Liputan6.com, Jakarta - Julangan "dinding raksasa" pengungkung lembah subur nan indah di Lembah Harau, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatra Barat, kini tengah berada di antara kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang melanda wilayah tersebut. Pesona kawasan itu─sebelum dilalap karhutla─telah membuatnya jadi salah satu destinasi wisata andalan di Tanah Minang.
Melansir Traveloka, Jumat (26/7/2025), Lembah Harau terbentang seluas 270,5 hektarem dengan tebing-tebing menjulang setinggi 100─500 meter di sekelilingnya. Lanskapnya membuat tidak sedikit orang menyebut tempat ini mirip Konoha, desa fiktif di anime dan komik laris, "Naruto."
Lembah Harau juga acap kali dijuluki sebagai Lembah Yosemite-nya Indonesia, merujuk pada panorama wilayah serupa di Taman Nasional Yosemite, Amerika Serikat (AS). Mengulik asal-usulnya, nama "Harau" dipercaya diambil dari kata "parau," yang berarti suara serak.
Pasalnya, masyarakat yang bermukim di Bukit Jambu kerap panik saat ditimpa longsor dan banjir. Di waktu-waktu tersebut, mereka berteriak histeris hingga mengeluarkan suara parau. Sebelum dikenal dengan nama Lembah Harau, wilayah ini dulunya disebut orau, kemudian arau.
Pesona Lembah Harau
Konon, Lembah Harau dulunya adalah dasar laut, klaim yang diperkuat dengan keberadaan bebatuan konglomerat dan breksi─jenis batu yang sering kali ditemukan di dasar laut. Bebatuan di wilayah ini dipercaya sudah berusia 40 juta tahun.
Lembah Harau juga merupakan rumah bagi berbagai macam flora dan fauna. Salah satu hewan yang bisa dijumpai pengunjung di Lembah Harau adalah monyet ekor panjang. Selain itu, terdapat pula berbagai spesies tanaman hutan hujan tropis dataran tinggi.
Menggenapi pesonanya, terdapat enam air terjun di Lembah Harau, yaitu Sarasah Murai, Akar Berayun, Sarasah Bunta, Sarasah Jambu, Sarasah Air Angek, dan Air Luluih. Masing-masing air terjun ini punya ciri khas dan ketinggian yang berbeda-beda.
Salah satu air terjun yang bisa dikunjungi dengan mudah adalah Air Terjun Akar Berayun, karena lokasinya tidak terlalu jauh dari area parkir wisatawan. Daya tarik air terjun ini adalah tingginya yang mencapai 200 meter dan keberadaan kolam alami yang kerap dikunjungi oleh turis untuk berenang, berendam, dan bermain air.
Bagi-Bagi Masker karena Kualitas Udara Menurun
Air terjun lainnya di Lembah Harau adalah Air Terjun Sarasah Murai yang tingginya mencapai 10 hingga 15 meter. Menurut cerita masyarakat setempat, nama air terjun ini diambil dari kisah burung-burung murai yang dulu sering datang ke air terjun tersebut.
Sayangnya kini, Lembah Harau tengah diperjuangkan bebas dari titik api yang beberapa kali dilaporkan menyebar dalam dua bulan terakhir. Karena kondisi ini, Pemkab Limapuluh Kota telah menetapkan masa tanggap darurat bencana karhutla mulai 17─30 Juli 2025 karena dampaknya meluas di kabupaten tersebut.
Petugas kepolisian terlihat membagikan masker pada wisatawan asing dan warga yang melintas di kawasan Lembah Harau, Kamis, 24 Juli 2025. Hal ini dilakukan karena kualitas udara mulai menurun akibat kabut asap dari karhutla di daerah itu.
Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) menduga karhutla di sejumlah daerah di provinsi tersebut terjadi karena adanya aktivitas pembukaan lahan dengan cara dibakar. "Ini masih dugaan awal kami berdasarkan laporan di lapangan. Namun, penyebab karhutla ini butuh pendalaman apakah disengaja atau tidak," ujar Kepala Dishut Sumbar Ferdinal Asmin di Kota Padang, Selasa, 22 Juli 202, lapor Antara.
Penanganan Karhutla di Sumbar
Pemerintah Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) akan melakukan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) untuk penanganan karhutla di sejumlah daerah di provinsi tersebut. Kepala BMKG Stasiun BIM, Desindra Deddy Kurniawan, mengatakan, merujuk unggahan Instagram Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar, Jumat, "Kami dari BMKG sangat mendukung kegiatan OMC untuk meningkatkan curah hujan di daerah Karhutla."
Menurutnya, OMC penting dilakukan karena rendahnya curah hujan sejak 60 hari terakhir. Jika tidak dilakukan, Karhutla akan bertambah parah karena musim kering berkepanjangan hingga September 2025. Ia menilai, dengan adanya OMC, curah hujan bakal meningkat dan mampu mencegah Karhutla lebih signifikan.
Meski demikian, pihaknya terus memantau kondisi awan di setiap daerah sebelum melalukan OMC. "Kita pantau secara real time, jika ada pertumbuhan awan di daerah tersebut, operasi bisa dilakukan. Tapi untuk tanggal 25 (Juli 2025), pantauan kami di Limapuluh Kota bisa dilakukan, Pesisir Selatan juga, tapi Solok minim pertumbuhan awannya," terang Desindra.
OMC akan dilakukan pada 25 ─29 Juli 2025. Penyemaian garam maksimal tiga ton dilakukan setiap hari, dengan masing-masing satu ton dalam sekali penerbangan, mulai sekitar pukul 09.00 WIB dan berakhir pukul 18.00 WIB.