Liputan6.com, Jakarta - Pendidikan di Indonesia menghadapi berbagai tantangan serius, mulai dari kesenjangan kualitas antarwilayah, keterbatasan guru, hingga biaya pendidikan yang tak terjangkau bagi banyak keluarga. Kurikulum internasional seperti Cambridge disodorkan sebagai sebagai salah satu solusi untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan menyiapkan generasi yang lebih siap menghadapi masa depan.
Fokus Cambridge bukan pada jumlah sekolah atau banyaknya siswa, melainkan bagaimana hasil belajar benar-benar terlihat pada diri siswa.
"Yang kita lihat adalah performa siswa, bagaimana mereka bisa menerapkan apa yang sudah didapat di sekolah, tampil dengan sikap yang diharapkan, dan memberi kontribusi positif di dalam dunia ini," jelas Dianindah Apriyani, Cambridge Senior Country Manager Indonesia di Jakarta, 8 September 2025.
Ia menegaskan, "Cambridge bukan hanya menyiapkan siswa untuk ujian, tetapi juga membekali mereka untuk siap kerja dan menghadapi masa depan." Dengan demikian, keberhasilan pendidikan diukur dari keterampilan hidup dan kontribusi sosial, bukan sekadar angka di atas kertas.
Diterapkan di Sekolah Terpencil
Meski potensinya besar, penerapan kurikulum Cambridge di Indonesia menghadapi sejumlah kendala, salah satunya bahasa. Dian menjelaskan, “Kalau tiba-tiba saya disuruh mengajar dalam bahasa Arab atau Mandarin, pasti akan gelagapan meskipun sudah 25 tahun di dunia pendidikan.”
Tantangan berikutnya adalah kesiapan guru dalam menguasai metode pembelajaran internasional. Menurut Dian, "Bukan sekadar menerjemahkan dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris, tapi bagaimana mereka bisa memaksimalkan potensi siswanya."
Meski begitu, fleksibilitas Cambridge membuat kurikulum ini tetap bisa diterapkan di berbagai kondisi. Di Afrika, sebuah sekolah kecil di Lesotho yang awalnya hanya berkonsep sekolah darurat berkembang menjadi sekolah Cambridge.
Indonesia juga memiliki contoh serupa di Aceh, yakni sekolah di kontainer. Contoh lain sekolah terpencil di Sorowako, Sulawesi Selatan, yang menjalankan kurikulum Cambridge untuk mendidik siswa.
"Kalian akan selalu butuh kemampuan berkomunikasi, berkolaborasi, berpikir logis, dan percaya diri," kata Andrew Paterson, Chief Operating Officer SIS Group of Schools.
Pengembangan Guru Berkelanjutan
Penerapan kurikulum Cambridge kerap diasosiasikan dengan sekolah internasional yang ujungnya berbiaya tinggi. Namun, SIS Group of Schools berusaha mematahkan persepsi itu dengan model affordable excellence.
"Kami berhasil menekan biaya sekolah lewat model Half-Fees dan pelatihan guru EFFECTOR. Kami membuktikan kurikulum Cambridge bisa dijalankan dengan kualitas tinggi, tapi dengan biaya lebih rendah, bahkan di kota kecil," kata Jaspal Sidhu, pendiri SIS.
Upaya ini juga terlihat dari strategi pengembangan guru. Kavita Jaisi, Direktur Akademik dan Kurikulum menjelaskan, "Awalnya guru dari Palembang harus bayar dua kali lipat untuk ikut pelatihan di Jakarta, tapi sekarang kami buat pelatihan online supaya semua bisa akses."
"Kolaborasi ini (SIS dan Cambridge) diposisikan sebagai acuan global tentang bagaimana pendidikan internasional dapat tetap unggul sekaligus terjangkau," tambah Kavita. Dengan pendekatan ini, SIS menunjukkan bahwa pendidikan internasional bisa dihadirkan dengan cara lebih inklusif tanpa kehilangan kualitas.
Siapkan Bahan Pembelajaran Gratis
Kolaborasi antara Cambridge dan SIS membuka peluang baru bagi arah pendidikan nasional. Saat ini semakin banyak madrasah, baik negeri maupun swasta, dari tingkat MI hingga MA, mulai mengadopsi kurikulum Cambridge. Antusiasme ini disambut positif Kementerian Agama karena dinilai mampu memperkaya kualitas pembelajaran.
Dian menjelaskan, "Komitmen mereka menjaga biaya tetap terjangkau tanpa mengorbankan kualitas sejalan dengan misi Cambridge membuka akses pendidikan internasional untuk lebih banyak siswa."
Selain soal biaya, isu kesenjangan sosial juga menjadi perhatian penting. Andrew menegaskan, "Jika saya mendapat kesempatan pendidikan internasional, tanggung jawab saya adalah bagaimana memengaruhi bangsa di masa depan dengan pengetahuan itu."
Untuk memperluas akses, Cambridge menyediakan sumber belajar gratis. Dian menambahkan, "Sebenarnya silabus kami tersedia di website, jadi sekolah bisa mulai dari buku dulu tanpa harus langsung jadi Cambridge School."