Liputan6.com, Jakarta - Bulan Ramadan bagi umat Muslim adalah masa untuk menempa diri agar menjadi lebih baik dan berlomba-lomba mengumpulkan pahala. Namun bagi brand lokal, bulan puasa dipandang sebagai momentum meraup cuan lebih banyak.
Menurut studi perusahaan konsultan bisnis Redseer, rata-rata pengeluaran masyarakat Indonesia selama Ramadan diproyeksikan mencapai Rp4,8 juta. Angka itu mencerminkan daya beli yang tinggi sekaligus peluang besar bagi brand lokal untuk meningkatkan interaksi dan penjualan.
Menurut rilis Hypefast yang diterima Lifestyle Liputan6.com, beberapa waktu lalu, perilaku konsumen selama Ramadan menunjukkan tren peningkatan belanja yang signifikan. Data dari Think With Google mengungkapkan bahwa 72 persen konsumen menganggap Ramadan sebagai waktu terbaik untuk mendapatkan penawaran menarik, dan 78 persen konsumen lebih terbuka untuk mencoba brand baru, membuka peluang bagi brand untuk menarik perhatian audiens baru.
Salah satu tren yang semakin diminati adalah belanja live shopping. Data menunjukkan bahwa 46--61 persen pengguna di kategori kecantikan, perawatan rumah, dan elektronik menemukan produk melalui demonstrasi secara langsung. Hal ini didukung data TikTok selama Ramadan 2024 yang mencatat lonjakan interaksi berkat fitur ini.
Selain itu, tren konten Employee Generated-Content (EGC) terbukti memiliki tingkat interaksi yang cukup tinggi. Dengan memberdayakan karyawan untuk berbagi konten yang autentik, brand dapat meningkatkan jangkauan dan kredibilitas mereka di pasar. Mereka membangun kepercayaan dengan audiens dan memanusiakan brand dengan berbagi wawasan dan pengalaman yang organik.
2 Momen Krusial untuk Maksimalkan Cuan Saat Ramadan
CEO Hypefast, Achmad Alkatiri (Mad), menekankan bahwa waktu promosi menjadi faktor krusial dalam efektivitas kampanye Ramadan, karena berkaitan langsung dengan pola konsumsi konten selama bulan suci.
"Saat Ramadan, perubahan kebiasaan dalam mengakses konten turut mempengaruhi waktu berbelanja. Studi menunjukkan bahwa banyak orang sudah mulai merencanakan pembelian sejak seminggu sebelum menerima THR," katanya.
Periode menjelang maghrib dan waktu sahur menjadi dua momen utama saat interaksi digital meningkat signifikan. Saat berbuka puasa, banyak orang mengakses media sosial untuk mencari hiburan, informasi promosi, atau bahkan bertransaksi di menit-menit terakhir sebelum malam tiba.
Begitu juga pada saat sahur. Konsumen menghabiskan waktu sebelum Subuh untuk menelusuri konten, menonton video, atau berbelanja online.
Dengan memahami pola ini, brand dapat mengoptimalkan strategi pemasaran digital mereka dengan menyesuaikan waktu unggahan dan penayangan iklan agar lebih relevan dengan kebiasaan konsumsi konten selama Ramadan. Kampanye yang diluncurkan pada jam-jam dengan tingkat keterlibatan tinggi akan memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan perhatian audiens dan meningkatkan konversi penjualan.
Optimalkan Visibilitas Brand
Selain memahami waktu krusial, Mad juga mengingatkan pemilik brand agar mengoptimalisasi hashtag atau tagar. Menurutnya, hal itu dapat meningkatkan visibilitas konten, seperti pada platform TikTok ada #racuninTikTok (400M+ views) dan #takjil (2,6B+ views). Pada Ramadan 2024 ditemukan bahwa 62 persen dari 1,5T+ tayangan video di TikTok berkaitan dengan konten belanja.
Data dari Redseer juga menunjukkan bahwa 70 persen konsumen secara aktif mencari informasi sebelum membeli. Karena itu, penting untuk memastikan visibilitas produk di platform digital, salah satunya dengan mengoptimalkan penggunaan tagar yang trending selama Ramadan. Dengan memahami pola ini, brand dapat menentukan waktu yang tepat untuk mengoptimalkan strategi promosi terutama yang melibatkan penawaran-penawaran spesial.
Meskipun platform digital berkembang pesat, Mad menyebutkan bahwa 69 persen konsumen Indonesia masih lebih memilih berbelanja langsung di toko. Preferensi ini sebagian besar dipengaruhi kebiasaan budaya Ramadan di Indonesia, karena banyak konsumen lebih suka mencoba pakaian baru sebelum membeli sehingga memperkuat daya tarik berbelanja offline.
Optimalkan Toko Fisik
Seperti halnya promosi di toko daring, pola yang sama juga bisa diterapkan di toko fisik. Mad menyebut bahwa promosi di toko atau pusat perbelanjaan cenderung lebih efektif pada sore menjelang berbuka, ketika orang mulai mencari makanan dan kebutuhan lainnya, serta puncaknya adalah seminggu sebelum Lebaran, saat urgensi belanja meningkat.
"Ramadan selalu menjadi momen spesial bagi brand untuk membangun hubungan lebih dekat dengan konsumen. Dengan tren belanja dan kebiasaan konsumen yang dinamis, brand perlu menerapkan strategi yang bersinergi antara semua channel yang dimiliki untuk memenangkan pasar," katanya lagi.
Sementara itu, riset terbaru Populix, dikutip dari kanal Bisnis Liputan6.com, menunjukkan ada penurunan signifikan dalam minat masyarakat membeli produk sekunder, antara lain fesyen, perabot rumah tangga, dan barang elektronik, di Ramadan 2025. Perubahan perilaku ini didorong oleh meningkatnya kewaspadaan terhadap pengeluaran selama bulan suci.
"Bahkan untuk makanan yang secara persentase prioritasnya sedikit berkurang, apabila diteliti ternyata juga turut terdampak dari segi kualitas," kata Vice President of Research Populix, Indah Tanip, dikutip Jumat, 28 Februari 2025.