dengan catatan bahwa beras ini telah 'dipilih sebagai salah satu bahan untuk Beras Terbaik Dunia.'"

Tahun ini, Kinmemai Premium menggunakan campuran empat varietas, termasuk Koshihikari dan Yudai 21 dari prefektur Gifu dan Nagano. Proses yang melelahkan, ditambah dengan terbatasnya pasokan, membuat Kinmemai Premium mahal untuk diproduksi. Beras ini sering diberikan sebagai hadiah mewah, digunakan untuk menandai acara-acara khusus atau untuk mengesankan klien perusahaan.

Meski begitu, Saika menegaskan ia tidak mengambil untung lewat Kinmemai Premium. "Jujur, kalau dihitung biayanya, kami mungkin merugi. Meskipun kami menjualnya dengan harga tinggi, itu tidak menguntungkan," katanya. 

Sebaliknya, inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan profil beras Jepang dan mendorong petani untuk membudidayakan varietas yang lebih berkualitas. Saika menyebutnya proyek Beras Terbaik Dunia — salah satu dari banyak inovasi yang didorong tekadnya untuk meningkatkan produksi beras Jepang.

Pada 1970-an, ia mengembangkan beras tanpa bilas untuk menghemat air. Dua dekade lalu, perusahaannya menciptakan mesin penggilingan baru yang hanya menghilangkan sembilan lapisan dedak, bukan 16 lapisan seperti biasanya, sehingga nutrisi dan rasa tetap terjaga.

Lalu, apakah rasa beras termahal di dunia itu sesuai klaimnya? Chef Fujimoto, seorang koki sushi yang berbasis di Hong Kong mengujinya. Karena jumlahnya terbatas, ia harus berimprovisasi dengan waktu perendaman yang lebih singkat. 

Penilaian awalnya sangat positif. "Warnanya bagus, bening. Saya suka," katanya. Istrinya, Ai, menambahkan, “Wah. Berkilau.” 

Fujimoto membandingkannya dengan berlian. "Seperti berlian," tambahnya. "Anda bisa melihat setiap butirannya menonjol, yang biasanya menunjukkan kualitas bagus. Bentuknya indah, dan aromanya seimbang, tidak terlalu kuat."

Saat mencicipinya, Fujimoto mengangguk setuju. "Rasanya sangat seimbang. Teksturnya bagus. Kelembapannya pas. Beras ini akan disukai semua orang."

Namun, ia tidak akan membelinya untuk restorannya. "Tidak, tidak, tidak. Terlalu mahal, kami harus menaikkan harga tiga kali lipat," tawanya.

Fujimoto percaya beras ini lebih baik disajikan begitu saja, mungkin di restoran kaiseki (hidangan tradisional). "Saya rasa beras ini tidak terlalu cocok untuk sushi. Mungkin akan menjadi lembek jika dicampur dengan cuka," katanya.

Chef Nansen Lai, pemilik beberapa restoran di Hong Kong, juga setuju setelah mencicipinya. "Rasanya enak, dengan rasa dan cita rasa yang jauh lebih kompleks daripada beras restoran kami," kata Lai. 

Namun, ia juga menganggapnya terlalu mahal dan kurang cocok untuk hidangan bersaus kuat. Kedua koki sepakat bahwa proyek Toyo Rice ini sangat berguna untuk memotivasi petani beras yang sedang berjuang menghadapi kenaikan biaya.