Cerita di Balik Persiapan Para Penjahit Roma Membuat Jubah untuk Paus Baru

8 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta - Kardinal Robert Francis Prevost asal Amerika Serikat terpilih sebagai paus ke-267 setelah konklaf yang berlangsung dua hari. Ia tampak melangkah ke balkon Basilika Santo Petrus sebagai pemimpin baru bagi 1,4 miliar umat Katolik di dunia.

Mengutip dari CNN, (9/5/2025), Prevost (69) dari Chicago, Illinois, merupakan paus pertama dari Amerika Serikat. Ia bakal menggunakan nama Leo XIV. 

Jauh sebelum pengangkatan dirinya, menjelang konklaf para penjahit di Roma yang dikenal sebagai pusat mode kepausan telah disibukkan dengan pembuatan jubah untuk para pangeran Gereja Katolik. Diketahui, konklaf bukan hanya momen pemilihan paus baru, tetapi juga kesempatan untuk memperbarui koleksi pakaian para kardinal.

Dalam beberapa hari terakhir, banyak orang yang mampir ke penjahit terkenal di pusat kota Roma sebelum konklaf. Mereka melihat-lihat dan membeli jubah pendeta yang indah yang sulit ditemukan di tempat lain.

Toko-toko penjahit di pusat kota Roma, seperti Gammarelli yang telah melayani para paus selama lebih dari satu abad, menjadi tujuan utama para kardinal yang ingin membeli jubah indah yang sulit ditemukan di tempat lain. Namun, tahun ini ada perubahan yang signifikan.

Stefano Gammarelli, generasi keenam yang mengelola toko tersebut, mengungkapkan bahwa Vatikan memutuskan untuk menggunakan kembali jubah dari pemilihan sebelumnya, laporan laman Aljazeera. Langkah ini dipandang sebagai penghormatan kepada Paus Fransiskus yang dikenal dengan pendekatan ramah lingkungan dan anti pemborosan, sebelum meninggal pada 21 April 2025.  

Persiapan dan Tradisi di Balik Pembuatan Jubah

Seperti konklaf sebelumnya dan sebelum diberi tahu bahwa layanannya tidak diperlukan, tim penjahit Gammarelli telah mengumpulkan ukuran para kardinal yang termasuk di antara klien mereka. Ia akan membuat jubah bagi mereka yang mereka yakini memiliki peluang besar untuk dipilih sebagai pemimpin Gereja Katolik berikutnya.

Jika seorang kardinal tidak mengunjungi penjahit untuk beberapa waktu, mereka cenderung menjelajahi internet untuk menentukan apakah pendeta tersebut telah bertambah atau berkurang beberapa kilogram sejak pembelian terakhirnya. "Kami mengambil semua ukuran dan menghitungnya untuk mendapatkan hasil yang benar – kemudian kami berharap bantuan ilahi," kata Gammarelli.

Namun, itu tidak selalu merupakan strategi yang efektif. Ketika Paus Yohanes XXIII terpilih pada 1958, ia harus mengenakan jubah yang terpotong di bagian belakang karena kesalahan ukuran. Oleh karena itu, penjahit biasanya menyiapkan jubah dalam berbagai ukuran, berharap agar paus yang terpilih tidak memiliki ukuran yang tidak terduga.  

Gaya dan Preferensi Paus yang Berbeda

Raniero Mancinelli, penjahit lain yang tokonya telah menyediakan pakaian untuk para paus selama lebih dari 70 tahun, juga tidak menerima panggilan untuk membuat jubah untuk hari yang penting itu. Namun, hal itu tidak menghalanginya untuk mempersiapkan pakaian. Ia memutuskan untuk tetap berpegang pada tradisi.

Meskipun tidak ada banyak variasi gaya, setiap paus memiliki preferensinya sendiri. "Paus Fransiskus merasa puas dengan wol tipis yang murah. Paus Benediktus XVI menggunakan bahan yang lebih elegan antara wol dan sutra," kata Mancinelli.

Benediktus XVI, pendahulu langsung Fransiskus, sempat menjadi berita utama karena gayanya. Ia bahkan masuk dalam daftar pria berbusana terbaik versi Esquire pada 2007.

Sepatu merahnya tidak luput dari perhatian para komentator mode. Pada satu titik, Vatikan harus membuat pernyataan yang membantah rumor bahwa alas kakinya dirancang oleh Prada. Kemudian ada topi beludru merah yang dihiasi bulu cerpelai atau dikenal sebagai camauro yang tidak pernah dipakai selama beberapa dekade, menurut para pengamat. Topi itu disebut "topi Santa". 

Tradisi Lama Kopiah Putih

Sebaliknya, Paus Fransiskus, seorang Jesuit, lebih memilih kesederhanaan dan tindakan nyata. Ia mengubah corak kepausan dengan memilih pakaian yang lebih sederhana dan ramah lingkungan. Hal ini mencerminkan pendekatannya yang lebih inklusif dan berfokus pada tindakan nyata di jalanan daripada sekadar simbolisme.

Ketika seorang paus baru terpilih dan muncul di balkon Basilika Santo Petrus, ia mengenakan rok wol tipis yang dijahit tangan, jubah putih, selempang sutra, dan zucchetto putih atau kopiah yang berwarna merah untuk kardinal, ungu untuk uskup, dan hitam untuk pendeta. Kopiah putih tersebut sangat diminati karena tradisi lama, memberikan zucchetto baru kepada seorang paus dan menukarnya dengan zucchetto yang dikenakannya.

Adapun setelah resmi terpilih sebagai paus baru dalam konklaf, Leo XIV langsung dijadwalkan memimpin sejumlah kegiatan penting di Vatikan. Agenda-agenda awal ini tidak hanya mencerminkan arah pastoralnya, tetapi juga menjadi momen penting bagi umat Katolik dan dunia internasional untuk mengenal lebih dekat sosok pemimpin Gereja Katolik yang baru.

Mengutip dari kanal Global Liputan6.com, Direktur Kantor Pers Takhta Suci, Matteo Bruni, dalam konferensi pers menyampaikan bahwa kegiatan Paus Leo XIV akan dimulai dengan misa bersama para Kardinal, lalu dilanjutkan dengan doa mingguan dan pertemuan dengan para jurnalis.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |