Liputan6.com, Jakarta - Berubahnya nama Pantai Serangan jadi Pantai Kura-Kura Bali menurut tangkapan layar peta daring yang beredar di media sosial berbuah kritik publik. Menanggapi itu, PT Bali Turtle Island Development (BTID) selaku pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura-Kura Bali membantah tuduhan bahwa mereka mengubah nama pantai tersebut.
"Pertama, tidak ada perubahan. Selama ini juga memang tidak ada nama pantainya. Kedua, itu yang dilihat kan Google Maps, itu sebenarnya peninggalan waktu acara World Water Forum (WWF)," ujar Head of Communication PT BTID Zakki Hakim di Denpasar, Senin, 27 Januari 2025, lapor Antara.
Ia mengklaim bahwa sejak awal, tidak pernah tertulis nama Pantai Serangan, sehingga siapa saja bisa menandai sebuah tempat dengan nama yang diinginkan. Saat pembukaan WWF ke-10 pada Mei 2024, panitia forum air dunia itu menamai Pantai Serangan dengan Pantai Kura-Kura Bali guna memudahkan tiga ribu delegasi mencari lokasi pembukaan konferensi.
"Sejak acara itu sampai sekarang tidak ada yang ganti atau cabut namanya, ini bukan didaftarkan, tapi siapa saja bisa taruh nama di sana, seperti di atasnya juga ada Jalan Pantai Serangan, padahal itu cuma proyek kami, tidak ada jalannya, jadi siapa saja bisa membuat (nama), tidak ada niat kesengajaan," bebernya.
Kendati demikian, pengelola KEK Kura-Kura Bali itu mengaku tidak mengantongi bukti bahwa sebelum berisi nama Pantai Kura-Kura Bali, area tersebut kosong tanpa nama Pantai Serangan. "Ada juga nama-nama tempat yang siapa saja bisa taruh, tapi tidak ada buktinya tadinya nama itu ada atau tidak, karena ini domain publik, bukan punya pemerintah," imbuhnya.
Pantai Punya Sejarah
Terkait ini, Anggota DPR RI Nyoman Parta mengaku akan menyurati BTID. Dalam suratnya nanti, ia tidak meminta pengelola investasi itu menghadap ke Jakarta. Anggota Komisi X DPR RI itu justru akan mendatangi langsung mereka ke KEK Kura-Kura Bali.
Nyoman Parta menyebut, meski lebih dari separuh pulau jadi lahan KEK, nama pantai tidak boleh diubah, apalagi menjadikannya area privat. "Pantai di Bali itu selalu ada sejarah, sejarah yang berkaitan dengan kedatangan orang besar dan suci di Bali, di sana ada Pura Sakenan, ada Pantai Serangan, pasti ada sejarah," ujarnya.
Anggota dewan itu menyambung, "Pantai bukan sekadar ejaan huruf. Pantai berkaitan dengan tempat yang ada identitasnya. Tidak boleh investor masuk, nama pantai berubah. Kalau seluruh investor boleh mengubah nama pantai, ya habis lah Bali ini."
Selain karena tindakan mengubah nama pantai di Bali, PT BTID juga mendapat kecaman warga yang mengadu ke dewan soal berubahnya kondisi laut setelah pembangunan masif. Salah satu warga setempat yang dulu mencari udang, ikan, dan klejat, mengaku kini pasir pantai berubah tidak lagi keemasan dan laut tidak lagi mengilap.
Proyek di Bali Tuai Kecaman
Sejumlah sisi pantai dikeruk dan ditembok hingga lebih terlihat seperti danau, sehingga Nyoman Parta meminta pemerintah daerah tidak tinggal diam mendapati ulah investor yang merusak wilayah setempat. Selain dihuni penduduk Bali, Pantai Serangan juga merupakan perkampungan Muslim kuno.
Di sana, tidak hanya terdapat Pura Sakenan, yang merupakan salah satu pura besar di Bali, tapi juga masjid tertua di Pulau Dewata, As-Syuhada. Masih dari Pulau Dewata, video memperlihatkan bianglala raksasa di tengah permukiman warga dan hamparan sawah di Pulau Dewata sebelumnya viral di media sosial.
Menanggapi itu, Anggota DPD RI Bali, Ni Luh Djelantik, angkat bicara. Melalui unggahan Instagram-nya, Rabu, 22 Januari 2025, Ni Luh mengunggah ulang video memuat narasi, "Pengusaha begini amat nyari duitnya. Ampun itu mengganggu privacy penduduk, bikin tambah macet. Mohon izin @tibubenengvillage tindak tegas dan mohon dihentikan."
Ia menambahkan di keterangan unggahan, "Mohon kepada @tibubenengvillage @polsek_kuta_utara agar dapat melakukan penertiban pada proyek bianglala raksasa ini. Matur suksma." Merujuk video yang dibagikan oleh akun Tiktok @panjibvr, terlihat wahana bianglala itu berdiri di antara hamparan sawah hijau.
Penutupan PARQ Ubud
Disebutkan di video bahwa bianglala itu berada di Jalan Pantai Berawa, Tibubeneng, Badung, Bali. Tidak butuh waktu lama bagi rekaman itu menuai komentar warganet.
"Ingatku kalau kyk gini hrs ada izin HO (gangguan) itu aja minta persetujuan radius yg terdampak blh nggak. Kok bisa lolos?" kata salah satunya, sementara yang lain menyindir, "Wah sekarang sudah ada kemajuan, tidak hanya menikmati pemandangan kemacetan dari darat saja, tp bisa dr bianglala juga. Menyalaa wiiiii 👏😂."
Yang juga bikin ribut karena penamaan di Google Maps, beberapa waktu lalu, PARQ Ubud, atau yang dikenal sebagai "Kampung Rusia," di Jalan Sriwedari, Tegallalang, Ubud, Gianyar, Bali, oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gianyar, resmi ditutup Senin, 20 Januari 2025. Keputusan diambil karena PARQ Ubud dianggap melanggar beberapa Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar.
Penghentian kegiatan usaha dan penutupan tempat usaha PARQ Ubud berdasarkan Keputusan Bupati Gianyar Nomor 285/E-09/HK/2025. Dalam keputusan tersebut, pemilik dan/atau penanggung jawab usaha juga diminta menutup usahanya.