Liputan6.com, Jakarta - Farwiza Farhan, aktivis lingkungan asal Aceh, menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap pemeliharaan satwa liar, terutama jika hanya untuk hiburan pribadi. Saat ini, ia tengah menjaga kelestarian kawasan Ekosistem Leuser.
"Saya sangat tidak setuju dengan banyaknya konten satwa liar di media sosial. Sebagai manusia, kita saja ingin bebas. Ketika dua tahun kita dikunci selama COVID-19, banyak dari kita yang merasa sangat susah, tidak bisa ke mana-mana," katanya saat acara peluncuran Planetary Health Check di Jakarta, 29 Juli 2025.
"Bayangkan," ia menambahkan. "Satwa liar seperti harimau punya wilayah jelajah 100 kilometer persegi. Itu adalah wilayah di mana harimau mencari makan, mencari pasangan, dan hidup. Ada tidak sih di antara kita yang sanggup menyediakan habitat yang sama untuk satwa liar tersebut? Tidak. Kalau sayang satwanya, biarkan dia tetap ada di alam."
Menurut Farwiza, ada banyak cara anak muda bisa ikut menjaga kawasan Ekosistem Leuser. Salah satunya adalah dengan lebih peduli terhadap isu pembukaan lahan.
Anak Muda Bantu Jaga Alam
Pasalnya, salah satu tekanan terbesar terhadap Leuser berasal dari alih fungsi hutan jadi kebun atau lahan industri. Selain itu, ia mengatakan, "Anak muda juga bisa membantu dengan tidak mendukung perdagangan satwa liar."
"Banyak orang masih ingin memelihara hewan-hewan langka, padahal hewan-hewan itu seharusnya hidup di alam liar. Kita bisa ikut menjaga Leuser dengan menyuarakan pentingnya melindungi hutan, tidak membeli satwa liar, dan mendukung produk atau kegiatan yang tidak merusak lingkungan.”
Ketika berusia 10 tahun, Farwiza ikut keluarganya menjelajahi alam. Saat itu, ia bertanya tentang bagaimana cara mencapai tempat yang jauh dan mengapa ia tidak bisa pergi ke sana. Pamannya mengatakan padanya bahwa tidak ada jalan menuju tujuan-tujuan tersebut.
Hutan Leuser dan Perlawanan Terhadap Perusakan Alam
Kecintaan pada alam menginspirasinya mempelajari biologi kelautan, yang membawanya bekerja di sebuah badan pemerintah yang mengawasi pengelolaan dan perlindungan Ekosistem Leuser di Sumatra.
Di sinilah perempuan asal Aceh ini belajar tentang eksploitasi hutan yang tidak terkendali, dan saat itulah ia menyadari bahwa jalan-jalan yang tidak ada saat ia kecil kini diciptakan untuk membawa kehancuran. Jalan membuka akses bagi penebangan liar, ekspansi pertanian skala besar, dan bagi pemburu liar, untuk masuk dan mengambil, bahkan membunuh satwa liar.
Ekosistem Leuser adalah hutan seluas 2,6 juta hektare yang membentang di perbatasan Sumatra Utara dan Aceh. Ini adalah salah satu hutan hujan tropis utuh terbesar yang bersebelahan di seluruh wilayah Tenggara dan merupakan tempat terakhir di Bumi di mana spesies seperti gajah, harimau, orangutan, dan badak hidup berdampingan.
Kemenangan Ekosistem Leuser
Ketika sebuah perusahaan kelapa sawit melanggar hak atas tanah dan menggunakan api secara ilegal untuk membakar dan membersihkan lahan gambut kaya karbon untuk pembangunan, Farwiza dan timnya terlibat. Mereka mencapai salah satu keuntungan terbesar bagi Ekosistem Leuser dengan memenangkan dudutan hukum dan mengamankan dana sebesar 26 juta dolar AS untuk memperbaiki hutan.
Perlu dipahami bahwa keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya terancam karena status Bumi yang tidak baik-baik saja saat ini. Planetary Health Check 2024 mencatat, krisis lingkungan saat ini mencakup berbagai isu, mulai dari gangguan iklim global, kerusakan ekosistem alami, perubahan hutan dan lahan alami jadi permukiman atau area industri, hingga penumpukan bahan kimia beracun di lingkungan.