Strategi Glamping Minim Dampak Lingkungan dengan Kabin Modular Bersistem Sekrup

18 hours ago 5

Liputan6.com, Jakarta - Glamping, singkatan dari glamorous camping, menjadi salah satu akomodasi yang naik daun beberapa tahun terakhir. Dengan menginap di glampng, tamu bisa merasakan alam terbuka saat menginap tetapi tetap mendapatkan fasilitas modern seperti di kota. Lokasinya pun beragam, mulai dari hutan, perkebunan teh, hingga pantai.

Namun, konsep glamping menghadirkan kekhawatiran dari wisatawan yang peduli dampak lingkungan dari aktivitas mereka. Tidak bisa dipungkiri bahwa kehadiran manusia di alam terbuka tidak jarang berdampak buruk pada lingkungan sekitarnya, mulai dari isu polusi suara, polusi cahaya, hingga sampah yang ditinggalkan.

Bagaimana operator glamping menanggapi pandangan kritis tersebut? Bobocabin sebagai salah satu operator dan brand menyiasatinya dengan penggunaan sistem modular dalam membangun setiap unit agar proses konstruksi efisien dan diklaim minim dampak lingkungan.

Sistem itu diterapkan sejak 2021, sejak glamping mereka dibuka pertama kali di kawasan Cikole, Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Dalam rilis yang diterima Lifestyle Liputan6.com, beberapa waktu lalu, prinsip modularitas yang diadaptasi Bobocabin mengoptimalkan proses pembangunan melalui sistem prefabrikasi.

"Artinya, setiap bagian kabin diproduksi terlebih dahulu di fasilitas luar lokasi, sehingga hanya terjadi proses perakitan (assembly) di lapangan," ESG Program Manager Bobobox, Satria Gundara, menjelaskan.

Alih-alih menggunakan pondasi beton permanen yang perlu dicor, pihaknya menerapkan sistem sekrup yang dapat dilepas pasang. Pemasangan sekrup itu membuat bentuk pondasi kabin mirip dengan rumah panggung.

"Memungkinkan lahan tetap terjaga dan bisa dikembalikan ke kondisi semula jika lokasi tidak lagi digunakan untuk operasional penginapan," sambungnya.

Kelebihan Lain dari Sistem Prefabrikasi

Satria menyebutkan kelebihan lain dari pendekatan prefabrikasi adalah memungkinkan proses konstruksi dilakukan tanpa memerlukan alat berat dan tenaga konstruksi yang ekstensif. Proses dan waktu pembangunan pun jadi semakin optimal.

"Hasilnya, dampak lingkungan selama proses konstruksi dapat ditekan secara dratis, jauh lebih kecil dibandingkan dengan metode pembangunan hotel konvensional," sambungnya.

Terakhir, prinsip modularitas juga memastikan bahwa pembangunan yang dilakukan tidak mengganggu daya serap air tanah. Aspek ini penting karena karena tanah yang dibiarkan alami memiliki kemampuan lebih optimal untuk menyerap air hujan, sehingga mengurangi risiko genangan dan banjir.

Ia juga menyatakan bahwa Bobox menggunakan rasio lahan yang sangat minim untuk pembangunan kabin dibandingkan dengan total area yang tersedia. Dengan skema ini, sebagian besar lahan tetap dalam kondisi alami dan air hujan dapat terserap dengan baik ke dalam tanah, sehingga volume air di permukaan stabil dan berkontribusi pada lingkungan yang lebih aman dari risiko banjir di daerah hilir.

"Dengan pendirian unit Bobocabin di berbagai titik lokasi strategis pariwisata Indonesia, kami ingin memastikan bahwa pembangunan kabin kami ramah lingkungan dan mampu menjaga keberlanjutan ekosistem alam sekitar," katanya.

Penyegelan Resor yang Rusak Lingkungan Gugusan Pulau Pari

Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyegel lokasi pembangunan resor di Pulau Biawak, gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, yang merusak ekosistem mangrove dan terumbu karang setempat. Dua kedeputian KLH, yakni Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) dan Bidang Penegakkan Hukum (Gakkum) ditugaskan untuk mendalami kasus perusakan lingkungan tersebut.

Penyegelan dilakukan setelah mendapat laporan warga setempat yang terdampak akibat kerusakan mangrove yang masif. Dengan penyegelan tersebut, aktivitas apapun yang berkaitan pembangunan kawasan resor harus dihentikan total. "Berhenti total," kata Deputi Gakkum Irjen Pol. Rizal Irawan ditemui di lokasi, Kamis, 23 Januari 2025.

Selanjutnya, pihaknya akan mendalami potensi kerugian yang diakibatkan proses pembangunan tidak bertanggung jawab tersebut. Rizal menyebut setidaknya ada tiga jenis kerugian yang dihitung, yakni kerugian ekonomi, kerugian sosial, dan kerugian lingkungan. KLH pun meminta bantuan ahli untuk mengukur kerugian tersebut, meliputi ahli lingkungan, ahli kerusakan, dan ahli valuasi.

"Tim sudah memanggil ahli... Mudah-mudahan ke depan kita sudah bisa menghitung. Tapi untuk batas waktu (penghitungan), tim ahli nantilah yang akan menjawab," sambungnya.

Hutan Mangrove Rusak, Karang-karang Mati

Berdasarkan pemantauan lapangan, ditemukan timbunan karang-karang yang mati di dekat areal hutan mangrove, tak jauh dari lokasi proyek pembangunan. Menurut Asmania, humas Forum Warga Peduli Pulau Pari, timbunan karang itu diurug menggunakan beko oleh pekerja perusahaan pemilik resor tanpa berkoordinasi dengan masyarakat setempat.

Diperkirakan kejadiannya berlangsung pada Kamis malam, 16 Januari 2025, saat warga sedang lengah. Warga Pulau Pari baru mengetahuinya keesokan harinya, Jumat, 17 Januari 2025, dan langsung meminta proses reklamasi yang diyakini ilegal dihentikan.

Saat berbincang dengan Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq sebelumnya, perempuan yang akrab disapa Teh Aas itu mengungkapkan bahwa pekerja PT CPS, perusahaan yang diduga bertanggung jawab, telah mencabuti sekitar 40 ribu pohon mangrove berusia sekitar dua tahunan yang ditanam warga bersama wisatawan untuk melindungi lingkungan pantai dari abrasi. Hanya sedikit pohon yang masih bertahan di areal penanaman.

Aktivitas tersebut juga menghancurkan 62 meter persegi laut dangkal yang merupakan ekosistem terumbu karang dan padang lamun. Ekosistem itu sangat penting untuk bagi nelayan sekitar karena menjadi tempat tinggal ikan karang dan berbagai biota laut yang menjadi sumber mata pencaharian utama.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |