Ideafest 2025 Hadirkan 600 Pembicara, Angkat Budaya untuk Bangkitkan Kebanggaan pada Indonesia

Liputan6.com, Jakarta - Ideafest kembali hadir dengan format diperbarui tahun ini. Bertema Cultivate the Culture, Ideafest 2025 tidak hanya menghadirkan beragam sesi diskusi yang menghadirkan banyak perspektif tentang budaya dari hampir 600 pembicara, tetapi juga workshop dan pertunjukan dalam payung Ideafest X dalam tiga hari penyelenggaraan, pada Jumat--Minggu, 31 Oktober--2 November 2025, di Jakarta International Convention Center (JICC). 

Co-chair Ideafest 2025 Ben Soebiakto menerangkan tema budaya sengaja diangkat berdasarkan hasil obrolannya dengan banyak pihak, terutama komunitas anak muda yang berkecimpung di industri kreatif, sejak awal tahun ini. Ia menyimpulkan di balik keresahan yang  memunculkan beragam gerakan sosial, termasuk Indonesia Gelap, ada rasa cinta tanah air yang tersimpan di sanubari mereka.

Kecintaan terhadap tanah air salah satunya dilatari keragaman budaya Indonesia. Banyak pelaku industri kreatif yang menggunakan budaya sebagai basis pengembangan produk mereka, seperti animasi, film, dan lagu baru. Lewat ragam karya yang dihasilkan, hal itu bisa menjadi sarana untuk kembali membangkitkan kebanggaan atas Indonesia.

"Kalau melihat Indonesia dengan keberagaman budayanya gitu, dengan potensi yang ada di budaya kita, itu bisa menjadi basis kita untuk membanggakan Indonesia sebenarnya," kata Ben dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (31/10/2025). "Karena bersama kita bangga, kita bisa bersatu sebenarnya," imbuh dia.

Ia berharap lewat event yang dihelat sejak 2011 itu, semangat yang sama bisa ditularkan ke lebih banyak orang. "Jadi, semangat untuk meng-cultivate itu, saya berharap kita semua, anak-anak muda dan orang-orang kreatif itu menjadi semacam petani-petani baru dalam budaya kita," ucapnya.

Salah satu pembicara dalam Ideafest 2025, Abigail Limuria punya sudut pandang personal terkait budaya. Penulis dan pendiri Whats Up Indonesia menekankan bahwa penting saat ini untuk membuat suatu budaya terlihat keren di mata anak muda agar bisa terus berkembang dan lestari.

"Menurut aku, kultur itu tumbuh lewat banyak hal, dan sebuah kultur itu akan terbentuk ketika banyak orang melakukan itu terus-menerus. Seringkali orang akan melakukan sesuatu terus-menerus karena sesuatu itu dianggap keren," ujarnya.

Itu pula yang dilakukannya bersama rekannya saat menulis buku Makanya, Mikir!. Lewat buku tersebut, ia ingin merevolusi masyarakat terkait budaya membaca dan berpikir kritis yang dirasanya semakin penting untuk dimiliki saat ini. Ia dan temannya pun merancang dengan detail setiap tahapan, mulai dari menyusun konten buku hingga memasarkannya.

"Cara-cara yang kita lakuin ini bukannya dengan menggurui atau nyuruh orang, ayo kamu harus belajar atau ayo kamu harus lebih aware, tapi kita tunjukin bahwa ini adalah sesuatu yang keren. Menurut aku, yang men-setting apa itu keren, apa itu normal, apa itu enggak normal, apa itu cringe, itu adalah media. Makanya, media itu penting banget untuk kultur," kata Abigail.

Sementara, Chef Ray Janson yang seorang podcaster mengungkapkan bahwa minat publik dalam negeri terhadap budaya atau tradisi lokal meningkat belakangan ini. Hal itu terlihat dari jumlah penikmat atau penonton konten-kontennya yang makin naik jika mengulas hal-hal yang berkaitan dengan Indonesia.

"Selama enam tahun saya podcast itu, saya lihat shifting dari yang consume dan yang dengerin atau yang nonton podcast kita. Di awal-awal itu, kalau kita naikin podcasr soal Indonesia dan highlight budaya, mungkin tentang makanan, atau budaya pertanian dan seterusnya, itu pasti penontonnya sangat-sangat sedikit."

"Mulai dari 2--3 tahun ke belakang, shifting, kebalik gitu. Justru yang mencakup apapun tentang budaya Indonesia itu justru yang paling dicari dan pembahasannya paling rame, khususnya di social media," sambungnya.

Berdasarkan temuan tersebut, ia meyakini bahwa orang-orang Indonesia ingin tahu lebih banyak tentang budayanya sendiri. Itu juga terbukti naiknya pamor restoran-restoran yang mengusung makanan Indonesia sebagai menu utama. 

Ia pun membawa sejumlah figur penting di industri kuliner untuk berbagi cerita dan inspirasi kepada khalayak. Salah satunya adalah Charles Toto yang dikenal sebagai Jungle Chef.

Ben menyampaikan bahwa setiap pembicara dikurasi oleh brand trust agar kredibilitasnya teruji. Begitu pula dengan setiap sesi talkshow dengan beragam tema yang diangkat. Dengan banyak pembicara beragam latar belakang berkumpul di satu tempat, ia berharap akan menciptakan kolaborasi antar-bidang.  

"Jadi mungkin, biasanya teman-teman kalau datang ke event isinya film semua, isinya kuliner semua, isinya aktivis semua, sustainability semua, di Ideafest, teman-teman bisa dapat semua dan justru mendapat perspektif baru dari orang-orang yang berbeda," kata dia.

Selain talkshow, tahun ini Ideafest menghadirkan lebih banyak experience dan show dalam payung Ideafest X. Total ada 15 partner yang digandeng dalam format tersebut, termasuk Ramayana Ballet Prambanan yang memboyong pertunjukan sendratarinya ke Jakarta dan kelompok pertunjukan Sabang Merauke. 

"Kita berharap ke depannya, bukan lagi Ideafest untuk komunitas kreatif, tapi dari komunitas-komunitas kreatif untuk komunitasnya sendiri. Akan ada banyak lagi kolaborasi-kolaborasi karena kita paham bikin event sendiri kadang-kadang capek ya cari crowd-nya, ngurusin manajemen, cost-nya, terus sponsor, dan sebagainya," ujar Ben.

Acara juga diramaikan dengan pameran Semasa yang bisa didatangi gratis serta menghadirkan beragam tenant F&B untuk memenuhi asupan gizi harian.