Kampung Adat Waru Wora Sumba Barat Terbakar Hebat, Anak-anak Trauma dan Kehilangan Perlengkapan Sekolah

12 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta - Kebakaran hebat melanda Kampung Adat Waru Wora, Desa Patiala Bawa, Kecamatan Lamboya, Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) Peristiwa yang terjadi pada Jumat sore, 5 Desember 2025, menghanguskan puluhan rumah adat yang menjadi simbol budaya masyarakat setempat.

Insiden berlangsung cepat dan memicu kepanikan warga, mengingat struktur bangunan di kampung tersebut didominasi oleh material alam yang sangat mudah terbakar. Ratusan warga kini kehilangan tempat tinggal dan terpaksa mengungsi di sekitar puing-puing bangunan yang tersisa.

Saat insiden terjadi, tim relawan English Goes to Kampung sedang berada di lokasi. Kampung Waru Wora selama ini menjadi salah satu pos belajar bagi 161 anak dampingan kelompok relawan tersebut.

"Titik api pertama kali terlihat dari rumah adat yang berada di bagian ujung kampung. Di rumah tersebut terdapat dua kepala keluarga dengan tiga anak balita," kata Ira Kopong, anggota Tim EGK Sumba, dihubungi Lifestyle Liputan6.com, Minggu (7/12/2025).

Kencangnya tiupan angin dan rapatnya jarak antar-rumah membuat upaya pemadaman manual menjadi sangat sulit dilakukan. Api dari titik mula dengan cepat merembet ke bangunan rumah lain yang berdekatan.

Tak terhindarkan, puluhan rumah adat dengan arsitektur menara yang khas kini rata dengan tanah. Selain rumah yang terbakar habis, beberapa bangunan lain terpaksa dirusak secara sengaja oleh warga dan petugas sebagai langkah melokalisir api agar tidak meluas ke seluruh kampung. 

"Sebanyak 28 rumah adat hangus terbakar, ditambah dua rumah lainnya terpaksa dibongkar untuk mencegah penyebaran api. Sembilan rumah lainnya berhasil terselamatkan meskipun tetap terdampak," papar Ira memerinci data kerusakan.

Kebakaran Diduga Dipicu Konsleting Listrik

Penyelidikan awal mengenai penyebab kebakaran di Kampung Adat Waru Wora mengarah pada korsleting listrik. Faktor itu diperparah oleh material bangunan rumah adat Sumba yang sangat rentan terhadap api. 

Atap rumah yang menjulang tinggi terbuat dari alang-alang kering, serta dinding yang tersusun dari kayu dan bambu, menjadi bahan bakar yang membuat api membesar dalam hitungan menit. Situasi semakin tidak terkendali karena pada saat kejadian, kondisi kampung relatif sepi dari penghuni usia produktif.

"Api berasal dari salah satu rumah yang pada saat kejadian hampir seluruh penghuninya sedang berada di sawah. Hanya seorang warga lanjut usia yang berada di dalam rumah," ucap Ira.

Dibutuhkan waktu berjam-jam untuk memastikan api benar-benar dapat dikendalikan dan tidak lagi mengancam sisa bangunan yang masih berdiri. Ira mencatat durasi operasi pemadaman yang berlangsung hingga malam hari. "Proses pemadaman memakan waktu sekitar empat jam," ujarnya.

Anak-Anak Kampung Adat Waru Wora Kehilangan Perlengkapan Sekolah

Tak ada korban jiwa dari insiden kebakaran di Kampung Adat Waru Wora, tapi para penyintas terluka secara psikologis. Ratusan warga yang kehilangan tempat tinggal kini menghadapi guncangan mental pasca-bencana. 

Tim relawan yang berada di lokasi melaporkan bahwa suasana duka terasa kental di lokasi pengungsian sementara. Kelompok rentan seperti lansia dan anak-anak menjadi pihak yang paling terdampak secara emosional akibat kehilangan tempat bernaung yang tiba-tiba.

"Beberapa warga mengalami trauma psikologis, ditandai dengan tangisan dan kesedihan mendalam ketika ditemui," ujarnya.

Sementara, anak-anak asuhannya kini bersikap murung dan menutup diri. "Tim EGK Sumba telah berupaya memberikan aksi tanggap darurat dan dukungan psikososial melalui kegiatan mendengarkan cerita serta mengajak anak-anak bermain sebagai bagian dari trauma healing," jelas Ira.

Proses belajar mereka juga terganggu karena kebakaran turut menghancurkan seluruh perlengkapan sekolah, mulai dari seragam hingga buku pelajaran. Di rumah yang menjadi titik awal api, tidak ada satu pun barang yang tersisa.

"Di rumah lain, sebagian barang berhasil dievakuasi, namun banyak buku pelajaran, pakaian seragam, dan sepatu sekolah yang rusak," terang Ira. "Pada hari pertama setelah kejadian, anak-anak belum kembali bersekolah karena masih mengalami trauma," lanjutnya.

Kebutuhan Dasar Minim, Air Bersih Terbatas

Situasi di Kampung Adat Waruwora hingga satu hari pasca-kejadian masih dalam status darurat. Meskipun api utama telah padam, potensi bahaya masih mengintai dari sisa-sisa reruntuhan bangunan. 

Hingga Sabtu sore, 6 Desember 2025, asap tebal masih mengepul dari beberapa titik, menandakan proses pendinginan belum selesai sempurna. Warga mendirikan tenda darurat seadanya di tengah kondisi cuaca yang tidak menentu karena mulai memasuki musim penghujan. Kebutuhan dasar pengungsi menjadi isu krusial yang harus segera ditangani.

Ira juga melaporkan stok logistik di pengungsian sangat terbatas. Ia merinci kebutuhan mendasar yang diperlukan segera oleh para korban. "Kebutuhan mendesak bagi kelompok rentan meliputi perlengkapan sekolah, selimut, penerangan di tenda pengungsian, air bersih, alas tidur, pembalut, vitamin, dan tripleks untuk sekat tenda sementara, terutama karena kondisi musim hujan," urainya.

Masalah sanitasi, khususnya air bersih, juga menantang. Infrastruktur penampungan air yang ada belum mampu menjamin ketersediaan air secara kontinyu bagi ratusan pengungsi. 

"Tersedia dua tandon berkapasitas 1.500 liter, namun pasokan air sepenuhnya bergantung pada mobil tangki yang harus terus mengisi ulang. Tandon diletakkan di tengah kampung agar mudah diakses, tetapi ketersediaan air yang berkelanjutan belum terjamin," tutup Ira.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |