Sosok Penting dalam Kasus Kecelakaan Jeju Air di Bandara Muan Ditemukan Tewas

4 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta - Investigasi kecelakaan tragis Penerbangan Jeju Air 2216, yang menewaskan 179 orang, belum membuahkan hasil. Sosok utama dalam investigasi juga diberitakan tewas di rumahnya. 

Mengutip dari laman Koreaboo, Rabu (22/1/2025), dalam perkembangan terbaru yang mengejutkan terkait kecelakaan pesawat Jeju Air yang tragis bulan lalu, Son Chang Wan, mantan kepala Korea Airports Corp, ditemukan tewas di rumahnya. Kematian Son datang di tengah penyelidikan intensif mengenai kecelakaan pesawat yang merenggut 179 nyawa di Bandara Internasional Muan, Korea Selatan.

Menurut laporan polisi yang dirilis pada tanggal 21 Januari, waktu setempat, Son ditemukan tak bernyawa di kediamannya. Pihak berwenang saat ini sedang menyelidiki penyebab kematian, yang masih belum diketahui. Kematian Son menambah lapisan baru misteri pada penyelidikan yang sudah rumit ini.

Son Chang Wan menjabat sebagai kepala Korea Airports Corp dari tahun 2018 hingga 2022. Selama masa kepemimpinannya, localizer sistem pendaratan instrumen di Bandara Internasional Muan mengalami renovasi. Struktur beton yang menampung localizer tersebut menjadi sorotan setelah kecelakaan pesawat Jeju Air pada Desember 2024.

Pesawat tersebut tergelincir di landasan pacu tanpa roda pendaratan yang diperpanjang dan menabrak localizer, yang didesain ulang pada tahun 2020 saat Son masih menjabat. Gundukan beton yang menampung localizer tersebut telah menjadi bahan kontroversi.

Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, dan Transportasi Korea Selatan telah mengumumkan rencana untuk menyelidiki lebih lanjut kecelakaan dan gundukan beton tersebut. Penyelidikan ini bertujuan untuk mengungkap apakah ada kelalaian atau kesalahan dalam proses renovasi yang berkontribusi pada tingginya jumlah korban.

Penyelidikan Beton dan Kelalaian Lain

Meninggalnya Son Chang Wan di titik krusial dalam penyelidikan ini meningkatkan kekhawatiran dan spekulasi di kalangan publik dan media. Namun, ini bukanlah insiden pertama yang menimbulkan pertanyaan dalam penyelidikan kecelakaan udara ini. Selama investigasi, terungkap bahwa kotak hitam pesawat tidak memiliki rekaman kejadian, menambah kebingungan dan keraguan mengenai penyebab pasti kecelakaan tersebut.

Kehilangan nyawa yang begitu besar dalam kecelakaan ini telah mengguncang Korea Selatan dan menarik perhatian internasional. Publik menantikan hasil dari penyelidikan menyeluruh yang dilakukan oleh pihak berwenang untuk memastikan bahwa tragedi serupa tidak akan terulang di masa depan.

Sementara itu, keluarga korban terus menuntut keadilan dan transparansi dalam proses penyelidikan. Mereka berharap bahwa semua pihak yang bertanggung jawab akan dimintai pertanggungjawaban dan bahwa langkah-langkah akan diambil untuk meningkatkan keselamatan penerbangan di negara tersebut. 

Pada pagi hari, 29 Desember 2024, pesawat Jeju Air yang berangkat dari Bangkok, Thailand, menuju Muan, Korea Selatan, mengalami kecelakaan setelah mendarat dengan posisi perut dan keluar dari landasan pacu. Pukul 08.59, pesawat yang sedang bersiap untuk pendaratan normal mengeluarkan panggilan darurat Mayday.

Titik Krusial Penyidikan

Empat menit kemudian, pesawat mencoba mendarat dengan perut, tetapi bertabrakan dengan dinding beton, yang berujung pada kehancuran total. Menurut laporan MBC, kotak hitam pesawat tidak merekam data selama empat menit kritis terakhir sebelum kecelakaan.

Para penyelidik menghadapi tantangan besar. Sebab, hal ini menghalangi upaya untuk menentukan penyebab pasti dari insiden kecelakaan pesawat tersebut. Berbagai teori konspirasi kini beredar di internet, menambah lapisan kerumitan dalam penyelidikan ini.

Badan Keselamatan Transportasi Nasional Amerika Serikat (NTSB) tidak dapat menemukan rekaman apa pun di kedua perangkat tersebut. Badan Investigasi Kecelakaan Penerbangan dan Kereta Api (ARAIB) mengonfirmasi bahwa perekam suara kokpit (CVR) tidak merekam apa pun dalam empat menit terakhir.

Pada 6 Januari, ARAIB mengungkapkan bahwa kedua perangkat tersebut telah dikirim ke NTSB untuk analisis lebih lanjut. Profesor Choi In Chan, seorang ahli penerbangan, menyampaikan kepada MBC bahwa kegagalan kotak hitam kemungkinan disebabkan oleh hilangnya daya total saat pesawat kehilangan kedua mesinnya.  

Investigasi Memakan Waktu Lebih Lama

Pesawat tersebut, yang diproduksi sebelum peraturan baru, tidak dilengkapi dengan baterai cadangan darurat. Hal ini menunjukkan adanya masalah dengan sistem kelistrikan yang mencegah suara dan data penerbangan dikirimkan ke kotak hitam.

Menurut Profesor Jung Yoon Sik, fakta bahwa tidak ada perangkat yang merekam data menunjukkan adanya kegagalan sistem kelistrikan. Tanpa bukti penting ini, MBC melaporkan bahwa penentuan penyebab kecelakaan akan memakan waktu lebih lama.

Meskipun demikian, ARAIB berkomitmen untuk menggunakan sumber daya lain dalam penyelidikan. Beberapa pengguna media sosial mempertanyakan apakah insiden ini adalah tindakan terorisme, sementara yang lain berspekulasi bahwa data mungkin telah dihapus sebelum kotak hitam dikirim ke Amerika Serikat.

“Apakah kita yakin ini bukan tindakan terorisme? Seperti, itu tidak masuk akal,” tulis salah satu pengguna. “Dan itu sama sekali tidak masuk akal,” tambah yang lain.

Sementara spekulasi dan teori konspirasi terus berkembang, penyelidikan resmi tetap berlanjut dengan tekad untuk mengungkap kebenaran di balik tragedi ini. Hingga saat ini, ARAIB dan NTSB bekerja sama untuk mencari petunjuk lain yang dapat memberikan jawaban atas misteri ini. 

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |