Liputan6.com, Jakarta - Polisi Israel menggerebek toko buku terkenal di Yerusalem Timur dan menangkap dua pemiliknya yang berasal dari Palestina. Mahmoud Muna (41) dan keponakannya Ahmed Muna (33), ditahan atas dugaan melanggar ketertiban umum, meskipun tuduhan tersebut menuai kritik dari berbagai pihak.
Mengutip dari laman The Guardian, Selasa (11/2/2025), penggerebekan yang berlangsung pada Minggu sore, 9 Februari 2025 itu menyita perhatian publik setelah polisi menggunakan Google Translate untuk memeriksa stok buku dan menahan kedua pria tersebut. Salah satu bukti yang diajukan adalah sebuah buku mewarnai anak-anak yang diduga mengandung hasutan untuk melakukan terorisme.
Rekaman CCTV menunjukkan para petugas mengisi kantong sampah dengan buku-buku yang diambil dari toko. Pengadilan kemudian memutuskan untuk menahan Mahmoud dan Ahmed Muna selama satu malam lagi, disertai dengan lima hari sebagai tahanan rumah.
Polisi menyatakan mereka menyita delapan buku dan membutuhkan waktu untuk menyelidiki lebih lanjut. Penggerebekan ini memicu reaksi keras dari kelompok hak asasi manusia dan intelektual terkemuka.
Mereka menyerukan pembebasan segera kedua pria tersebut, menggambarkan penangkapan ini sebagai bagian dari serangan yang lebih luas terhadap identitas budaya Palestina. Para pengunjuk rasa, termasuk penulis pemenang hadiah Pulitzer Nathan Thrall, berkumpul di luar gedung pengadilan untuk menunjukkan dukungan mereka.
Diplomat dari sembilan negara, termasuk Inggris, Brasil, dan Swiss, menghadiri sidang tersebut. Duta Besar Jerman untuk Israel, Steffen Seibert, menyatakan keprihatinannya dan menggambarkan dirinya sebagai pelanggan tetap toko buku tersebut.
"Saya prihatin mendengar penggerebekan dan penahanan mereka di penjara, ujarnya dalam sebuah pernyataan di media sosial," katanya.
Pengaruh Terhadap Kehidupan Budaya Yerusalem
Toko Buku Pendidikan telah menjadi pusat kehidupan budaya di Yerusalem selama lebih dari empat dekade. Dengan koleksi buku dari penulis Palestina, Israel, dan internasional, toko ini menjadi tempat berkumpul bagi penduduk lokal dan wisatawan.
Penahanan Mahmoud dan Ahmed Muna dianggap sebagai ancaman terhadap kebebasan berekspresi dan pemikiran di kota tersebut. Nasser Oday, pengacara kedua pria tersebut, menggambarkan penahanan ini sebagai serangan sangat berbahaya terhadap kehidupan budaya di Yerusalem.
Ia memperingatkan bahwa tindakan ini dapat menjadi preseden hukum baru yang membatasi kebebasan intelektual dan pendidikan. Morad Muna, saudara Mahmoud, menyatakan bahwa keluarga mereka memutuskan untuk membuka kembali toko-toko tersebut sesegera mungkin.
Pada Senin sore, 10 Februari 2025, toko-toko tersebut dipenuhi oleh pelanggan baru dan lama yang ingin menunjukkan dukungan mereka. Semua tuntutan hukum yang berkaitan dengan kebebasan berbicara harus disetujui oleh kantor jaksa agung, tetapi polisi dapat melakukan penangkapan atas dugaan pelanggaran ketertiban umum atas wewenang mereka sendiri.
Warga Palestina Kembali ke Gaza Utara Setelah Israel Mundur
Sebelumnya diberitakan, pasukan Israel telah menarik diri dari Koridor Netzarim, sebuah zona militer yang memisahkan wilayah utara dan selatan Jalur Gaza. Mengutip dari kanal Global Liputan6.com, Minggu, 9 Februari 2025, setelah mundurnya pasukan tersebut, ratusan warga Palestina yang menggunakan mobil dan kereta yang dibebani kasur serta barang-barang lainnya mulai kembali ke Gaza utara.
Mereka menemukan kondisi wilayah tersebut hancur lebur. Mengutip laman BBC, Minggu, 9 Februari 2025, penarikan pasukan Israel ini adalah bagian dari perjanjian gencatan senjata yang disepakati dengan Hamas pada 19 Januari 2025.
Berdasarkan perjanjian ini, 21 sandera Israel dan 566 tahanan Palestina sudah dibebaskan. Pada tahap pertama perjanjian yang berakhir dalam tiga minggu ke depan, diperkirakan 33 sandera dan 1.900 tahanan Palestina akan dibebaskan. Israel melaporkan bahwa delapan dari 33 sandera tersebut sudah meninggal.
Perang Gaza dimulai setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menyebabkan 251 sandera Israel disandera dan sekitar 1.200 orang tewas. Semenjak itu, lebih dari 47.000 warga Palestina tewas dalam serangan balasan Israel, serta PBB melaporkan bahwa dua pertiga bangunan di Gaza telah hancur atau rusak parah.
Perbatasan Gaza Masih Dikontrol
Perang ini juga menyebabkan sekitar 700.000 orang dari Gaza utara mengungsi ke wilayah selatan. Banyak dari mereka kemudian terpaksa berpindah lagi setelah pasukan Israel menyerbu Gaza selatan. Koridor Netzarim, yang membentang dari perbatasan Gaza-Israel hingga Laut Mediterania, menjadi penghalang bagi mereka untuk kembali ke rumah mereka.
Meskipun pasukan Israel telah menarik sebagian dari bagian barat Koridor Netzarim bulan lalu, pasukan Israel masih mengontrol perbatasan Gaza. Penarikan terakhir dari bagian timur koridor ini membuka jalan bagi warga Palestina untuk kembali ke Gaza utara, meski mereka harus menjalani pemeriksaan ketat di Jalan Salah al-Din untuk memastikan tidak membawa senjata, yang dilakukan oleh kontraktor keamanan AS dan Mesir.
Mundurnya pasukan Israel ini terjadi bersamaan dengan rencana delegasi Israel yang dijadwalkan terbang ke Qatar untuk melanjutkan pembicaraan dengan Hamas. Delegasi tersebut bakal membahas "masalah teknis" terkait tahap pertama gencatan senjata, sebelum beralih ke fase yang lebih sulit, yaitu mencapai gencatan senjata permanen dan pertukaran semua sandera yang masih hidup dengan lebih banyak tahanan Palestina. Rencana ini ikut melibatkan penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza.