Liputan6.com, Jakarta - Seorang turis asing memgalami kejadian tidak mengenakan saat liburan di Bali. Wanita warga negara asing (WNA) asal Kolombia ini mengaku kena jambret saat keluar dari salah satu beach club di Desa Pecatu, Kuta Selatan, Badung dan kehilangan ponselnya. Video pengakuan dirinya dijambret beredar luas di media sosial, salah satunya di akun TikTok @balibackseat, Senin, 20 Januari 2025.
Dalam video singkat tersebut, turis Kolombia itu berusaha melaporkan kejadian itu ke kantor polisi di Polsek Kuta. Namun ia malah diminta membayar sebesar Rp200 ribu saat melapor di Polsek tersebut.
"Mereka (polisi) bilang Rp200 ribu. Aku rasa mereka hanya ingin uang untuk diri mereka sendiri," ungkap turis tersebut. Dari video yang beredar, wanita ini awalnya diantar oleh seorang pengemudi online ke Polsek Kuta. Ia ingin melaporkan kejadian penjambretan tersebut untuk mendapatkan surat keterangan demi mengklaim asuransi.
Usai melapor, turis asing ini kembali ke mobil dan berbincang dengan pengemudi tersebut. Ia mengatakan oknum polisi meminta uang kepadanya sebesar Rp200 ribu tanpa tanda terima saat melaporkan kejadian tersebut. "Mereka membawaku ke ruangan kecil, kemudian dia meminta uang kepadaku," katanya.
Tak lama setelah kejadian itu, Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Bali langsung menerjunkan tim menyelidiki kasus tersebut. Mereka memeriksa dua personel Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) di Polsek Kuta.
Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Ariasandy menegaskan, Propam Polda Bali saat ini sudah melakukan pemeriksaan terhadap kedua personel SPKT Polsek Kuta berinsial Aiptu GKS dan Aiptu S. Keduanya diduga menerima uang sebesar Rp200 ribu dari pelapor seorang WNA.
"Propam Polda Bali saat ini sudah melakukan pemeriksaan terhadap kedua personil SPKT Polsek Kuta," kata Kombes Ariasandy, dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 21 Januari 2025, dikutip dari meredeka.com.
Dugaan Pelanggaran Kode Etik
Saat ini, kedua anggota SPKT Polsek Kuta tersebut masih dalam proses pemeriksaan untuk selanjutkan akan ditempatkan di penempatan khusus (Patsus) Bidpropam Polda Bali. Menurut Propam, ditemukan cukup bukti kedua anggota SPKT tersebut melakukan dugaan pelanggaran kode etik profesi polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Ayat (3) Perpol Nomor 7, Tahun 2022.Bunyinya, setiap pejabat Polri dalam etika kelembagaan wajib menjalankan tugas, wewenang dan tanggung jawab secara proporsional sesuai dengan lingkup kewenangannya.
"Dan Pasal 12 huruf h Perpol Nomor 7, Tahun 2022, yang berbunyi setiap pejabat polri dalam etika kemasyarakatan, dilarang membebankan biaya dalam memberikan pelayanan di luar ketentuan peraturan Perundang-undangan dengan wujud perbuatan," ujar Kombes Ariasandy.
Ia menambahkan, dari hasil penelusuran, kejadian tersebut terjadi pada 5 Januari 2025."Namun diunggah ke medsos tanggal 19 Januari 2025. Saat ini Propam sedang menelusuri kebenaran dari berita tersebut," kata Kombes Ariasandy.
Dari penelusuran dan pemeriksaan Propam Polda Bali, memang benar pada Minggu, 5 Januari 2025 sekitar pukul 12.50 WITA telah datang ke Polsek Kuta seorang WNA berinsial SHG dan diantar seorang laki-laki dengan tujuan mau membuat laporan kehilangan ponsel merk IPhone 14 Pro Max Purple, dan diterima dua orang personel Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) di Polsek Kuta.
Lokasi Kehilangan Ponsel
Kemudian, saat ditanya oleh petugas SPKT ternyata lokasi kehilangan ponsel di daerah Uluwatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, yang merupakan wilayah hukum Polsek Kuta Selatan. Lalu, oleh anggota SPKT WNA tersebut disarankan untuk melaporkan kehilangan ponsel ke Polsek Kuta Selatan.
"Namun WNA tersebut tidak mau dengan alasan emergensi karena mau berangkat ke negaranya dan WNA tersebut mohon dibantu untuk keperluan klaim asuransi," tuturnya. Dari pengakuan dari personel piket SPKT Polsek Kuta saat itu, karena alasan emergensi lalu personel piket
SPKT Polsek Kuta bersedia membantu dan membuatkan laporan polisi kehilangan ponsel IPhone 14 Pro Max Purple, agar WNA tersebut bisa kembali ke negaranya dan klaim asuransi seperti yang disampaikan. Selanjutnya, setelah menerima surat laporan kehilangan, WNA tersebut memberikan uang sejumlah Rp200 ribu kepada personel piket SPKT sebagai ucapan terima kasih.
"Namun demikian saat ini Propam Polda Bali tetap melakukan pemeriksaan terhadap kedua anggota SPKT Polsek Kuta tersebut untuk mencari kebenaran, apabila yang bersangkutan terbukti bersalah tentunya Propam akan bertindak sesuai aturan yang berlaku," terangnya.
WNA Jadi Driver di Bali
Belum lama ini, beredar kabar sejumlah warga negara asing (WNA) menjemput turis asing yang baru tiba di Bali melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Tak sekadar menjadi sopir, para WNA itu juga dikabarkan menjadi pemandu wisata bagi para turis asing tersebut.
Hal itu dikeluhkan oleh para sopir taksi konvensional di kawasan bandara Bali. Situasi itu pun menuai protes dari para driver lokal. Mengutip dari akun Instagram @indopolitika, 7 Januari 2024, Forum Perjuangan Driver Pariwisata Bali menggelar aksi damai di depan gedung DPRD Bali.
Salah satu tuntutan yang diungkapkan oleh para sopir pariwisata adalah masalah banyaknya WNA yang menjemput turis asing yang baru tiba di Bandara Ngurah Rai. "Tamu jemput tamu, jeruk makan jeruk lho Pak, saya sampai kaget. Jadi ke mana saja Imigrasi?" ujar Wayan Widiasa, salah seorang perwakilan driver kepada pimpinan DPRD Bali di Wantilan DPRD Bali.
Hal itu juga menjadi perhatian politisi sekaligus desainer Ni Luh Djelantik yang sekarang menjadi anggota DPRD Bali. Dalam unggahan di akun Instagramnya, Ni Luh menggandeng Kantor Imigrasi dan meminta penegak hukum mengawasi warga asing mulai di lingkungan desa adat dan dinas.