Liputan6.com, Jakarta - CHANDI 2025 di Bali yang baru saja berakhir menghadirkan bukan hanya harmoni budaya dari berbagai bangsa, tetapi juga suara hati Palestina. Salah satu yang mencuri perhatian adalah kehadiran Jana Abusalha, mahasiswi asal Tepi Barat, Palestina yang tengah menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Pertahanan (Unhan) dengan beasiswa dari Presiden Prabowo Subianto.
Dalam forum internasional bertajuk Culture, Heritage, Art, Narrative, Diplomacy, and Innovation (CHANDI) ini, Jana menyampaikan pesan kuat tentang identitas dan budaya.
"Aku hanya ingin mengatakan bahwa budaya adalah bahasa dari identitas. Itu adalah identitas kita. Jadi, ke mana pun aku pergi, setiap kali aku bepergian ke suatu tempat, aku merasa harus membawa sesuatu dari Palestina, karena aku perlu merangkul budaya Palestina," ungkapnya di Sanur, Denpasar, Rabu, 3 September 2025.
Bagi Jana, tema tentang anak muda yang merangkul budaya terasa begitu personal. Ia merasa isu tersebut tidak hanya relevan bagi Palestina, tetapi juga bagi seluruh generasi muda dunia.
"Jadi pesanku kepada seluruh pemuda di dunia, tolong, rangkullah budayamu sendiri. Itu adalah bahasamu. Itu adalah identitasmu. Peganglah erat-erat dalam hati," ucapnya.
Upaya Palestina Selamatkan Budayanya
Kehadiran Palestina dalam Chandi 2025 sekaligus mengingatkan dunia bahwa diplomasi tidak hanya berlangsung di meja politik, tetapi juga melalui seni, budaya, dan narasi generasi muda. Keresahan warga Palestina soal pelestarian budayanya juga dilontarkan Menteri Kebudayaan Palestina Imadeddin A.S Hamdan Fawzyah yang hadir menjadi kepala delegasi di CHANDI 2025.
Sebagai negara yang terdampak konflik, Imadeddin mengatakan bahwa perang telah menghancurkan sejarah, memori kolektif, dan melukai identitas nasional sebuah bangsa.
"Di Gaza, ratusan seniman kehilangan nyawa dan bangunan bersejarah mengalami kerusakan. Meskipun demikian, Palestina terus meluncurkan program pelestarian budaya, termasuk pengembangan industri budaya yang menyuarakan kemanusiaan," jelasnya pada hari kedua pelaksanaan CHANDI 2025, Kamis, 4 September 2025.
Situasi di Palestina, khususnya Gaza, menarik simpati Duta Besar Tunisia untuk Indonesia, Mohamed Trabelsi. Ia menyatakan, "Budaya di Palestina adalah unsur utama dalam peradaban Palestina, ini harus kita lindungi. Tunisia akan terus suarakan perdamaian dunia."
Jadikan Budaya Alat Diplomasi
Untuk itu, Trabelsi mendorong agar CHANDI 2025 menjadi medium untuk memperkuat hubungan diplomasi yang berlandaskan kerja sama dan pemahaman bersama. Hal senada juga dilontarkan Menteri Kebudayaan Syria Mohammed Yassin Saleh yang negaranya juga terdampak konflik.
Yassin mengatakan, "Budaya adalah inti dari diplomasi antarbangsa, serta jalan utama untuk membangun dunia yang lebih adil dan manusiawi. Budaya memiliki kekuatan untuk menjadi kompas perdamaian, penggerak pembangunan, dan modal kemanusiaan dalam menghadapi masa depan."
Sementara, Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon yang hadir sekaligus membuka gelaran hari bersepakat bahwa budaya dapat menjadi jembatan menuju perdamaian. "Karena ekspresi budaya itu adalah bagian yang hidup, walaupun secara fisik misalnya Palestina itu mau dihancurkan, tapi budayanya akan tetap hidup di bawah manusianya," ucapnya.
Ancaman Perubahan Iklim dan Konflik pada Warisan Budaya
Selain isu konflik atau perang, para kepala delegasi juga menyoroti ancaman iklim dan konflik terhadap keberlangsungan warisan budaya. "Budaya merupakan sebuah kohesi sosial, sumber ketangguhan, dan keberlanjutan. Kondisi krisis ataupun konflik harus dipetakan bersama," ucap Menteri Dalam Negeri dan Warisan Budaya Zimbabwe, Kazembe Raymond Kazembe.
Perubahan iklim secara nyata mengancam upaya pelestarian budaya. Menbud Fadli Zon sebelumnya menyatakan bahwa satu dari enam warisan budaya dunia kini berada di bawah ancaman iklim. S
ementara, situasi konflik menyebabkan berbagai objek budaya menghadapi risiko perusakan, penjarahan, hingga perdagangan ilegal. Di sisi lain, lemahnya kerangka hukum dan kerja sama lintas batas membuat perlindungan atas objek budaya masih jauh dari harapan. (Destarita Rahmawati)