Liputan6.com, Jakarta - Perlu banyak pihak untuk melestarikan wastra nusantara. Langkah itu diambil Pendopo dengan menggandeng Torajamelo sebagai upaya mengenalkan dan melestarikan kain tenun Toraja kepada generasi muda.
Salah satu bentuk kolaborasi keduanya adalah dengan menyelenggarakan acara bertajuk 'Weaving Culture into Modernity and Getting Youth Involved', di Pendopo Mall Living World Alam Sutera, Jumat, 17 Januari 2025. Acara tersebut merupakan perayaan budaya Indonesia yang memadukan tradisi tenun dengan gaya modern, sekaligus menginspirasi generasi muda untuk lebih peduli terhadap budaya dan warisan lokal, serta fesyen yang berkelanjutan.
"Kami memahami pentingnya menjaga relevansi budaya tradisional di tengah dinamika gaya hidup modern. Dengan menjadi rumah bagi lebih dari 300 UMKM di nusantara, Pendopo meyakini melalui pendekatan yang tepat, warisan budaya Indonesia dapat diterima dan diapresiasi oleh generasi penerus bangsa," ungkap Putu Laura, Head of Pendopo.
Kolaborasi dengan Torajamelo merupakan wujud komitmen untuk menjembatani antara tradisi dan kehidupan masa kini, dengan memastikan nilai-nilai lokal tetap hidup dan relevan. Selain itu, meningkatkan kepedulian generasi muda terhadap budaya lokal, serta mendorong peran aktif mereka dalam mendukung keberlanjutan industri fesyen tanah air.
Tak sekadar talkshow, puluhan peserta yang hadir juga ditunjukkan langsung cara menata gaya dari selembar kain tenun untuk berbagai acara. Hal itu untuk membuktikan betapa fleksibelnya kain tenun pada generasi muda.
Perjalanan Torajamelo Berawal dari Keprihatinan
Pendopo tak sembarang bekerja sama dengan Torajamelo. Brand tersebut didirikan Dinny Jusuf dan awalnya menggandeng sang adik, Nina Jusuf, sebagai desainer, pada 2008. Belakangan, Aparna Bhatnagar Saxena bergabung sebagai CEO.
Pensiunan Sekjen Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak itu merintis bisnis fesyennya secara tak sengaja. "Tahun 2008 itu saya pulang ke kampung suami, di Toraja. Saat itu saya melihat, kok banyak bayi-bayi yang bukan tipikal wajah Toraja," ungkap Dinny.
Setelah ditelusuri, Dinny mengetahui bahwa anak tersebut adalah hasil perkawinan dengan warga Malaysia yang ditinggal atau dititipkan ibunya di kampung halaman. Sementara, sang ibu kembali ke Malaysia untuk melanjutkan pekerjaan.
Dinny memahami bahwa keputusan bekerja di luar negeri dengan meninggalkan kampung halaman bukanlah kemauan warga lokal. Di tahun tersebut tak punya banyak pilihan pekerjaan yang layak. Kunjungan turis pun rendah karena berbarengan dengan Indonesia mendapat peringatan perjalanan dari berbagai negara lain imbas Bom Bali I dan Bom Bali II.
"Kampungnya itu berada di lembahan, pusat tenun. Bukan karena hanya karena kunjungan turis hampir tidak ada, tapi juga karena adanya peristiwa alam, gunung meletus, mengakibatkan waktu itu pusat tenun menuju lemah, hampir musnah," kenang Dinny.
Niat Pensiun Dibatalkan
Mendapati kondisi tersebut, Dinny yang awalnya ingin menghabiskan masa pensiun dengan beristirahat di kampung sang suami, menunda rencananya. Ia mulai mengembangkan bisnis dengan memanfaatkan kearifan lokal warga Toraja, yakni keterampilan tenun Torajanya.
Torajamelo dipilih sebagai nama karena bermakna Toraja Indah. "Pusat tenun bangkit, yang dibuat oleh wanita-wanita Toraja. Ini jadi membuat pilihan untuk mereka, untuk menenun bukan bekerja di luar negeri," tuturnya.
Torajamelo pun seperti asa bagi daerah untuk mendapat pengakuan dunia internasional. Di bawah asuhan Dinny selaku pendiri dan juga Aparna Bhatnagar Saxena, CEO Torajamelo, merek tersebut ditunjuk UNESCO sebagai perwakilan Indonesia di mata dunia.
"Tahun lalu, 2024, Torajamelo baru resmi terakreditasi mitranya UNESCO. Kita penasehat di Unesco, untuk kategori budaya tak benda. Kami langsung terbang ke Paraguay, meeeting dengan 183 negara perwakilan UNESCO lainnya. Mendaftarkan budaya Indonesia dan budaya lain," ungkap Dinny.
Ke depan, ia tak menutup kemungkinan tenun akan didaftarkannya ke UNESCO sebagai warisan budaya takbenda dari Indonesia. "Kami akan mendaftarkan tempe terlebih dulu, baru tenun. Doakan semoga lancar," katanya.
Perayaan Hari Tenun Nasional
Tradisi menenun tidak hanya ada di Toraja, tapi nyaris di berbagai daerah di Tanah Air. Namun, sebagian besar tradisi itu menghilang karena tidak dilestarikan. Itulah yang melatari penetapan Hari Tenun Nasional dirayakan setiap 7 September.
Dikutip dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, tenun berasal dari kebudayaan zaman prasejarah yang terus berkembang. Di Indonesia, kepandaian bertenun sudah dikenal sejak beberapa abad sebelum masehi.
Sebelum ada kebudayaan bertenun, masyarakat telah mengenal terlebih dahulu proses pembuatan anyaman dari daun atau serat kayu. Keterampilan ini menuntun mereka untuk mempelajari kerajinan tenun.
Seiring berjalannya waktu, pengetahuan bertenun diterima dan berkembang di Indonesia. Perkembangan ini mengarah pada peningkatan mutu, keindahan tata warna, serta motif hiasan.
Penyebaran keterampilan bertenun pun merata ke seluruh wilayah Indonesia. Motif yang terinspirasi berasal dari latar belakang budaya dan lingkungan daerah masing-masing.
Hal ini memperlihatkan variasi yang sangat kaya dan indah. Selain jenis kain yang dipakai, setiap daerah pun memiliki teknik, ragam hias, hingga warna wastra yang bermacam-macam.